Makna Bagian Tuhan Kasihanilah Kami Dalam Misa
Dalam bagian pernyataan tobat terdapat dua cara pemakaian Tuhan/Kristus, kasihanilah kami. Cara pertama digunakan setelah absolusi untuk meneruskan bagian ‘Saya Mengaku’. Cara kedua untuk menggantikan ‘Saya Mengaku’ dengan tambahan tiga ayat ungkapan bersifat kristologis yang masing-masing mendahului seruan ini. Apa makna seruan ini dan bagaimana pula memperlakukannya?
Pujian-permohonan
Tuhan, kasihanilah kami adalah terjemahan dari bahasa Yunani: Kyrie eleison. Seruan biblis yang senada dapat ditemukan dalam Mazmur 6:3; 40:5, Yesaya 33;2, atau Matius 9:27. Selain dalam tradisi teks liturgis tobat, seruan yang amat akrab bagi umat ini juga sering digunakan dalam doa litani atau permohonan.
Sebutan Tuhan dan Kristus menunjuk pada diri Yesus. Gelar kemaharajaan dan kejayaan yang diberikan kepada Yesus telah diungkapkan Paulus dalam Filipi 2:11: ”… dan segala lidah mengaku: ’Yesus Kristus adalah Tuhan’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” Maka, bagian pertama dari seruan ini merupakan pujian kepada Tuhan Yesus Kristus.
Setelah menyampaikan pujian, kita pun memohonkan kerahiman dan belas kasih seperti terungkap dalam bagian kedua seruan ini: kasihanilah kami. Tuhan yang Maharahim kita yakini akan kembali bermurah hati mengasihani dan mengampuni kita. Dia tidak memperhitungkan kesalahan dan dosa kita. Kerahiman Allah Bapa memang tampak dalam diri Yesus Kristus dan juga dalam karya Roh Kudus.
Seruan yang mengandung kesatuan makna antara pujian dan permohonan ini merupakan bentuk perkembangan suatu pernyataan tobat. Jika kita simak teks tradisional Madah Kemuliaan (Gloria), akan terasa pula bahwa di dalamnya juga terkandung dua makna ini. Seringkali kita perlu memuji-muji dulu sebelum akhirnya menyatakan maksud sesungguhnya, yakni meminta sesuatu. Merayu Tuhan? Boleh-boleh saja, asal tahu diri dan sopan.
Cara dan oleh siapa
Seruan ini biasa diucapkan atau dilagukan dengan cara pengulangan: Tuhan… dua kali, Kristus… dua kali, dan lagi Tuhan… dua kali. Pada umumnya masing-masing seruan diulang satu kali. Namun, berhubung dengan kreativitas bahasa setempat, dengan kemungkinan lagu atau pun sifat pesta dari Misa, seruan ini boleh diulang-ulang lebih banyak.
Meskipun teks ini menyapa langsung Yesus, namun tidak diperhitungkan sebagai teks doa presidensial alias tak dikhususkan bagi pemimpin. Maka, sesudah diserukan imam selebran, jemaat pun mengulanginya. Bahkan, boleh dibawakan langsung oleh seluruh jemaat, atau paduan suara saja, atau paduan suara/solis bergantian dengan jemaat (PUMR 52). Teks ini memang lebih tepat disebut sebagai milik jemaat.
Kalau dibawakan sebagai bagian pernyataan tobat, setiap seruan didahului ayat yang sesuai. Ayat-ayat itu ditujukan kepada Yesus Kristus dan tentang peristiwa atau karya-Nya, bukan pemaparan keluhan atau situasi kedosaan umat. Contoh yang benar, misalnya: Tuhan Yesus Kristus, Engkau diutus menyembuhkan orang yang remuk redam hatinya. Bukan seperti ini: Tuhan, pandanglah kami, orang yang berdosa dan tak pantas ini.
Buku Ordo Missae yang berbahasa Latin masih memuat seruan ini dalam bahasa Yunani: Kyrie/Christe eleison. Tidak diterjemahkan dalam bahasa Latin, bahasa utama buku itu. Tentu ada maksudnya, yakni untuk merawat tradisi asali kuno dan menjaga kesinambungan pengungkapan yang sama, bahkan sama dengan yang masih digunakan dengan Gereja Timur. Maka, hendaknya jemaat pun tetap dibiasakan menyerukannya dalam bahasa asli itu, selain dalam bahasa setempat.
Penulis: Pastor Christophorus H. Suryanugraha OSC
www.hidupkatolik.com
Pujian-permohonan
Tuhan, kasihanilah kami adalah terjemahan dari bahasa Yunani: Kyrie eleison. Seruan biblis yang senada dapat ditemukan dalam Mazmur 6:3; 40:5, Yesaya 33;2, atau Matius 9:27. Selain dalam tradisi teks liturgis tobat, seruan yang amat akrab bagi umat ini juga sering digunakan dalam doa litani atau permohonan.
Sebutan Tuhan dan Kristus menunjuk pada diri Yesus. Gelar kemaharajaan dan kejayaan yang diberikan kepada Yesus telah diungkapkan Paulus dalam Filipi 2:11: ”… dan segala lidah mengaku: ’Yesus Kristus adalah Tuhan’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!” Maka, bagian pertama dari seruan ini merupakan pujian kepada Tuhan Yesus Kristus.
Setelah menyampaikan pujian, kita pun memohonkan kerahiman dan belas kasih seperti terungkap dalam bagian kedua seruan ini: kasihanilah kami. Tuhan yang Maharahim kita yakini akan kembali bermurah hati mengasihani dan mengampuni kita. Dia tidak memperhitungkan kesalahan dan dosa kita. Kerahiman Allah Bapa memang tampak dalam diri Yesus Kristus dan juga dalam karya Roh Kudus.
Seruan yang mengandung kesatuan makna antara pujian dan permohonan ini merupakan bentuk perkembangan suatu pernyataan tobat. Jika kita simak teks tradisional Madah Kemuliaan (Gloria), akan terasa pula bahwa di dalamnya juga terkandung dua makna ini. Seringkali kita perlu memuji-muji dulu sebelum akhirnya menyatakan maksud sesungguhnya, yakni meminta sesuatu. Merayu Tuhan? Boleh-boleh saja, asal tahu diri dan sopan.
Cara dan oleh siapa
Seruan ini biasa diucapkan atau dilagukan dengan cara pengulangan: Tuhan… dua kali, Kristus… dua kali, dan lagi Tuhan… dua kali. Pada umumnya masing-masing seruan diulang satu kali. Namun, berhubung dengan kreativitas bahasa setempat, dengan kemungkinan lagu atau pun sifat pesta dari Misa, seruan ini boleh diulang-ulang lebih banyak.
Meskipun teks ini menyapa langsung Yesus, namun tidak diperhitungkan sebagai teks doa presidensial alias tak dikhususkan bagi pemimpin. Maka, sesudah diserukan imam selebran, jemaat pun mengulanginya. Bahkan, boleh dibawakan langsung oleh seluruh jemaat, atau paduan suara saja, atau paduan suara/solis bergantian dengan jemaat (PUMR 52). Teks ini memang lebih tepat disebut sebagai milik jemaat.
Kalau dibawakan sebagai bagian pernyataan tobat, setiap seruan didahului ayat yang sesuai. Ayat-ayat itu ditujukan kepada Yesus Kristus dan tentang peristiwa atau karya-Nya, bukan pemaparan keluhan atau situasi kedosaan umat. Contoh yang benar, misalnya: Tuhan Yesus Kristus, Engkau diutus menyembuhkan orang yang remuk redam hatinya. Bukan seperti ini: Tuhan, pandanglah kami, orang yang berdosa dan tak pantas ini.
Buku Ordo Missae yang berbahasa Latin masih memuat seruan ini dalam bahasa Yunani: Kyrie/Christe eleison. Tidak diterjemahkan dalam bahasa Latin, bahasa utama buku itu. Tentu ada maksudnya, yakni untuk merawat tradisi asali kuno dan menjaga kesinambungan pengungkapan yang sama, bahkan sama dengan yang masih digunakan dengan Gereja Timur. Maka, hendaknya jemaat pun tetap dibiasakan menyerukannya dalam bahasa asli itu, selain dalam bahasa setempat.
Penulis: Pastor Christophorus H. Suryanugraha OSC
www.hidupkatolik.com