Ciri-Ciri Pelayanan Gereja
Yesus menyuruh para murid-Nya selalu bersikap sebagai “yang paling rendah dari semua dan sebagai pelayan dari semua” (Mrk 9:35). Ia sendiri memberikan teladan, serta menerangkan bahwa demikianlah kehendak Bapa (lih. Yoh 4:34). Pelayanan Gereja pun mempunyai dasar dalam ketaatan kepada Bapa. Firman Tuhan yang pertama dan utama berbunyi: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Mat 22:37-39). Sikap iman yang radikal itu dinyatakan dalam pelayanan kepada sesama, sebab hukum yang kedua, yakni cinta kepada sesama, oleh Yesus disebut sama dengan yang pertama. Oleh karena itu pelayanan Kristiani tidak berdasarkan belaskasihan atau ketaatan kepada pemerintah, melainkan berdasarkan hormat terhadap Allah Pencipta, yang membuat manusia sesuai dengan citra-Nya sendiri. Ciri pelayanan yang pertama ialah ciri religiusnya.
Ciri yang kedua ialah kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru: “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian tampil sebagai murid-murid-Ku” (Yoh 15:8). Dengan sikap pelayanan Kristus, Gereja menyatakan diri sebagai murid Kristus. Ciri religius pelayanan secara konkret ialah ciri Kristiani, dan menimba kekuatannya dari suri-teladan Kristus. Demikianlah, pelayanan mulai di dalam Gereja sendiri, yang dalam Kristus merupakan satu tubuh dengan banyak anggota, yang saling membutuhkan dan melayani (lih. 1Kor 12:31).
Ciri ketiga ialah mengambil bagian dalam sengsara dan penderitaan Kristus, yang tetap senasib dengan semua orang yang menderita. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku” (Mat 25:40 dsj.). Kristus itu saudara semua orang, khususnya mereka yang malang dan miskin. Maka pelayanan Gereja tertuju terutama kepada mereka yang paling membutuhkan perhatian dan pelayanan. Ketika Yesus berbicara mengenai penderitaan-Nya, yang akan dialami di Yerusalem, Petrus tidak mau menerima itu. Lalu Yesus menjawab, “Enyahlah iblis. Engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mat 16:23). Dengan sepenuh hati Gereja akan melibatkan diri dalam segala usaha yang ingin membebaskan manusia dari kemiskinan dan penderitaan. Dengan demikian Gereja tidak pernah akan menyangkal bahwa penderitaan, dan terutama orang yang menderita mempunyai nilai tinggi, biarpun secara ekonomis tidak menguntungkan bagi masyarakat. Pelayanan Gereja kadang-kadang memang “tidak berguna”, selain mengungkapkan penghargaan terhadap pribadi orang.
Masih ada ciri keempat dan yang mungkin paling penting, yakni kerendahan hati. Gereja tidak (boleh) membanggakan pelayanannya, bahkan seringkali harus mengakui dirinya sebagai “hamba tidak berguna” (Luk 17:10). Kerendahan hati ini pun bukan sesuatu yang amat istimewa atau tanda kesucian, melainkan sikap realistis yang mengakui keterbatasan segala usaha manusia, termasuk pelayanan Gereja. Dalam pelayanannya Gereja tidak memainkan peranan Tuhan, dan juga tidak berusaha memperbaiki “kekurangan-kekurangan” yang ada dalam ciptaan. Pelayanan Gereja ialah menerima dunia dan manusia seadanya, dan berusaha menghayati sikap Kristus di hadapan sesama.
Sumber: https://pendalamanimankatolik.com/ciri-ciri-pelayanan-gereja/
Ciri yang kedua ialah kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan Guru: “Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian tampil sebagai murid-murid-Ku” (Yoh 15:8). Dengan sikap pelayanan Kristus, Gereja menyatakan diri sebagai murid Kristus. Ciri religius pelayanan secara konkret ialah ciri Kristiani, dan menimba kekuatannya dari suri-teladan Kristus. Demikianlah, pelayanan mulai di dalam Gereja sendiri, yang dalam Kristus merupakan satu tubuh dengan banyak anggota, yang saling membutuhkan dan melayani (lih. 1Kor 12:31).
Ciri ketiga ialah mengambil bagian dalam sengsara dan penderitaan Kristus, yang tetap senasib dengan semua orang yang menderita. “Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku” (Mat 25:40 dsj.). Kristus itu saudara semua orang, khususnya mereka yang malang dan miskin. Maka pelayanan Gereja tertuju terutama kepada mereka yang paling membutuhkan perhatian dan pelayanan. Ketika Yesus berbicara mengenai penderitaan-Nya, yang akan dialami di Yerusalem, Petrus tidak mau menerima itu. Lalu Yesus menjawab, “Enyahlah iblis. Engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mat 16:23). Dengan sepenuh hati Gereja akan melibatkan diri dalam segala usaha yang ingin membebaskan manusia dari kemiskinan dan penderitaan. Dengan demikian Gereja tidak pernah akan menyangkal bahwa penderitaan, dan terutama orang yang menderita mempunyai nilai tinggi, biarpun secara ekonomis tidak menguntungkan bagi masyarakat. Pelayanan Gereja kadang-kadang memang “tidak berguna”, selain mengungkapkan penghargaan terhadap pribadi orang.
Masih ada ciri keempat dan yang mungkin paling penting, yakni kerendahan hati. Gereja tidak (boleh) membanggakan pelayanannya, bahkan seringkali harus mengakui dirinya sebagai “hamba tidak berguna” (Luk 17:10). Kerendahan hati ini pun bukan sesuatu yang amat istimewa atau tanda kesucian, melainkan sikap realistis yang mengakui keterbatasan segala usaha manusia, termasuk pelayanan Gereja. Dalam pelayanannya Gereja tidak memainkan peranan Tuhan, dan juga tidak berusaha memperbaiki “kekurangan-kekurangan” yang ada dalam ciptaan. Pelayanan Gereja ialah menerima dunia dan manusia seadanya, dan berusaha menghayati sikap Kristus di hadapan sesama.
Sumber: https://pendalamanimankatolik.com/ciri-ciri-pelayanan-gereja/