Selasa, 08 Oktober 2019

Ritus Penutup : Cukup Singkat Saja

Print Friendly and PDF

Ritus Penutup mulai digelar setelah Doa Sesudah Komuni usai. Imam duduk di kursinya. Sementara seorang petugas menuju tempat khusus untuk membacakan pengumuman. Ia membuka dengan kalimat: “Mohon perhatian Anda untuk beberapa pengumuman berikut ini.” Mungkin sebagian besar umat tidak lagi serius menyimak apa saja yang dibacakannya.

Dalam PUMR no 90 bagian pertama dari Ritus Penutup itu disebut “[a] amanat singkat”. Unsur ini ternyata tidak wajib, hanya “kalau diperlukan” (si necessariae sint) boleh diadakan. Ini adalah unsur baru dalam Misa Romawi. Tujuannya untuk meningkatkan partisipasi yang sadar, aktif, dan berbuah bagi umat. Terutama untuk kehidupan sehari-hari yang mengambil sumber dan puncaknya dalam Ekaristi Suci.

Tiga unsur lain yang harus ada ialah “[b] salam dan berkat imam, yang pada hari-hari dan kesempatan tertentu disemarakkan dengan berkat meriah atau dengan doa untuk umat, [c] pengutusan umat oleh diakon atau imam, [d] penghormatan altar: imam dan diakon mencium altar; kemudian mereka bersama para pelayan yang lain membungkuk khidmat ke arah altar.” Kali ini yang kita bahas hanya bagian pertama dulu.

Amanat, pengumuman
Istilah “amanat singkat” merupakan terjemahan dari breves notitiae (Latin). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “amanat” berarti “pesan, perintah, keterangan, atau wejangan” yang diberikan “dari atas” (pemimpin, penguasa, pemerintah). Maka dalam pengertian ini, amanat pun biasa disampaikan oleh imam selebran. Padahal yang dimaksudkan sejatinya adalah suatu “pengumuman singkat” tentang hal-hal yang perlu diketahui (notitiae) demi kepentingan umat atau Gereja setempat.

Mungkin kesempatan boleh memberi “amanat” itu telah disalahpahami juga, sehingga ada imam yang menyampaikan lagi wejangan panjang. Bagaikan homili jilid kedua atau malah ketiga. Begitulah yang tak jarang masih terjadi. Umat pun menjadi gelisah, mungkin karena sudah “kenyang” dijejali kata-kata, atau karena ingin segera beracara lagi seusai Misa.

Jika melihat praktik yang sudah lazim itu, maka bagian awal Ritus Penutup ini dapat saja diisi dengan dua hal, yakni amanat oleh imam dan pengumuman. Salah satu atau semuanya dapat diadakan untuk umat. Namun, keduanya juga bisa ditiadakan karena keduanya bukan keharusan.

Ringkas, singkat
Amanat yang panjang sering kali tak sesuai dengan harapan umat. Sebaiknya berhemat kata saja. Imam perlu merumuskan pesan atau mengingatkan kembali pokok gagasan dari homili dalam beberapa kalimat sederhana yang mudah diingat umat. Lebih indah lagi jika mampu memilih kata-kata yang bernas dan merangkainya secara ringkas.

Demikian juga dengan isi pengumuman, sebaiknya tidak terlalu banyak. Terutama diwartakan halhal yang berkaitan dengan kehidupan menggereja dan paling perlu diketahui oleh umat. Bahkan juga tentang sesuatu yang diharapkan dari umat agar memberitahukan keadaan tertentu kepada petugas Gereja, misalnya tentang status bebas dari umat yang akan menikah.

Berita-berita yang tak terlalu penting dan tak menjangkau seluruh umat dapat dimuat di media lain yang bisa diakses umat. Misalnya, pada papan pengumuman di luar gereja atau dalam buletin/majalah paroki. Lebih baik membatasi isi pengumuman, daripada memangkas ayat-ayat Mazmur Tanggapan yang sepatutnya dipertahankan keutuhannya, atau bagian ritual lain yang mestinya lebih diutamakan.

Unsur ini bisa membuat Ritus Penutup berlangsung lama. Padahal sudah diingatkan supaya “singkat” saja. Godaan untuk menjadikannya seperti saat jeda dan mengisinya dengan sambutan-sambutan formalistis pada peristiwa khusus dapat mengaburkan makna Ritus itu sendiri. Kita perlu bergegas pergi, memasuki kembali dunia dan menyapa sesama, untuk melaksanakan perintah Allah yang sudah digaungkan sejak awal Misa.

Christophorus H. Suryanugraha OSC

[http://www.hidupkatolik.com]

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP