Homili Ibadat HUT Perkawinan
Bacaan 1: Sirak 51,1-12;
Bacaan Injil: Markus 4,35-41
Manusia biasanya mudah sekali mencari alasan untuk melakukan sesuatu. Karena itu, logislah bagi kita kalau setiap kegiatan, aktivitas, tindakan manusia memiliki dasar atau alasan. Alasan yang dipakai itu bisa dicari atau dicari-cari, bisa dibuat atau dibuat-buat, bisa ada atau diada-adakan. Malam ini kita diundang (Bapak ......) di rumah ini untuk berdoa bersama dengan ujud syukur atas HUT pernikahan dan sekaligus memohon doa restu bagi anak-anak mereka yang akan mengadu nasib dan mempersiapkan masa depan pada lembaga pendidikan. Syukur dan memohon doa restu itulah alasan utama mengapa kita ada bersama di tempat ini saat ini. Pernikahan antara Bapak dan Ibu (......) adalah kenyataan. Anak-anak akan berangkat ke tempat studi juga kenyataan. Karena itu keberadaan kita di sini bukanlah karena dicari-cari, diada-adakan, dibuat-buat.
Kita menyadari bahwa kita hadir di sini mau memberikan dukungan kepada Bapak dan Ibu (.....) dalam mengungkapkan syukur dan mendoakan anak-anaknya yang akan berangkat ke tempat studi. Sebagai orang beriman, kita menyadari bahwa nilai ucapan syukur itu dapat menjadi inti dalam kehidupan kita sebagai orang beriman. Bahwa dekorasi yang indah, sajian makanan yang enak, dan musik merdu hanyalah efek samping yang tidak bisa dibandingkan dengan ekspresi iman dalam bentuk syukur. Nilai kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, untuk saling mendukung dan menguatkan dalam mengungkapkan syukur ternyata bernilai melampaui hal material. Karena itu saya dan mudah-mudahan kita juga disadarkan bahwa syukur itu harus menjadi bagian dari perjalanan hidup kita setiap saat. Tidak mesti menunggu 25 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 75 tahun atau seratus tahun karena kita semua bukanlah ahli ilmu pasti yang menentukan. Tuhan yang menentukan karena itu hari ini kita bersykur. Kalau masih diberi waktu untuk besok, besok juga begitu seterusnya syukur menyertai kehidupan kita. Karena itu kiranya kalau Bapak ..... mengundang kita untuk merayakan syukur HUT pernikahan ke-.... tahun bukanlah hal aneh atau dicari-cari dan dibuat-buat.
Mengapa syukur itu harus menjadi bagian dari gerak hidup kita? Jawabannya karena hidup kita di dunia ini merupakan perjuangan. Kita semua hidup di dunia ibarat pemain bola piala dunia yang dilepaskan trio 3 pelatih andalan kita yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kita dilepaskan di arena untuk bermain dalam prosedur standar sebagai orang beriman, memanfaatkan setiap peluang untuk mengumpulkan nilai dan mencetak goal-goal indah. Dalam konteks perjuangan seperti itulah syukur harus menjadi muara gerak hidup kita.
Gambaran tentang suka duka perjuangan hidup manusia analogis dibahasakan Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama tadi. Cukup jelas kiranya bagi kita bahwa penggalan teks Putra Sirakh tadi mewacanakan dinamika perjuangan manusia dalam kehdiupan ini. Ekspresi syukur dan dan nyanyian pujian Putra Sirakh secara tidak lansung menggambarkan secara konkret situasi keseharian hidup manusia. Ibarat pemain bola Putra Sirakh menyadari diri sebagai pribadi yang berada dalam kepungan lingkungan yang bisa menghancurkan semua rencana dan cita-citanya. Situasi Sirakh juga menjadi situasi kita dan semua manusia sepanjang zaman. Rahmat, kebaikan, perlindungan, penyertaan Tuhan itulah yang bisa ia temukan dalam setiap pengalaman pahit yan dihadapinya dan itulah yang diolahnya sebagai bahan untuk bermadah memuji Tuhan.
Saya yakin, dan boleh kita semua yakin bahwa keluarga Bapak ..... juga tidak luput dari situasi dan pengalaman Putra Sirakh. Hidup bersama selama ... tahun sebagai suami istri jelas banyak tantangan dan cobaannya. Berjalan bersama selama .... tahun tentu banyak krikil tajamnya. Memasuki rimba kehidupan bersama selama ..... tahun pasti banyak duri yang melukai. Tetapi semua hal itu terlewatkan dengan baik itulah yang harus disyukuri. Dan itulah membuat kita semua berada dalam perayaan malam ini.
Dalam setiap pesta pernikahan entah itu terjadi di gunung, pedalaman jauh dari laut, entah itu di dekat laun biasanya orang menggunakan kata dan simbol yang berkaitan dengan laut. Sambutan dan ucapan, simbol saat pesta nikah hampir pasti penuh dengan kata, istilah yang berhubungan dengan laut. Kita dengan ucapan selamat mengarungi samudera rumah tangga. Selamat memasuki bahtera rumah tangga. Bagi mereka yang belajar bahasa arab tidak akan menngunakan kata laut dan bahtera sekaligus karena bahtera itu bukan berarti sampan atau perahu. Bahtera itu sesungguhnya berarti laut karena laut bahasa arabnya bahrun (jenis maskulin). Mengapa orang yang jauh dari pantai juga pakai kata laut, bahtera, bahrun. Pilihan kata itu tentu ada alasannya dan itu berkaitan dengan perbandingan suasana laut dengan kehidupan bermah tangga. Pelbagai tantangan dan cobaan dalam hidup berkeluarga diparalelkan dengan ancaman badai, gelombang. Suka duka kehidupan berkeluarga biasanya sudah tergambar dalam pilihan kata dan simbol seperti itu.
Pilihan apa saja termasuk pilihan hidup berkeluarga dalam konteks iman kita dilihat sebagai bentuk jawaban manusia atas ajakan dan panggilan Tuhan. Ajakan dan panggilan Tuhan itu menuntut manusia untuk memilihnya secara bebas dan bertanggungjawab. Tuhan senantias amengajak manusia untuk sesuatu yang memungkinkannya selamat. Dan menarik sekali injil tadi memuat kata-kata ajakan Yesus: Marilah kita bertolak ke seberang. Mengapa Yesus mengajak ke seberang? Ada apa di seberang, dan bagimana harus ke seberang? Pertanyaan-pertanyaan ini mendapat jawaband alam injil tadi. Yesus mengajak ke seberang karena hari sudah petang. Itu artinya tidak lama lagi kegelapan alam tiba. Itulah gambaran situasi yang tidak menguntungkan yang bakal menimpa manusia. Itu artinya di seberang sana ada satu kondisi yang lebih baik dari yang ada saat itu. Mereka ke seberang dengan menggunakan kapal fery penyeberangan dan bersama-sama dengan Yesus. Yesus mengajak sekaligus menyertai penyeberangan itu. Itu artinya ada jaminan pelayaran itu berlangsung aman karena penanggungjawabnya ada bersama mereka. Bagi Yesus penyeberangan itu dijamin aman dan akan tiba di seberang karena itu ia membentangkan tikar lalu tidur nyenyak.
Sikap dan pandangan Yesus ternyata lain dengan pengalaman para penumpang. Mereka merasakan adanya badai yang mengancam dan Yesus dinilai sebagai orang yang masa bodoh, tidak peduli. Cara mereka membangungkan Yesus menjadi bumerang karena Yesus membaca bahwa mereka takut dan tidak percaya kepada pemimpin rombongan. Krena mereka tidak percaya maka Yesus dengan mudah memberi perintah agar angin redah dan itu memang terjadi. Setelah angin redah mereka masih juga belum mengenal Yesus sehingga bertanya tentang siapa sebenarnya Yesus itu. Dari dinamika penyerangan bersama Yesus ini jelas mereka tiba dengan selamat bersama Yesus di seberang.
Kalau perkawinan dianalogikan sebayai suatu upaya menjawab ajakan Tuhan dan bersedia ikut dalam penyeberangan bersama Tuhan maka pasti perkawinan itu akan berjalan aman. Kuncinya Yesus harus selalu diyakini hadir dalam dan bersama ada dalam peyeberangan. Kalau Yesus selalu dirasakan kehadirannya, maka manusia harus selalu berinisiatif datang mendekati dia dan memohon pertlindungannya. Kisah injil tadi dengan seluruh dinamika yang terjadi di dalamnya erat kaitannya dengan panggilan hidup kita sebagai apa saja. Kalau kita yakin pilihan hidup kita sebagai jawaban atas ajakan dan panggilan Tuhan, maka kita harus yakin pula bahwa Yesus akan ada bersama-sama dengan kita.
Dalam ibadat ini kita juga berdoa untuk perjalanan anak-anak dari keluarga ini untuk melanjutkan studi. Itu juga harus dilihat sebagai jawaban atas panggilan Tuhan untuk ke seberang mencari ilmu yang membuat masa depan lebih baik. Bagi adik-adik yang hendak berangkat, berangkatlah bersama Yesus, dan manakala ada tantangan dalam perjalanan mencari ilmu jangan lupa dekati Yesus karena Dia akan menolong pada waktunya yang tepat. Mudah-mudahan acara seperti ini menyadarkan dan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dalam cara yang cocok dan pas untuk kita. Amin
Bacaan Injil: Markus 4,35-41
Manusia biasanya mudah sekali mencari alasan untuk melakukan sesuatu. Karena itu, logislah bagi kita kalau setiap kegiatan, aktivitas, tindakan manusia memiliki dasar atau alasan. Alasan yang dipakai itu bisa dicari atau dicari-cari, bisa dibuat atau dibuat-buat, bisa ada atau diada-adakan. Malam ini kita diundang (Bapak ......) di rumah ini untuk berdoa bersama dengan ujud syukur atas HUT pernikahan dan sekaligus memohon doa restu bagi anak-anak mereka yang akan mengadu nasib dan mempersiapkan masa depan pada lembaga pendidikan. Syukur dan memohon doa restu itulah alasan utama mengapa kita ada bersama di tempat ini saat ini. Pernikahan antara Bapak dan Ibu (......) adalah kenyataan. Anak-anak akan berangkat ke tempat studi juga kenyataan. Karena itu keberadaan kita di sini bukanlah karena dicari-cari, diada-adakan, dibuat-buat.
Kita menyadari bahwa kita hadir di sini mau memberikan dukungan kepada Bapak dan Ibu (.....) dalam mengungkapkan syukur dan mendoakan anak-anaknya yang akan berangkat ke tempat studi. Sebagai orang beriman, kita menyadari bahwa nilai ucapan syukur itu dapat menjadi inti dalam kehidupan kita sebagai orang beriman. Bahwa dekorasi yang indah, sajian makanan yang enak, dan musik merdu hanyalah efek samping yang tidak bisa dibandingkan dengan ekspresi iman dalam bentuk syukur. Nilai kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, untuk saling mendukung dan menguatkan dalam mengungkapkan syukur ternyata bernilai melampaui hal material. Karena itu saya dan mudah-mudahan kita juga disadarkan bahwa syukur itu harus menjadi bagian dari perjalanan hidup kita setiap saat. Tidak mesti menunggu 25 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 75 tahun atau seratus tahun karena kita semua bukanlah ahli ilmu pasti yang menentukan. Tuhan yang menentukan karena itu hari ini kita bersykur. Kalau masih diberi waktu untuk besok, besok juga begitu seterusnya syukur menyertai kehidupan kita. Karena itu kiranya kalau Bapak ..... mengundang kita untuk merayakan syukur HUT pernikahan ke-.... tahun bukanlah hal aneh atau dicari-cari dan dibuat-buat.
Mengapa syukur itu harus menjadi bagian dari gerak hidup kita? Jawabannya karena hidup kita di dunia ini merupakan perjuangan. Kita semua hidup di dunia ibarat pemain bola piala dunia yang dilepaskan trio 3 pelatih andalan kita yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kita dilepaskan di arena untuk bermain dalam prosedur standar sebagai orang beriman, memanfaatkan setiap peluang untuk mengumpulkan nilai dan mencetak goal-goal indah. Dalam konteks perjuangan seperti itulah syukur harus menjadi muara gerak hidup kita.
Gambaran tentang suka duka perjuangan hidup manusia analogis dibahasakan Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama tadi. Cukup jelas kiranya bagi kita bahwa penggalan teks Putra Sirakh tadi mewacanakan dinamika perjuangan manusia dalam kehdiupan ini. Ekspresi syukur dan dan nyanyian pujian Putra Sirakh secara tidak lansung menggambarkan secara konkret situasi keseharian hidup manusia. Ibarat pemain bola Putra Sirakh menyadari diri sebagai pribadi yang berada dalam kepungan lingkungan yang bisa menghancurkan semua rencana dan cita-citanya. Situasi Sirakh juga menjadi situasi kita dan semua manusia sepanjang zaman. Rahmat, kebaikan, perlindungan, penyertaan Tuhan itulah yang bisa ia temukan dalam setiap pengalaman pahit yan dihadapinya dan itulah yang diolahnya sebagai bahan untuk bermadah memuji Tuhan.
Saya yakin, dan boleh kita semua yakin bahwa keluarga Bapak ..... juga tidak luput dari situasi dan pengalaman Putra Sirakh. Hidup bersama selama ... tahun sebagai suami istri jelas banyak tantangan dan cobaannya. Berjalan bersama selama .... tahun tentu banyak krikil tajamnya. Memasuki rimba kehidupan bersama selama ..... tahun pasti banyak duri yang melukai. Tetapi semua hal itu terlewatkan dengan baik itulah yang harus disyukuri. Dan itulah membuat kita semua berada dalam perayaan malam ini.
Dalam setiap pesta pernikahan entah itu terjadi di gunung, pedalaman jauh dari laut, entah itu di dekat laun biasanya orang menggunakan kata dan simbol yang berkaitan dengan laut. Sambutan dan ucapan, simbol saat pesta nikah hampir pasti penuh dengan kata, istilah yang berhubungan dengan laut. Kita dengan ucapan selamat mengarungi samudera rumah tangga. Selamat memasuki bahtera rumah tangga. Bagi mereka yang belajar bahasa arab tidak akan menngunakan kata laut dan bahtera sekaligus karena bahtera itu bukan berarti sampan atau perahu. Bahtera itu sesungguhnya berarti laut karena laut bahasa arabnya bahrun (jenis maskulin). Mengapa orang yang jauh dari pantai juga pakai kata laut, bahtera, bahrun. Pilihan kata itu tentu ada alasannya dan itu berkaitan dengan perbandingan suasana laut dengan kehidupan bermah tangga. Pelbagai tantangan dan cobaan dalam hidup berkeluarga diparalelkan dengan ancaman badai, gelombang. Suka duka kehidupan berkeluarga biasanya sudah tergambar dalam pilihan kata dan simbol seperti itu.
Pilihan apa saja termasuk pilihan hidup berkeluarga dalam konteks iman kita dilihat sebagai bentuk jawaban manusia atas ajakan dan panggilan Tuhan. Ajakan dan panggilan Tuhan itu menuntut manusia untuk memilihnya secara bebas dan bertanggungjawab. Tuhan senantias amengajak manusia untuk sesuatu yang memungkinkannya selamat. Dan menarik sekali injil tadi memuat kata-kata ajakan Yesus: Marilah kita bertolak ke seberang. Mengapa Yesus mengajak ke seberang? Ada apa di seberang, dan bagimana harus ke seberang? Pertanyaan-pertanyaan ini mendapat jawaband alam injil tadi. Yesus mengajak ke seberang karena hari sudah petang. Itu artinya tidak lama lagi kegelapan alam tiba. Itulah gambaran situasi yang tidak menguntungkan yang bakal menimpa manusia. Itu artinya di seberang sana ada satu kondisi yang lebih baik dari yang ada saat itu. Mereka ke seberang dengan menggunakan kapal fery penyeberangan dan bersama-sama dengan Yesus. Yesus mengajak sekaligus menyertai penyeberangan itu. Itu artinya ada jaminan pelayaran itu berlangsung aman karena penanggungjawabnya ada bersama mereka. Bagi Yesus penyeberangan itu dijamin aman dan akan tiba di seberang karena itu ia membentangkan tikar lalu tidur nyenyak.
Sikap dan pandangan Yesus ternyata lain dengan pengalaman para penumpang. Mereka merasakan adanya badai yang mengancam dan Yesus dinilai sebagai orang yang masa bodoh, tidak peduli. Cara mereka membangungkan Yesus menjadi bumerang karena Yesus membaca bahwa mereka takut dan tidak percaya kepada pemimpin rombongan. Krena mereka tidak percaya maka Yesus dengan mudah memberi perintah agar angin redah dan itu memang terjadi. Setelah angin redah mereka masih juga belum mengenal Yesus sehingga bertanya tentang siapa sebenarnya Yesus itu. Dari dinamika penyerangan bersama Yesus ini jelas mereka tiba dengan selamat bersama Yesus di seberang.
Kalau perkawinan dianalogikan sebayai suatu upaya menjawab ajakan Tuhan dan bersedia ikut dalam penyeberangan bersama Tuhan maka pasti perkawinan itu akan berjalan aman. Kuncinya Yesus harus selalu diyakini hadir dalam dan bersama ada dalam peyeberangan. Kalau Yesus selalu dirasakan kehadirannya, maka manusia harus selalu berinisiatif datang mendekati dia dan memohon pertlindungannya. Kisah injil tadi dengan seluruh dinamika yang terjadi di dalamnya erat kaitannya dengan panggilan hidup kita sebagai apa saja. Kalau kita yakin pilihan hidup kita sebagai jawaban atas ajakan dan panggilan Tuhan, maka kita harus yakin pula bahwa Yesus akan ada bersama-sama dengan kita.
Dalam ibadat ini kita juga berdoa untuk perjalanan anak-anak dari keluarga ini untuk melanjutkan studi. Itu juga harus dilihat sebagai jawaban atas panggilan Tuhan untuk ke seberang mencari ilmu yang membuat masa depan lebih baik. Bagi adik-adik yang hendak berangkat, berangkatlah bersama Yesus, dan manakala ada tantangan dalam perjalanan mencari ilmu jangan lupa dekati Yesus karena Dia akan menolong pada waktunya yang tepat. Mudah-mudahan acara seperti ini menyadarkan dan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan yang senantiasa menyertai kita dalam cara yang cocok dan pas untuk kita. Amin