Jumat, 04 Oktober 2019

Kapan orang Katolik harus berlutut di gereja?

Print Friendly and PDF

Bagi umat Katolik dalam Ritus Gereja Roma, menekuk lutut ke lantai adalah gerakan umum yang mendalami simbolisme agama. Ini adalah kebiasaan lama, yang membantu orang-orang Kristen berdoa dengan tubuh dan jiwa.

Tetapi, hal itu tidak selalu dikomunikasikan kepada umat awam ketika seseorang harus berlutut. Begitu banyak yang tahu mengapa membengkokkan lutut adalah sikap gerak yang penting, tetapi kita tidak selalu tahu kapan waktu dan tempat yang tepat.

Untuk menemukan jawabannya, kita perlu melihat Petunjuk Umum Misale Romawi.

Pertama-tama, PUMR (Pedoman Umum Misale Romawi) menyatakan, "Berlutut/bersujud, dibuat dengan menekuk lutut kanan ke lantai, menandakan penghormatan, dan oleh karenanya, itu diarahkan pada Sakramen Maha Kudus."

Ini sangat penting karena menjelaskan bahwa bersujud itu adalah suatu sikap gerak yang pada akhirnya diarahkan kepada Allah, yang benar-benar hadir dalam Ekaristi Kudus. Kita tidak berlutut kepada setiap orang (seperti beberapa budaya di masa lalu) atau hal-hal materi, tetapi hanya kepada Tuhan. Selanjutnya PUMR menjelaskan, dalam banyak kasus, “semua yang berjalan melewati di depan Sakramen Mahakudus wajib berlutut.” Ada beberapa pengecualian terhadap aturan ini yang dijabarkan dalam PUMR, tetapi hal-hal tersebut berhubungan dengan mereka yang sedang melakukan beberapa tugas/fungsi (Misdinar dll) pada Misa.

Di luar pengecualian itu, kebiasaan umum dalam Ritus Roma bahwa anda berlutut pada satu lutut kapan pun anda lewat di depan tabernakel (yang berisi Sakramen Mahakudus). Biasanya ketika orang memasuki gereja Katolik dan berjalan menuju bangku mereka, mereka berlutut sebelum duduk, yang merupakan gerakan kecil penghormatan terhadap Dia yang hadir di sana.

Namun, penting untuk dicatat bahwa bersujud hanya diperlukan ketika melewati tabernakel. Ini berarti seseorang harus melihat lebih dalam tentang kondisi tabernakel, karena tabernakel mungkin tidak tampak, di kapel samping, atau bahkan kosong. Tidak ada alasan untuk berlutut ketika memasuki gereja jika anda tidak berjalan menuju tabernakel. Dalam kasus-kasus itu, pandangan sederhana menuju ke altar adalah tepat.

Pada Jumat Agung, ketika Sakramen Mahakudus telah dipindahkan ke altar yang tepat, kita tidak berlutut di depan tabernakel yang kosong. Perhatian yang baik adalah mencari lampu yang terus menyala di dekat tabernakel ketika Sakramen Mahakudus hadir.

Kebiasaan lain, meskipun tidak secara umum dalam prakteknya, berlutut pada dua lutut saat Sakramen Mahakudus terlihat di altar dalam monstrans emas untuk penghormatan semua umat. Ini adalah sebuah tradisi yang sudah sering dilakukan, tetapi itu bersifat opsional. Sederhananya, mengakui bahwa Yesus tidak lagi berada di ruang tertutup (tabernakel), tetapi di hadapan semua orang dengan cara yang lebih terlihat.

Disamping yang sederhana itu, ada beberapa keadaan lain saat berlutut dimohon untuk acara-acara khusus. Sebagai contoh, hal tentang kebiasaan untuk berlutut di hadapan “Salib Suci sejak penghormatan yang khidmat selama perayaan liturgi pada Jumat Agung sampai mulai Malam Paskah.” Selama waktu yang khidmat dalam tahun ini, salib menerima perhatian khusus, dan berlutut memberi penghormatan pada pengorbanan yang Yesus lakukan di kayu salib.

Waktu lain adalah selama pembacaan Syahadat pada Hari Raya Kabar Sukacita dan Hari Raya Natal pada kata-kata "yang dikandung dari Roh Kudus dilahirkan oleh Perawan Maria" Ini adalah gerakan fisik dimaksudkan untuk mengingatkan umat beriman dari realitas Inkarnasi dan bagaimana Yesus turun ke dunia untuk menjadi salah satu dari kita.

Pada akhirnya, berlutut/bersujud adalah kebiasaan indah yang diabadikan oleh Ritus Roma yang memberi penghormatan kepada “Raja segala raja” sejati yang benar-benar hadir dalam Sakramen Mahakudus.

Link : https://aleteia.org/­2018/04/24/­when-should-catholics­-genuflect-in-a-chur­ch/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP