Kisah Hidup dan Pertobatan Santa Caecilia
Caecilia adalah seorang anak perempuan yang lahir pada zaman kekaisaran Romawi. Orang tuanya merupakan bangsawan Romawi. Maka dari itu, kehidupannya akrab dengan harta yang berlimpah dan gaun-gaun yang indah. Pada mulanya Caecilia dan keluarganya adalah orang-orang kafir. Namun Caecilia akhirnya sadar dan dengan tekad di dalam dirinya, ia pun menjadi Katolik dan percaya pada keselamatan Tuhan. Ia menjadi satu-satunya yang dibaptis di dalam keluarganya. Selain itu, ia juga diizinkan untuk berdoa dan mengikuti perayaan ekaristi.
Dengan masuk sebagai anggota Gereja Katolik, hidupnya kini berubah. Ia lebih memilih untuk menggubakan baju-baju kasar daripada gaun-gaun indah yang banyak digunakan anak bangsawan pada umumnya. Hampir setiap hari pula Caecilia membawa Kitab Suci yang disembunyikan di bawah bajunya karena memang bertentangan dengan aturan yang ada pada zaman tersebut. Bahkan Caecilia telah memilih dan mempersembahkan hidupnya kepada Yesus. Ia bertekad untuk tidak menikah dengan siapapun karena ia memilih Yesus sebagai pengantin seumur hidupnya.
Pada suatu ketika ayah Caecilia menjodohkannya dengan seorang pemuda yang baik, yaitu Valerianus. Caecilia amat mengagumi sosok pemuda tersebut, tetapi sayangnya Valerianus adalah seorang kafir atau penyembah berhala yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Hal ini menjadi sebuah tantangan besar dalam hidup Caecilia untuk tetap terus mempertahankan tekadnya.
Akhirnya pesta pernikahan pun dilangsungkan. Semua tamu undangan dan keluarga Caecilia bersuka ria dalam acara tersebut. Namun berbeda dengan Caecilia yang hanya duduk seorang diri. Ia melambungkan mazmur kepada Tuhan dan berdoa untuk meminta pertolongan serta kekuatan dalam menghadapi tantangan ini. Ia tidak mau mengingkari tekad dan janjinya untuk terus mengabdi seumur hidupnya kepada Yesus Kristus.
Pada malam pernikahannya, tinggallah mereka berdua sendiri, Caecilia dan Valerianus. Cecilia ingin terus memegang janjinya untuk hidup suci dan murni bagi Tuhan. Ia berkata kepada Valerianus, “Temanku, aku memiliki suatu rahasia yang ingin aku katakan padamu. Namun engkau harus berjanji bahwa engkau tak akan menyampaikannya kepada siapapun.”
Valerian pun tertarik untuk mendengarkan dan secara hikmat berjanji bahwa ia akan menjaga rahasia tersebut. “Ketahuilah bahwa aku memiliki seorang malaikat Allah yang menjagaku. Jika kamu menyentuh aku di dalam perkawinan ini karena terdorong oleh nafsu semata, malaikatku akan marah dan kamu akan menderita. Namun sebaliknya, bila engkau mencintai aku dengan cinta yang murni serta mempertahankan keperawananku, maka ia juga akan mencintai engkau sebagaimana engkau mencintai aku, serta melimpahkan ke atasmu apa yang baik yang engkau kehendaki.”
Meskipun Valerianus adalah seorang kafir, tetapi hatinya sangatlah lembut dan peka. Mendengar perkataan istrinya itu, ia pun berkata, “Tunjukkanlah kepadaku malaikatmu. Jika ia datang dari Tuhan, aku akan mengabulkan permintaanmu.” Kemudian Caecilia menjawab, “Jika engkau percaya kepada Allah yang satu serta menerima air pembaptisan, maka engkau akan melihat dan bertemu dengan malaikat penjagaku itu.”
Mendengar perkataan istrinya, Valerianus menjadi sangat terkesan oleh iman kekristenan yang telah dimiliki Caecilia. Segera ia pergi untuk menemui Uskup Urbanus. Urbanus menerimanya dengan tangan terbuka dan sangat gembira. Ia membantu Valerianus untuk memahami ajaran Kristus. Bahkan doa Urbanus yang panjang dan indah dapat menyentuh batin Valerianus secara amat mendalam. Valerianus pun akhirnya meminta untuk dibaptis olehnya. Setelah Valerianus mengucapkan pengakuan iman Kristiani, ia pun kemudian pulang ke rumah untuk kembali menemui Caecilia. Sesampainya di rumah, Valerian dapat melihat malaikat yang menakjubkan di samping istrinya yang sedang berdoa.
Malaikat itu berbicara kepadanya, “Aku mempunyai suatu mahkota bunga untuk kalian masing-masing yang dikirim dari surga. Jika kalian tetap setia kepada Tuhan, aku akan memberikan mahkota penghargaan ini dengan wangi yang semerbak dan surga abadi yang kekal.” Kemudian malaikat itu memahkotai Caecilia dengan bunga mawar dan Valerianus dengan suatu rangkaian bunga bakung berbentuk lingkaran. Keharuman aroma bunga yang semerbak mengisi keseluruhan rumah mereka. Mawar menjadi simbol darah yang akan mereka tumpahkan, suatu lambang rahmat kemartiran yang akan mereka peroleh, sedangkan bunga bakung adalah lambang keperawanan. Kejadian yang menakjubkan tersebut disaksikan juga oleh Tiburtius, saudara Valerianus, yang pada saat itu tinggal satu rumah bersama mereka. Malaikat itu menawarkan pula keselamatan kepada Tiburtius apabila ia mau meninggalkan segala bentuk pemujaan palsu yang dianutnya. Akhirnya Tiburtius pun tergerak dan mulai untuk belajar iman Kristiani dari Caecilia. Cecilia mengisahkan hidup Yesus dengan baik dan begitu indahnya sehingga tidak lama kemudian Tiburtius pun dibaptis.
Pada zaman itu, kekristenan masih dilarang di Roma, tetapi kedua kakak beradik ini, Valerianus dan Tiburtius, banyak melakukan perbuatan baik yang mencerminkan sikap kekristenan. Dengan segala kekayaan yang dimiliki, mereka berjuang membantu para pengikut Kristus yang dianiaya di masa sulit tersebut, serta membantu menguburkan para martir yang telah dibunuh. Akibat kepercayaan barunya kepada Kristus ini, mereka pun ditangkap dan disiksa oleh seorang bernama Almachius, seseorang yang memerintah pada saat itu. Namun, mereka tidak gentar sedikit pun ketika hukuman mati akan diberikan kepada mereka.
Valerianus dan Tiburtius tetap memilih iman kepada Kristus meskipun Almachius menawarkan akan membebaskan mereka jika mereka kembali menyembah kepada dewa-dewa seperti dulu. Dengan yakin, mereka menolak dan pada akhirnya diserahkan untuk dicambuk. Pada akhirnya, mereka dihukum pancung sekitar empat mil jauhnya dari Roma oleh Pagus Triopius.
Caecilia menyaksikan kematian kedua orang terdekatnya itu. Dia menyaksikan kematian orang-orang yang dikasihinya dan ia pun berkata, “Hari ini aku menyambut engkau, saudaraku, karena cinta Tuhan telah membuat engkau menolak berhala.” Setelah kejadian itu, Cecilia mengubah rumah yang ia tempati saat itu menjadi tempat beribadat bagi semua orang. Banyak orang-orang kafir yang akhirnya menjadi murid Kristus karena tergerak oleh perkataan dan cara hidup dari Caecilia. Ketika Paus Urbanus berkunjung ke rumahnya, ia membaptis 400 orang yang pada mulanya adalah orang-orang kafir.
Karena hal inilah, Caecilia harus berhadapan dengan Almachius. Cecilia menerima penyiksaan di dalam rumahnya sendiri. Ia dihukum dan dibakar dalam kobaran api. Namun ajaibnya api itu tidak menghanguskannya sama sekali. Pada akhirnya seorang algojo ditugaskan untuk memenggal kepalanya. Ia menebaskan pedangnya tiga kali ke leher Caecilia. Seketika itu juga Caecilia jatuh ke tanah, tetapi ajaibnya lagi ia tidak meninggal.
Selama tiga hari, ia tergeletak di lantai rumahnya sendiri dan tidak mampu bergerak sama sekali. Para algojo menemukan Cecilia terkapar sambil tersenyum di lantai menerima mahkota kemartirannya. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 177 dan dalam posisi mengacungkan tiga jari dengan tangannya yang satu dan satu jari di tangannya yang lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa di saat kematiannya, Cecilia masih menyatakan imannya kepada Allah sebagai Tritunggal Mahakudus. Paus Urbanus memberkati jenazah Caecilia. Ketika kuburnya dibuka lagi di tahun 1599, ditemukan bahwa tubuhnya masih amat segar dan utuh. Oleh karena cintanya pada Yesus, Gereja Katolik pun memperingati Santa Caecilia setiap tanggal 22 November.
Menurut cerita, tubuh dari Santa Caecilia dikuburkan dalam Katakombe St. Callistus. Sekitar tahun 757, tubuhnya dipindahkan dari Katakombe St. Callistus ke Katakombe Praetextatus oleh Lombard. Di tempat ini juga telah dikubur Valerianus dan Tiburtius. Pemindahan dilakukan untuk menghindari pencurian tubuh dari Santa Caecilia. Pada tahun 817–824, Paus St. Paschal I memindahkan tubuh St. Caecilia beserta Valerianus dan Tiburtius serta seluruh barang peninggalannya ke Gereja Trastevere Roma dan diletakkan pada sebuah altar di dalam gereja tersebut. Gereja ini terkenal dengan nama Gereja St. Caecilia, Trastevere.
Walaupun tidak mempunyai bukti yang cukup akurat, Santa Caecilia pantas dihormati dan diakui sebagai martir karena teladan imannya yang mempersembahkan hidupnya kepada Yesus dan juga tidak segan-segan bersedia untuk mati demi menjadi saksi Kristus. Nilai-nilai yang dapat diteladani dari Santa Caecilia adalah sebagai berikut.
Ia lebih memilih hidup bersama Kristus daripada hidup mewah sebagai bangsawan.
Ia mempersembahkan hidup dan keperawanannya hanya kepada Tuhan.
Berkat teladannya, banyak orang kafir atau penyembah berhala yang menjadi percaya pada Tuhan dan dibaptis, termasuk suami dan adik iparnya.
Meskipun menghadapi tantangan dalam hidupnya, ia tetap memuji Allah dengan bermazmur.
Di hari-hari penyiksaan yang dialaminya, ia tetap bergantung sepenuhnya kepada perlindungan Tuhan sampai menjelang hari kematiannya.
Pertobatan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia bertindak sesuai dengan akal budi yang diberikan oleh Tuhan. Setiap tindakannya mengandung makna dan tujuan tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Namun sayangnya tindakan yang dilakukan oleh manusia belum tentu merupakan tindakan yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Kadangkala manusia melakukan tindakan buruk yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya sehingga tidak sesuai dengan hakikatnya sebagai citra Allah.
Untuk memperbaiki hidupnya dan kembali dalam hidup yang benar serta sesuai kehendak-Nya, manusia memerlukan rasa tobat. Tobat dimaknai sebagai pengubahan hati, pikiran, niat, sikap batin, dan sikap lahiriah manusia. Dalam pertobatan tersebut ada renovatie vitae yang sangat penting. Dengan pertobatan tersebut, dosa manusia, yang merupakan tindakan melanggar, menolak, atau bahkan ingin menyamai Allah, akan dihapuskan.
Kitab Suci merupakan sumber inspirasi bagi manusia dalam menjalankan kehidupan imannya. Bahkan Kitab Suci dianggap sebagai inspired dan inspiring words dalam sakramen rekonsiliasi. Inspired words berarti diilhami oleh Allah sendiri, sedangkan inspiring words berarti dapat menginspirasi atau memberikan informasi kepada umat yang membacanya. Oleh karena itu, manusia yang ingin bertobat sangat dianjurkan untuk membaca dan lebih memaknai isi dari Kitab Suci supaya pertobatannya semakin nyata.
Dalam Perjanjian Lama dijelaskan bahwa manusia ingin bertobat supaya hidupnya selamat dan kembali pada Allah. Pertobatan juga dimaknai sebagai usaha untuk memperbaiki relasi secara vertikal, dengan Allah, dan horisontal, dengan sesama manusia. Sedangkan menurut Perjanjian Baru, orang yang bertobat berarti ia mulai percaya kembali kepada Yesus sebagai penyelamat.
Pertobatan memiliki 3 dimensi yang penting, yaitu dimensi fisik, moral, dan juga iman. Pertobatan dimensi fisik dapat diartikan sikap tobat yang terlihat dari segi fisik, berhubungan dengan tubuh dari manusia. Sedangkan untuk dimensi moral merupakan perubahan moral dari dalam diri para pentobat yang dapat terlihat dalam sikap dan tindakan sehari-hari yang dilakukannya untuk orang lain. Lain halnya dengan pertobatan dimensi iman. Pertobatan ini merupakan pemulihan relasi atau hubungan vertikal, dengan Tuhan. Dapat terlihat dari bertumbuhnya iman serta perwujudan sikap iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari.
Pertobatan yang dialami Santa Caecilia dalam hidupnya merupakan pertobatan yang mencakup 3 dimensi tersebut. Pada mulanya Caecilia dan keluarganya hidup dalam kemewahan di tengah penderitaan dari masyarakat lain. Namun akhirnya ia sadar dan memilih untuk meninggalkan kehidupan mewahnya sebagai anak bangsawan Romawi. Gaun-gaun indah dan gemerlap yang dipakai di keluarganya tidak dipilih olehnya, ia lebih memilih menggunakan baju-baju kasar yang dapat melukai tubuhnya. Dari sini dapat terlihat bahwa Caecilia melakukan pertobatan dalam dimensi fisik.
Untuk pertobatan dimensi moral, dapat terlihat dari usaha Caecilia untuk membuat suaminya, yaitu Valerianus, menjadi percaya akan Tuhan dan menceritakan kisah hidup Yesus kepada Tiburtius, adik Valerianus, yang ingin menjadi seorang Katolik. Selain itu, ia juga berusaha menyebarkan ajaran Katolik kepada orang-orang di sekitarnya dan mengubah tempat tinggalnya menjadi rumah ibadat bagi semua orang. Berkat usahanya tersebut, banyak orang kafir atau penyembah berhala yang akhirnya memilih untuk dibaptis dan menjadi pengikut Yesus Kristus.
Santa Caecilia juga melakukan pertobatan dimensi iman. Banyak sekali perubahan iman yang dialaminya semenjak dibaptis dan menjadi seorang Katolik. Iman akan Kristus tumbuh dengan subur di dalam hati, pikiran, dan hidupnya. Ia sering membawa dan membaca Kitab Suci, padahal hal tersebut dilarang oleh kekaisaran pada saati itu. Ia juga telah bertekad atau berjanji untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dan memilih Yesus sebagai pengantin ilahi seumur hidupnya. Meskipun ayahnya menjodohkan dan menikahkannya dengan Valerianus, Caecilia tetap kuat untuk tidak mengingkari janji tersebut. Ia berdoa kepada Tuhan dengan bermazmur untuk meminta pertolongan dan kekuatan dalam menghadapi tantangan tersebut. Pada akhirnya Caecilia pun berhasil mempertahankan tekadnya berkat iman Katolik yang tumbuh kuat di dalam dirinya.
Banyak sekali nilai keteladanan hidup yang dimiliki Santa Caecilia setelah ia bertobat dan dibaptis menjadi seorang pengikut Kristus. Pertobatan yang dilakukannya tidak sekedar diucapkan, tetapi juga dilakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Fisik, moral, dan iman dari Caecilia berubah menjadi lebih baik. Iman Katolik yang dimiliki Caecilia tidak hanya berguna untuk hidupnya saja, tetapi juga untuk membantu orang lain di sekitarnya. Ia mampu menghadapi semua tantangan yang ada di hadapannya dengan tetap berpegang erat pada cinta kasih dari Tuhan Yesus Kristus.
Sumber:
www.carmelia.net
www.pondokrenungan.com
Dengan masuk sebagai anggota Gereja Katolik, hidupnya kini berubah. Ia lebih memilih untuk menggubakan baju-baju kasar daripada gaun-gaun indah yang banyak digunakan anak bangsawan pada umumnya. Hampir setiap hari pula Caecilia membawa Kitab Suci yang disembunyikan di bawah bajunya karena memang bertentangan dengan aturan yang ada pada zaman tersebut. Bahkan Caecilia telah memilih dan mempersembahkan hidupnya kepada Yesus. Ia bertekad untuk tidak menikah dengan siapapun karena ia memilih Yesus sebagai pengantin seumur hidupnya.
Pada suatu ketika ayah Caecilia menjodohkannya dengan seorang pemuda yang baik, yaitu Valerianus. Caecilia amat mengagumi sosok pemuda tersebut, tetapi sayangnya Valerianus adalah seorang kafir atau penyembah berhala yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Hal ini menjadi sebuah tantangan besar dalam hidup Caecilia untuk tetap terus mempertahankan tekadnya.
Akhirnya pesta pernikahan pun dilangsungkan. Semua tamu undangan dan keluarga Caecilia bersuka ria dalam acara tersebut. Namun berbeda dengan Caecilia yang hanya duduk seorang diri. Ia melambungkan mazmur kepada Tuhan dan berdoa untuk meminta pertolongan serta kekuatan dalam menghadapi tantangan ini. Ia tidak mau mengingkari tekad dan janjinya untuk terus mengabdi seumur hidupnya kepada Yesus Kristus.
Pada malam pernikahannya, tinggallah mereka berdua sendiri, Caecilia dan Valerianus. Cecilia ingin terus memegang janjinya untuk hidup suci dan murni bagi Tuhan. Ia berkata kepada Valerianus, “Temanku, aku memiliki suatu rahasia yang ingin aku katakan padamu. Namun engkau harus berjanji bahwa engkau tak akan menyampaikannya kepada siapapun.”
Valerian pun tertarik untuk mendengarkan dan secara hikmat berjanji bahwa ia akan menjaga rahasia tersebut. “Ketahuilah bahwa aku memiliki seorang malaikat Allah yang menjagaku. Jika kamu menyentuh aku di dalam perkawinan ini karena terdorong oleh nafsu semata, malaikatku akan marah dan kamu akan menderita. Namun sebaliknya, bila engkau mencintai aku dengan cinta yang murni serta mempertahankan keperawananku, maka ia juga akan mencintai engkau sebagaimana engkau mencintai aku, serta melimpahkan ke atasmu apa yang baik yang engkau kehendaki.”
Meskipun Valerianus adalah seorang kafir, tetapi hatinya sangatlah lembut dan peka. Mendengar perkataan istrinya itu, ia pun berkata, “Tunjukkanlah kepadaku malaikatmu. Jika ia datang dari Tuhan, aku akan mengabulkan permintaanmu.” Kemudian Caecilia menjawab, “Jika engkau percaya kepada Allah yang satu serta menerima air pembaptisan, maka engkau akan melihat dan bertemu dengan malaikat penjagaku itu.”
Mendengar perkataan istrinya, Valerianus menjadi sangat terkesan oleh iman kekristenan yang telah dimiliki Caecilia. Segera ia pergi untuk menemui Uskup Urbanus. Urbanus menerimanya dengan tangan terbuka dan sangat gembira. Ia membantu Valerianus untuk memahami ajaran Kristus. Bahkan doa Urbanus yang panjang dan indah dapat menyentuh batin Valerianus secara amat mendalam. Valerianus pun akhirnya meminta untuk dibaptis olehnya. Setelah Valerianus mengucapkan pengakuan iman Kristiani, ia pun kemudian pulang ke rumah untuk kembali menemui Caecilia. Sesampainya di rumah, Valerian dapat melihat malaikat yang menakjubkan di samping istrinya yang sedang berdoa.
Malaikat itu berbicara kepadanya, “Aku mempunyai suatu mahkota bunga untuk kalian masing-masing yang dikirim dari surga. Jika kalian tetap setia kepada Tuhan, aku akan memberikan mahkota penghargaan ini dengan wangi yang semerbak dan surga abadi yang kekal.” Kemudian malaikat itu memahkotai Caecilia dengan bunga mawar dan Valerianus dengan suatu rangkaian bunga bakung berbentuk lingkaran. Keharuman aroma bunga yang semerbak mengisi keseluruhan rumah mereka. Mawar menjadi simbol darah yang akan mereka tumpahkan, suatu lambang rahmat kemartiran yang akan mereka peroleh, sedangkan bunga bakung adalah lambang keperawanan. Kejadian yang menakjubkan tersebut disaksikan juga oleh Tiburtius, saudara Valerianus, yang pada saat itu tinggal satu rumah bersama mereka. Malaikat itu menawarkan pula keselamatan kepada Tiburtius apabila ia mau meninggalkan segala bentuk pemujaan palsu yang dianutnya. Akhirnya Tiburtius pun tergerak dan mulai untuk belajar iman Kristiani dari Caecilia. Cecilia mengisahkan hidup Yesus dengan baik dan begitu indahnya sehingga tidak lama kemudian Tiburtius pun dibaptis.
Pada zaman itu, kekristenan masih dilarang di Roma, tetapi kedua kakak beradik ini, Valerianus dan Tiburtius, banyak melakukan perbuatan baik yang mencerminkan sikap kekristenan. Dengan segala kekayaan yang dimiliki, mereka berjuang membantu para pengikut Kristus yang dianiaya di masa sulit tersebut, serta membantu menguburkan para martir yang telah dibunuh. Akibat kepercayaan barunya kepada Kristus ini, mereka pun ditangkap dan disiksa oleh seorang bernama Almachius, seseorang yang memerintah pada saat itu. Namun, mereka tidak gentar sedikit pun ketika hukuman mati akan diberikan kepada mereka.
Valerianus dan Tiburtius tetap memilih iman kepada Kristus meskipun Almachius menawarkan akan membebaskan mereka jika mereka kembali menyembah kepada dewa-dewa seperti dulu. Dengan yakin, mereka menolak dan pada akhirnya diserahkan untuk dicambuk. Pada akhirnya, mereka dihukum pancung sekitar empat mil jauhnya dari Roma oleh Pagus Triopius.
Caecilia menyaksikan kematian kedua orang terdekatnya itu. Dia menyaksikan kematian orang-orang yang dikasihinya dan ia pun berkata, “Hari ini aku menyambut engkau, saudaraku, karena cinta Tuhan telah membuat engkau menolak berhala.” Setelah kejadian itu, Cecilia mengubah rumah yang ia tempati saat itu menjadi tempat beribadat bagi semua orang. Banyak orang-orang kafir yang akhirnya menjadi murid Kristus karena tergerak oleh perkataan dan cara hidup dari Caecilia. Ketika Paus Urbanus berkunjung ke rumahnya, ia membaptis 400 orang yang pada mulanya adalah orang-orang kafir.
Karena hal inilah, Caecilia harus berhadapan dengan Almachius. Cecilia menerima penyiksaan di dalam rumahnya sendiri. Ia dihukum dan dibakar dalam kobaran api. Namun ajaibnya api itu tidak menghanguskannya sama sekali. Pada akhirnya seorang algojo ditugaskan untuk memenggal kepalanya. Ia menebaskan pedangnya tiga kali ke leher Caecilia. Seketika itu juga Caecilia jatuh ke tanah, tetapi ajaibnya lagi ia tidak meninggal.
Selama tiga hari, ia tergeletak di lantai rumahnya sendiri dan tidak mampu bergerak sama sekali. Para algojo menemukan Cecilia terkapar sambil tersenyum di lantai menerima mahkota kemartirannya. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 177 dan dalam posisi mengacungkan tiga jari dengan tangannya yang satu dan satu jari di tangannya yang lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa di saat kematiannya, Cecilia masih menyatakan imannya kepada Allah sebagai Tritunggal Mahakudus. Paus Urbanus memberkati jenazah Caecilia. Ketika kuburnya dibuka lagi di tahun 1599, ditemukan bahwa tubuhnya masih amat segar dan utuh. Oleh karena cintanya pada Yesus, Gereja Katolik pun memperingati Santa Caecilia setiap tanggal 22 November.
Menurut cerita, tubuh dari Santa Caecilia dikuburkan dalam Katakombe St. Callistus. Sekitar tahun 757, tubuhnya dipindahkan dari Katakombe St. Callistus ke Katakombe Praetextatus oleh Lombard. Di tempat ini juga telah dikubur Valerianus dan Tiburtius. Pemindahan dilakukan untuk menghindari pencurian tubuh dari Santa Caecilia. Pada tahun 817–824, Paus St. Paschal I memindahkan tubuh St. Caecilia beserta Valerianus dan Tiburtius serta seluruh barang peninggalannya ke Gereja Trastevere Roma dan diletakkan pada sebuah altar di dalam gereja tersebut. Gereja ini terkenal dengan nama Gereja St. Caecilia, Trastevere.
Walaupun tidak mempunyai bukti yang cukup akurat, Santa Caecilia pantas dihormati dan diakui sebagai martir karena teladan imannya yang mempersembahkan hidupnya kepada Yesus dan juga tidak segan-segan bersedia untuk mati demi menjadi saksi Kristus. Nilai-nilai yang dapat diteladani dari Santa Caecilia adalah sebagai berikut.
Ia lebih memilih hidup bersama Kristus daripada hidup mewah sebagai bangsawan.
Ia mempersembahkan hidup dan keperawanannya hanya kepada Tuhan.
Berkat teladannya, banyak orang kafir atau penyembah berhala yang menjadi percaya pada Tuhan dan dibaptis, termasuk suami dan adik iparnya.
Meskipun menghadapi tantangan dalam hidupnya, ia tetap memuji Allah dengan bermazmur.
Di hari-hari penyiksaan yang dialaminya, ia tetap bergantung sepenuhnya kepada perlindungan Tuhan sampai menjelang hari kematiannya.
Pertobatan
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia bertindak sesuai dengan akal budi yang diberikan oleh Tuhan. Setiap tindakannya mengandung makna dan tujuan tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Namun sayangnya tindakan yang dilakukan oleh manusia belum tentu merupakan tindakan yang baik dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Kadangkala manusia melakukan tindakan buruk yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya sehingga tidak sesuai dengan hakikatnya sebagai citra Allah.
Untuk memperbaiki hidupnya dan kembali dalam hidup yang benar serta sesuai kehendak-Nya, manusia memerlukan rasa tobat. Tobat dimaknai sebagai pengubahan hati, pikiran, niat, sikap batin, dan sikap lahiriah manusia. Dalam pertobatan tersebut ada renovatie vitae yang sangat penting. Dengan pertobatan tersebut, dosa manusia, yang merupakan tindakan melanggar, menolak, atau bahkan ingin menyamai Allah, akan dihapuskan.
Kitab Suci merupakan sumber inspirasi bagi manusia dalam menjalankan kehidupan imannya. Bahkan Kitab Suci dianggap sebagai inspired dan inspiring words dalam sakramen rekonsiliasi. Inspired words berarti diilhami oleh Allah sendiri, sedangkan inspiring words berarti dapat menginspirasi atau memberikan informasi kepada umat yang membacanya. Oleh karena itu, manusia yang ingin bertobat sangat dianjurkan untuk membaca dan lebih memaknai isi dari Kitab Suci supaya pertobatannya semakin nyata.
Dalam Perjanjian Lama dijelaskan bahwa manusia ingin bertobat supaya hidupnya selamat dan kembali pada Allah. Pertobatan juga dimaknai sebagai usaha untuk memperbaiki relasi secara vertikal, dengan Allah, dan horisontal, dengan sesama manusia. Sedangkan menurut Perjanjian Baru, orang yang bertobat berarti ia mulai percaya kembali kepada Yesus sebagai penyelamat.
Pertobatan memiliki 3 dimensi yang penting, yaitu dimensi fisik, moral, dan juga iman. Pertobatan dimensi fisik dapat diartikan sikap tobat yang terlihat dari segi fisik, berhubungan dengan tubuh dari manusia. Sedangkan untuk dimensi moral merupakan perubahan moral dari dalam diri para pentobat yang dapat terlihat dalam sikap dan tindakan sehari-hari yang dilakukannya untuk orang lain. Lain halnya dengan pertobatan dimensi iman. Pertobatan ini merupakan pemulihan relasi atau hubungan vertikal, dengan Tuhan. Dapat terlihat dari bertumbuhnya iman serta perwujudan sikap iman Katolik dalam kehidupan sehari-hari.
Pertobatan yang dialami Santa Caecilia dalam hidupnya merupakan pertobatan yang mencakup 3 dimensi tersebut. Pada mulanya Caecilia dan keluarganya hidup dalam kemewahan di tengah penderitaan dari masyarakat lain. Namun akhirnya ia sadar dan memilih untuk meninggalkan kehidupan mewahnya sebagai anak bangsawan Romawi. Gaun-gaun indah dan gemerlap yang dipakai di keluarganya tidak dipilih olehnya, ia lebih memilih menggunakan baju-baju kasar yang dapat melukai tubuhnya. Dari sini dapat terlihat bahwa Caecilia melakukan pertobatan dalam dimensi fisik.
Untuk pertobatan dimensi moral, dapat terlihat dari usaha Caecilia untuk membuat suaminya, yaitu Valerianus, menjadi percaya akan Tuhan dan menceritakan kisah hidup Yesus kepada Tiburtius, adik Valerianus, yang ingin menjadi seorang Katolik. Selain itu, ia juga berusaha menyebarkan ajaran Katolik kepada orang-orang di sekitarnya dan mengubah tempat tinggalnya menjadi rumah ibadat bagi semua orang. Berkat usahanya tersebut, banyak orang kafir atau penyembah berhala yang akhirnya memilih untuk dibaptis dan menjadi pengikut Yesus Kristus.
Santa Caecilia juga melakukan pertobatan dimensi iman. Banyak sekali perubahan iman yang dialaminya semenjak dibaptis dan menjadi seorang Katolik. Iman akan Kristus tumbuh dengan subur di dalam hati, pikiran, dan hidupnya. Ia sering membawa dan membaca Kitab Suci, padahal hal tersebut dilarang oleh kekaisaran pada saati itu. Ia juga telah bertekad atau berjanji untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan dan memilih Yesus sebagai pengantin ilahi seumur hidupnya. Meskipun ayahnya menjodohkan dan menikahkannya dengan Valerianus, Caecilia tetap kuat untuk tidak mengingkari janji tersebut. Ia berdoa kepada Tuhan dengan bermazmur untuk meminta pertolongan dan kekuatan dalam menghadapi tantangan tersebut. Pada akhirnya Caecilia pun berhasil mempertahankan tekadnya berkat iman Katolik yang tumbuh kuat di dalam dirinya.
Banyak sekali nilai keteladanan hidup yang dimiliki Santa Caecilia setelah ia bertobat dan dibaptis menjadi seorang pengikut Kristus. Pertobatan yang dilakukannya tidak sekedar diucapkan, tetapi juga dilakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Fisik, moral, dan iman dari Caecilia berubah menjadi lebih baik. Iman Katolik yang dimiliki Caecilia tidak hanya berguna untuk hidupnya saja, tetapi juga untuk membantu orang lain di sekitarnya. Ia mampu menghadapi semua tantangan yang ada di hadapannya dengan tetap berpegang erat pada cinta kasih dari Tuhan Yesus Kristus.
Sumber:
www.carmelia.net
www.pondokrenungan.com