Apa Itu Tradisi?
Tradisi merupakan bagian yang amat penting dalam Gereja Katolik. Kata 'tradisi' dapat dijelaskan sebagai: meneruskan informasi, kepercayaan serta kebiasaan-kebiasaan, baik dengan kata-kata ataupun dengan teladan hidup dari satu generasi ke generasi lainnya tanpa petunjuk tertulis. Dengan kata lain, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai dari satu generasi diwariskan kepada generasi berikutnya.
Ketika kita remaja, kita sering berontak melawan tradisi, karena kita ingin membentuk kebiasaan-kebiasaan serta nilai-nilai kita sendiri. Namun demikian, kita harus ingat bahwa tradisi-tradisi diwariskan kepada kita karena tradisi-tradisi tersebut bermanfaat. Mereka memberikan hasil nyata di masa lampau dan ada unsur baik yang terkandung di dalamnya.
Coba bayangkan sebuah kereta api. Kereta api tidak memiliki kemudi. Memang kereta api tidak memerlukan kemudi karena ia melaju pada rel kereta api yang telah dipasang sebelumnya. Kalian naik kereta api dan tahu bahwa kalian akan tiba di tempat yang kalian tuju, karena relnya menuju ke sana. Masinis hanya dapat mengarahkan kereta apinya pada dua arah, yaitu maju atau mundur. Jadi, pada akhirnya kalian akan tiba di tempat yang kalian tuju atau kembali ke tempat semula.
Dalam Gereja Katolik ada dua pedoman: Kitab Suci dan Tradisi. Kitab Suci sendiri berawal dari tradisi bangsa Yahudi (Perjanjian Lama) dan tradisi Para Rasul Yesus (Perjanjian Baru).
Tradisi Gereja berasal dari pengalaman gereja Katolik selama 2000 tahun. Para Bapa Gereja mencermati pengalaman-pengalaman tersebut dan menetapkan peraturan-peraturan serta ajaran-ajaran yang terbukti telah membantu umat Katolik menghadapi permasalahan hidup. Peraturan serta ajaran tersebut telah memberikan hasil yang baik di masa lampau dan tetap demikian hingga kini.
Namun demikian, ada juga keterbatasan Tradisi. Jika kita membayangkan contoh tentang sebuah kereta api yang melaju pada relnya, kita dapat membayangkan juga orang-orang yang hidup di luar “rel kereta api”. Kebutuhan-kebutuhan serta masalah-masalah mereka perlu kita pikirkan juga. Tradisi perlu disesuaikan agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru serta orang-orang baru. Tradisi jangan sampai disingkirkan - tetapi disesuaikan.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
Ketika kita remaja, kita sering berontak melawan tradisi, karena kita ingin membentuk kebiasaan-kebiasaan serta nilai-nilai kita sendiri. Namun demikian, kita harus ingat bahwa tradisi-tradisi diwariskan kepada kita karena tradisi-tradisi tersebut bermanfaat. Mereka memberikan hasil nyata di masa lampau dan ada unsur baik yang terkandung di dalamnya.
Coba bayangkan sebuah kereta api. Kereta api tidak memiliki kemudi. Memang kereta api tidak memerlukan kemudi karena ia melaju pada rel kereta api yang telah dipasang sebelumnya. Kalian naik kereta api dan tahu bahwa kalian akan tiba di tempat yang kalian tuju, karena relnya menuju ke sana. Masinis hanya dapat mengarahkan kereta apinya pada dua arah, yaitu maju atau mundur. Jadi, pada akhirnya kalian akan tiba di tempat yang kalian tuju atau kembali ke tempat semula.
Dalam Gereja Katolik ada dua pedoman: Kitab Suci dan Tradisi. Kitab Suci sendiri berawal dari tradisi bangsa Yahudi (Perjanjian Lama) dan tradisi Para Rasul Yesus (Perjanjian Baru).
Tradisi Gereja berasal dari pengalaman gereja Katolik selama 2000 tahun. Para Bapa Gereja mencermati pengalaman-pengalaman tersebut dan menetapkan peraturan-peraturan serta ajaran-ajaran yang terbukti telah membantu umat Katolik menghadapi permasalahan hidup. Peraturan serta ajaran tersebut telah memberikan hasil yang baik di masa lampau dan tetap demikian hingga kini.
Namun demikian, ada juga keterbatasan Tradisi. Jika kita membayangkan contoh tentang sebuah kereta api yang melaju pada relnya, kita dapat membayangkan juga orang-orang yang hidup di luar “rel kereta api”. Kebutuhan-kebutuhan serta masalah-masalah mereka perlu kita pikirkan juga. Tradisi perlu disesuaikan agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru serta orang-orang baru. Tradisi jangan sampai disingkirkan - tetapi disesuaikan.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com