Makna Nyanyian Perarakan
Setelah umat bersiap-siap di dalam ruangan perayaan, dirigen atau pemimpin nyanyian mengumumkan nomor nyanyian yang hendak dilambungkan. Mereka bernyanyi dengan sukacita. Para petugas yang sudah terampil pun berjalan dengan wajah berseri-seri.
Nyanyian menciptakan keindahan iman seluruh Gereja yang satu dan kudus, tak hanya kesatuan di antara mereka yang sedang mengawali perayaan Ekaristi.
Dalam nyanyian itu segala perbedaan dan keunikan suara dipadukan. Suara Gereja sedang berkumandang. Suara yang menggemakan kesatuan iman, doa, dan pujian dari Gereja semesta di seluruh dunia. Kita meyakini pula bahwa suara Gereja itu sedang berpadu dengan suara-suara surgawi. Para malaikat dan orang-orang kudus turut bergabung dan bersukacita dalam perayaan Gereja. Ada misteri tersembunyi di balik keindahan umat yang bernyanyi.
Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR 47) menjelaskan: ”Setelah umat berkumpul, imam bersama dengan diakon dan para pelayan berarak menuju altar. Sementara itu dimulai nyanyian perarakan.” Perarakan masuk mengandaikan terwujudnya kebersamaan umat terlebih dulu. Imam bersama rombongan berarak menuju altar. Para pelayan menghormati altar, meletakkan peranti perarakan pada tempatnya, lalu menuju tempat duduk yang sudah disediakan bagi mereka. Imam menghormati altar dengan tiga cara: membungkuk, mendupai, mencium.
Nyanyian perarakan terus mengiringi semua tindakan itu, sampai dengan imam siap di kursinya untuk melanjutkan ke ritus berikutnya. Nyanyian berhenti sebelum imam membuat tanda Salib bersama jemaat. Jika bait-bait nyanyian sudah habis, sementara imam belum siap di kursinya, sebaiknya nyanyian diulangi lagi dari awal atau alat musik meneruskannya secara instrumental.
Maksud dan cara
Sebagai unsur yang memperindah perarakan masuk, nyanyian perarakan terutama bertujuan untuk "membuka Misa, membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk ke dalam misteri masa liturgi atau pesta yang dirayakan, dan mengiringi perarakan imam beserta pembantu-pembantunya." Beberapa butir tujuan ini dapat dijadikan acuan ketika kita hendak menentukan apa nyanyiannya dan bagaimana membawakannya.
Syair dan melodi seperti apa yang paling cocok untuk dapat memenuhi tuntutan tujuan di atas? Untuk membantu menentukan pilihan, PUMR 48 menganjurkan dua buku nyanyian gregorian. Buku nyanyian lain juga boleh digunakan asalkan nyanyian yang dipilih masih sesuai dengan sifat perayaan, sifat pesta, dan suasana masa liturgi, serta disahkan oleh Konferensi Waligereja atau Uskup Dioses.
Sudah selayaknya semua nyanyian dalam buku resmi yang disahkan para uskup telah teruji melalui tiga penilaian, yakni dari sisi liturgis (fungsi dalam liturgi), pastoral (keadaan umat dan budayanya), dan musikal (kualitas estetisnya). Proses pemilihan nyanyian dipercayakan kepada mereka yang cukup memahami ketiga bidang itu. Jika disadari bahwa ternyata ditemukan nyanyian yang tidak mengindahkan tiga penilaian tadi, meski ada dalam buku resmi, jangan ragu untuk tak memilih nyanyian itu.
Ada beberapa cara membawakan nyanyian ini. Paduan suara dan umat bisa membawakan bersama sama atau bergantian. Dapat juga umat melagukan seluruhnya. Atau paduan suara saja yang mewakili umat bernyanyi. Tentu cara terakhir ini lebih baik baru dipilih jika keadaan umat memang tidak memungkinkan. Bagaimanapun akan terasa lebih indah jika kesatuan dan kebersamaan umat sungguh tampak saat mereka bernyanyi.
Sumber: http://archdioceseofmedan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=357%3Amakna-nyanyian&catid=1%3Aartikel-terbaru&Itemid=1
Nyanyian menciptakan keindahan iman seluruh Gereja yang satu dan kudus, tak hanya kesatuan di antara mereka yang sedang mengawali perayaan Ekaristi.
Dalam nyanyian itu segala perbedaan dan keunikan suara dipadukan. Suara Gereja sedang berkumandang. Suara yang menggemakan kesatuan iman, doa, dan pujian dari Gereja semesta di seluruh dunia. Kita meyakini pula bahwa suara Gereja itu sedang berpadu dengan suara-suara surgawi. Para malaikat dan orang-orang kudus turut bergabung dan bersukacita dalam perayaan Gereja. Ada misteri tersembunyi di balik keindahan umat yang bernyanyi.
Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR 47) menjelaskan: ”Setelah umat berkumpul, imam bersama dengan diakon dan para pelayan berarak menuju altar. Sementara itu dimulai nyanyian perarakan.” Perarakan masuk mengandaikan terwujudnya kebersamaan umat terlebih dulu. Imam bersama rombongan berarak menuju altar. Para pelayan menghormati altar, meletakkan peranti perarakan pada tempatnya, lalu menuju tempat duduk yang sudah disediakan bagi mereka. Imam menghormati altar dengan tiga cara: membungkuk, mendupai, mencium.
Nyanyian perarakan terus mengiringi semua tindakan itu, sampai dengan imam siap di kursinya untuk melanjutkan ke ritus berikutnya. Nyanyian berhenti sebelum imam membuat tanda Salib bersama jemaat. Jika bait-bait nyanyian sudah habis, sementara imam belum siap di kursinya, sebaiknya nyanyian diulangi lagi dari awal atau alat musik meneruskannya secara instrumental.
Maksud dan cara
Sebagai unsur yang memperindah perarakan masuk, nyanyian perarakan terutama bertujuan untuk "membuka Misa, membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk ke dalam misteri masa liturgi atau pesta yang dirayakan, dan mengiringi perarakan imam beserta pembantu-pembantunya." Beberapa butir tujuan ini dapat dijadikan acuan ketika kita hendak menentukan apa nyanyiannya dan bagaimana membawakannya.
Syair dan melodi seperti apa yang paling cocok untuk dapat memenuhi tuntutan tujuan di atas? Untuk membantu menentukan pilihan, PUMR 48 menganjurkan dua buku nyanyian gregorian. Buku nyanyian lain juga boleh digunakan asalkan nyanyian yang dipilih masih sesuai dengan sifat perayaan, sifat pesta, dan suasana masa liturgi, serta disahkan oleh Konferensi Waligereja atau Uskup Dioses.
Sudah selayaknya semua nyanyian dalam buku resmi yang disahkan para uskup telah teruji melalui tiga penilaian, yakni dari sisi liturgis (fungsi dalam liturgi), pastoral (keadaan umat dan budayanya), dan musikal (kualitas estetisnya). Proses pemilihan nyanyian dipercayakan kepada mereka yang cukup memahami ketiga bidang itu. Jika disadari bahwa ternyata ditemukan nyanyian yang tidak mengindahkan tiga penilaian tadi, meski ada dalam buku resmi, jangan ragu untuk tak memilih nyanyian itu.
Ada beberapa cara membawakan nyanyian ini. Paduan suara dan umat bisa membawakan bersama sama atau bergantian. Dapat juga umat melagukan seluruhnya. Atau paduan suara saja yang mewakili umat bernyanyi. Tentu cara terakhir ini lebih baik baru dipilih jika keadaan umat memang tidak memungkinkan. Bagaimanapun akan terasa lebih indah jika kesatuan dan kebersamaan umat sungguh tampak saat mereka bernyanyi.
Sumber: http://archdioceseofmedan.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=357%3Amakna-nyanyian&catid=1%3Aartikel-terbaru&Itemid=1