Senin, 30 September 2019

Homili Ibadat Tirakatan:
Berpulang ke Rumah Bapa

Print Friendly and PDF

Bacaan I: 2Kor.5:1,6-10
Bacaan Injil: Yoh.14:1-6

Pembuka
Sidang duka yang terkasih dalam Tuhan. Saat ini kita berkumpul dan hadir di rumah duka berdoa untuk yang pergi dan yang memungkinkan kita berhenti sejenak memaknai kehidupan kita. Sebagai orang yang beriman akan Kristus kita sepantasnya bersyukur karena salah seorang yang kita cintai telah dibebaskan Tuhan dari belenggu kehidupan dunia.

Kita bersyukur karena Tuhan yang telah mengutus Saudara kita ke tengah kita, ke tengah keluarga, ke tengah persaudaraan komunitas, dan ke tengah masyarakat, kini dipanggil pulang sesuai dengan batas waktu yang dijatahkan kepada almarhum. Almarhum dalam perjalanan mudik ke rumah Bapa. Kita berkumpul untuk melancarkan perjalanannya ke rumah Bapa dengan doa-doa kita. Kita berdoa dan berpengharapan Kristus sendiri menghantarnya ke dalam rumah Bapa. Kita awali doa dan syukur kita dengan mengakui kesalahan kita. Saya mengaku …

Renungan
Ada banyak kata yang kita kenal dan kita gunakan kalau ada orang yang meninggal. Ada kata meninggal, tewas, ada kata, mati, ada mangkat, ada kata gugur, ada kata wafat dan ada kata berpulang. Dalam konteks kita sebagai orang beriman tentu kita bisa dan harus bisa memilih kata yang pas. Kata apa yang lebih tepat? Saya memilih kata ”Berpulang” dan bukan mati atau meninggal. Mengapa? Karena kata-kata itu tidak bisa dikaitkan dengan iman apalagi menggambarkan harapan. Mati bermakna berakhirnya kehidupan, meninggal bermakna tinggalkan dunia.

Lain halnya dengan kata Berpulang, karena dalam kata berpulang ada muatan iman dan harapan. Berpulang berarti orang percaya ia pernah pergi dari suatu tempat dan kepergian itu sifatnya sementara karena pada waktunya akan pulang. Berpulang, bagi orang beriman berarti pula orang memiliki alamat rumah yang jelas. Pulang, berpulang adalah kata yang hanya bisa dipakai oleh orang yang mempunyai rumah. Pulang tidak akan dipakai oleh para gelandangan yang tidak mempunyai rumah. Setelah perayaan ini kita akan pulang dalam pengertian fisik karena tadi kita datang dari rumah kita.

Firman Tuhan yang kita dengarkan dari surat Paulus untuk jemaat Korintus dan penggalan injil Yohanes pada dasarnya berbicara tentang persoalan pulang dan berpulangnya manusia beriman. Mengapa orang beriman berpulang? Jawabannya karena di dunia manusia tidak mempunyai rumah abadi bagi jiwanya. Paulus membahasakannya secara tepat dengan memilih kata kemah dan bukan rumah. Paulus berbicara tentang kemah sedangkan Yesus berbicara tentang rumah dan bukan kemah. Di sini jelas Paulus membahasakan kesementaraan hidup fisik di dunia sedangkan Yesus membahaskan keabadian hidup jiwa di alam baka.

Kemah dan rumah sama-sama bermakna tempat tinggal tetapi ada perbedaan mendasar antara kemah dan rumah. Kemah gambaran kesementaraan yang tidak sempurna sedangkan rumah menggambarkan keabadian yang sempurna dan tetap. Saya tidak tahu apakah saudara/i yang membeli alkitab edisi paling akhir menemukan rumusan baru untuk surat Paulus tadi. Apakah kata kemah sudah diganti dengan kata biara, rumah, hotel, istana, vila, apartemen? Saya yakin belum ada yang menggantikan itu. Itu artinya semua biara, rumah, hotel, apartemen, istana, vila yang dibangun manusia di bumi semewah dan semahal apa pun itu semua disebut kemah.

Dari sini jelas sekali pesannya untuk kita bahwa hidup dan kehidupan kita hanya kemah bukan rumah. Karena kehidupan kita hanya sebuah kemah, maka kita masih berpengharapan untuk mendapatkan rumah dan rumah itu sudah ada sebelum manusia, kita datang dan mendirikan kemah di dunia. Yesus sendiri meneguhkan pengharapan kita karena Dia menegaskan suatu rahasia besar bahwa di rumah Bapa tersedia tempat kediaman yang kekal bagi yang percaya. Rumah kita yang percaya hanya ada di dunia seberang. Yang kita tempati di dunia sekarang hanyalah kemah. Karena hidup kita hanya sebuah perkemahan maka tidak ada alasan bagi kita untuk menjadikan dunia sebagai istana kita.

Kalau kita berbicara tentang orang pulang maka kita tidak mungkin menghindari penggunaan kata jalan. Ketika manusia berpindah dari kemah di dunia menuju rumah di surga manusia berpeluang tersesat bukan saja karena terlalu lama di dunia tetapi terlebih karena di dunia manusia menggali jalannya sendiri sesuai dengan keinginan duniawinya. Sekali lagi suatu berita besar disampaikan Yohanes dalam injilnya bahwa kita mempunyai seorang penunjuk jalan bahkan sekaligus menjadi satu-satunya jalan yang harus kita lalui. Yesus adalah jalan tol, jalan bebas hambatan bagi setiap orang percaya. Memilih jalan lain berarti siap menerima risiko tersesat dan tidak akan sampai ke rumah Bapa.

Dalam bahasa populer Pulang kita sebut mudik. Dan kalau kita berbicara tentang mudik maka tentu itu hanya berlaku sementara sedangkan berpulang adalah mudik abadi. Sering kita dengar cerita orang yang mudik untuk keperluan tertentu. Cukup repot mencari tiket jika keperluan mendadak, apalagi kalau sedang masa mudik. Tiket menjadi sangat mahal. Akhirnya berapapun mahalnya tetap dibeli juga.

Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa urusan pulang untuk orang hidup itu mahal. Urusan pulang orang hidup itu merepotkan karena harus mencari tiket, harus berhadapan dengan para calo tiket yang mencari kesempatan untuk memeras calon penumpang. Beda dengan urusan pulang orang yang berpulang. Tiketnya sudah dan selalu berstatus oke semenjak mulai berkemah di bumi, keberangkatan pasti, tujuannya juga jelas. Tiket untuk orang berpulang itu urusan Tuhan. Yang bisa kita lakukan hanya berdoa agar kepulangan orang yang kita cintai memberi pelajaran bagi kita untuk mengisi masa perkemahan di dunia dengan hal yang baik. Dalam iman kita percaya bahwa almahum akan dijemput dan diantar Yesus menuju kediaman abadi. Amin.

Sumber: http://renunganlentera.blogspot.com/2014/06/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP