Mengapa Katolik Menggunakan Dupa Pada Saat Ekaristi & Berdoa?
Penggunaan wewangian (dupa) dalam ekaristi adalah merupakan symbol. Adapun pada perjanjian lama, pesan untuk menggunakan dupa datang sendiri dari Allah yang meminta Musa untuk menghormati kehadiranNya dalam kemah pertemuan;
Kel 30:34-37
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kau giling sampai halus, dan sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu. Dan tentang ukupan yang harus kaubuat menurut campuran yang seperti itu juga janganlah kamu buat bagi kamu sendiri; itulah bagian untuk TUHAN, yang kudus bagimu.”
Gereja Katolik percaya bahwa Yesus sebagai penggenapan nubuat perjanjian lama, selalu hadir dalam Tabernakel suci. Oleh karenanya selain dupa digunakan sebagai persembahan penghormatan pada Yesus yang hadir, dupa juga digunakan untuk menciptakan suasana penyembahan terhadap Yesus.
Para Rasul Kristus mengajarkan kita, bahwa pada setiap misa kudus, Kurban Kristus selalu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus pada altar untuk menghadirkan berkat pengudusan umatNya.
Karena makna kurban Kristus tersebut, altar merupakan obyek yang suci dan oleh karenanya, kita melihat diarahkan kepada altar. Dupa juga digunakan sebelum pembacaan Injil , karena Injil merupakan Sabda Allah. Dupa juga diarahkan kepada imam, karena pada ekaristi, imam bertindak atas nama Kristus (Persona Christi). Dupa juga diarahkan kepada umat, karena melalui pembabtisan, setiap umat beriman adalah tempat roh kudus berdiam, serta umat juga diundang untuk mempersatukan doa-doa mereka dengan doa Kristus sendiri (yang diwakilkan imam) kepada Allah Bapa.
Sumber: Katolisitas
Kel 30:34-37
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kau giling sampai halus, dan sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu. Dan tentang ukupan yang harus kaubuat menurut campuran yang seperti itu juga janganlah kamu buat bagi kamu sendiri; itulah bagian untuk TUHAN, yang kudus bagimu.”
Gereja Katolik percaya bahwa Yesus sebagai penggenapan nubuat perjanjian lama, selalu hadir dalam Tabernakel suci. Oleh karenanya selain dupa digunakan sebagai persembahan penghormatan pada Yesus yang hadir, dupa juga digunakan untuk menciptakan suasana penyembahan terhadap Yesus.
Para Rasul Kristus mengajarkan kita, bahwa pada setiap misa kudus, Kurban Kristus selalu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus pada altar untuk menghadirkan berkat pengudusan umatNya.
Karena makna kurban Kristus tersebut, altar merupakan obyek yang suci dan oleh karenanya, kita melihat diarahkan kepada altar. Dupa juga digunakan sebelum pembacaan Injil , karena Injil merupakan Sabda Allah. Dupa juga diarahkan kepada imam, karena pada ekaristi, imam bertindak atas nama Kristus (Persona Christi). Dupa juga diarahkan kepada umat, karena melalui pembabtisan, setiap umat beriman adalah tempat roh kudus berdiam, serta umat juga diundang untuk mempersatukan doa-doa mereka dengan doa Kristus sendiri (yang diwakilkan imam) kepada Allah Bapa.
Sumber: Katolisitas