Misa Latin adalah kekayaan Gereja Katolik
Ketika Paus Fransiskus pertama kali muncul di depan kerumunan massa di Lapangan Santo Petrus tanpa jubah merah pendek sepanjang siku yang menutupi bahu atau mozzetta, sejumlah umat Katolik merasa khawatir keputusan Paus ini melupakan pakaian resmi kepausan akan menghilangan tradisi.
Secara khusus, mereka merasa khawatir dengan Misa Latin Tradisional atau Misa Tridentin, yang kini berada di tangan kepausannya yang tampaknya mengabaikan kemegahan.
Tapi lebih dari setahun setelah ia memimpin Gereja Katolik, Misa Tridentin tampaknya tetap hidup dan berjalan baik.
Beberapa dekade setelah Gereja Katolik tidak merayakan Misa dalam bahasa Latin, pertumbuhan menurun, dalam banyak kasus dimana orang muda tidak berminat.
Pada 5 Agustus empat pria ditahbiskan menjadi imam di Oratorium St. Fransikus de Sales, Gereja St. Louis dikenal karena mempraktekkan liturgi Latin ini.
Komunitas religius itu didirikan di Afrika tahun 1990, secara teratur merayakan gaya Misa tradisional tersebut. Pentahbisan terakhir di AS untuk lembaga itu tahun 2007 dan dua diakon ditahbiskan.
Tahun ini kelompok itu menahbiskan sejumlah orang. Empat orang ditahbiskan awal tahun ini di Italia, dimana lembaga ini berbasis. Mantan Uskup Agung St. Louis Mgr Raymond Burke, salah satu pendukung ritus Latin di kalangan para uskup AS, datang ke Roma untuk memimpin pentahbisan itu.
Mary Kraychy dari Koalisi Mendukung Ecclesia Dei, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Glenview, Illinois., yang mempromosikan Misa Latin, mengatakan dia melihat kelambanan, tapi stabil dalam praktek, dengan lebih dari 400 gereja yang menawarkan liturgi ini.
Organisasi itu menjual buku Misa yang menampilkan teks Misa berbahasa Latin bersama terjemahan bahasa Inggris.
Tahun 1969, Paus Paulus VI menyatakan Gereja harus mengadakan Misa dalam bahasa asli umat, yang menyebabkan Misa Tridentin itu digantikan.
Pada 5 Agustus, Francis Altiere, 32, dan tiga diakon lainnya berlutut di depan Mgr Burke, memegang lilin di tangan kanan mereka. Mereka bersujud di depan altar sementara Mgr Burke berlutut membelakangi umat.
Koor menyanyikan Litani Orang Kudus, berdoa kepada orang-orang kudus, martir dan malaikat untuk perlindungan dan bantuan Tuhan. Pastor Altiere berasal dari Pennsylvania dengan gelar dari Harvard University.
Dia mengatakan keputusannya menjadi seorang imam karena ingin merayakan Misa Latin tradisional seperti yang ia sering ikut di sebuah gereja di pusat kota Boston.
“Dalam Misa ini saya benar-benar memahami imamat untuk pertama kalinya,” kata Pastor Altiere.
“Alasan utama adalah untuk keindahan Gereja kita dan upacara liturgi adalah untuk memuliakan Allah, tetapi juga sebagai sarana ampuh evangelisasi.”
Mereka yang menghadiri Misa itu di Oratorium St. Fransiskus de Sales mengatakan iman mereka diteguhkan dengan liturgi itu dan dengan rasa solidaritas yang dialami oleh orang-orang yang menghadiri Misa itu.
“Semua orang di sini percaya apa yang mereka lakukan adalah benar, nyata,” kata Tom Leith, 55, seorang umat dari St. Louis.
“Anda berada di kalangan orang-orang yang percaya apa yang diajarkan Gereja.”
St. Fransiskus de Sales yang taat menyampaikan sebuah kombinasi dan visual yang mengizinkan bahasa isyarat bagi mereka yang sedikit mengetahui bahasa Latin untuk mengikuti Misa.
Jim Kahre memimpin 40 menit bersama sembilan anaknya dari High Ridge untuk mengunjungi gereja setiap hari Minggu.
“Saya hampir merinding,” kata Kahre, yang bekerja di bidang IT di sebuah perusahaan akuntansi. “Saya belum pernah melihat sesuatu seperti itu sampai saya datang ke sini.”
Tahun 1980-an, setelah beralih ke bahasa-bahasa lokal, Paus Yohanes Paulus II memperbolehkan para imam untuk merayakan Misa Latin tradisional ini, tapi hanya dengan persetujuan dari uskup lokal.
Namun, hingga tahun 2007, Paus Benediktus XVI telah mempermudahkan pembatasan itu, memberikan kewenangan kepada paroki-paroki untuk merayakan Misa Latin tanpa memperoleh izin dari uskup mereka.
Tahun 2011, umat Katolik berbahasa Inggris diperkenalkan ke terjemahan baru dari Misa itu yang dikatakan lebih sesuai dengan Misa Latin yang aslinya.
Pastor Altiere mengatakan ia akan menggunakan hadiah barunya sebagai seorang imam tidak hanya untuk merayakan Misa dalam bahasa Latin, tetapi juga menyelamatkan jiwa-jiwa.
“Ada sebuah pepatah bahwa imam tidak masuk surga sendiri,” kata Pastor Altiere. “Maksud saya, seorang imam hanya memimpin agar banyak jiwa bisa ke surga.”
Sumber: UCA News
Secara khusus, mereka merasa khawatir dengan Misa Latin Tradisional atau Misa Tridentin, yang kini berada di tangan kepausannya yang tampaknya mengabaikan kemegahan.
Tapi lebih dari setahun setelah ia memimpin Gereja Katolik, Misa Tridentin tampaknya tetap hidup dan berjalan baik.
Beberapa dekade setelah Gereja Katolik tidak merayakan Misa dalam bahasa Latin, pertumbuhan menurun, dalam banyak kasus dimana orang muda tidak berminat.
Pada 5 Agustus empat pria ditahbiskan menjadi imam di Oratorium St. Fransikus de Sales, Gereja St. Louis dikenal karena mempraktekkan liturgi Latin ini.
Komunitas religius itu didirikan di Afrika tahun 1990, secara teratur merayakan gaya Misa tradisional tersebut. Pentahbisan terakhir di AS untuk lembaga itu tahun 2007 dan dua diakon ditahbiskan.
Tahun ini kelompok itu menahbiskan sejumlah orang. Empat orang ditahbiskan awal tahun ini di Italia, dimana lembaga ini berbasis. Mantan Uskup Agung St. Louis Mgr Raymond Burke, salah satu pendukung ritus Latin di kalangan para uskup AS, datang ke Roma untuk memimpin pentahbisan itu.
Mary Kraychy dari Koalisi Mendukung Ecclesia Dei, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Glenview, Illinois., yang mempromosikan Misa Latin, mengatakan dia melihat kelambanan, tapi stabil dalam praktek, dengan lebih dari 400 gereja yang menawarkan liturgi ini.
Organisasi itu menjual buku Misa yang menampilkan teks Misa berbahasa Latin bersama terjemahan bahasa Inggris.
Tahun 1969, Paus Paulus VI menyatakan Gereja harus mengadakan Misa dalam bahasa asli umat, yang menyebabkan Misa Tridentin itu digantikan.
Pada 5 Agustus, Francis Altiere, 32, dan tiga diakon lainnya berlutut di depan Mgr Burke, memegang lilin di tangan kanan mereka. Mereka bersujud di depan altar sementara Mgr Burke berlutut membelakangi umat.
Koor menyanyikan Litani Orang Kudus, berdoa kepada orang-orang kudus, martir dan malaikat untuk perlindungan dan bantuan Tuhan. Pastor Altiere berasal dari Pennsylvania dengan gelar dari Harvard University.
Dia mengatakan keputusannya menjadi seorang imam karena ingin merayakan Misa Latin tradisional seperti yang ia sering ikut di sebuah gereja di pusat kota Boston.
“Dalam Misa ini saya benar-benar memahami imamat untuk pertama kalinya,” kata Pastor Altiere.
“Alasan utama adalah untuk keindahan Gereja kita dan upacara liturgi adalah untuk memuliakan Allah, tetapi juga sebagai sarana ampuh evangelisasi.”
Mereka yang menghadiri Misa itu di Oratorium St. Fransiskus de Sales mengatakan iman mereka diteguhkan dengan liturgi itu dan dengan rasa solidaritas yang dialami oleh orang-orang yang menghadiri Misa itu.
“Semua orang di sini percaya apa yang mereka lakukan adalah benar, nyata,” kata Tom Leith, 55, seorang umat dari St. Louis.
“Anda berada di kalangan orang-orang yang percaya apa yang diajarkan Gereja.”
St. Fransiskus de Sales yang taat menyampaikan sebuah kombinasi dan visual yang mengizinkan bahasa isyarat bagi mereka yang sedikit mengetahui bahasa Latin untuk mengikuti Misa.
Jim Kahre memimpin 40 menit bersama sembilan anaknya dari High Ridge untuk mengunjungi gereja setiap hari Minggu.
“Saya hampir merinding,” kata Kahre, yang bekerja di bidang IT di sebuah perusahaan akuntansi. “Saya belum pernah melihat sesuatu seperti itu sampai saya datang ke sini.”
Tahun 1980-an, setelah beralih ke bahasa-bahasa lokal, Paus Yohanes Paulus II memperbolehkan para imam untuk merayakan Misa Latin tradisional ini, tapi hanya dengan persetujuan dari uskup lokal.
Namun, hingga tahun 2007, Paus Benediktus XVI telah mempermudahkan pembatasan itu, memberikan kewenangan kepada paroki-paroki untuk merayakan Misa Latin tanpa memperoleh izin dari uskup mereka.
Tahun 2011, umat Katolik berbahasa Inggris diperkenalkan ke terjemahan baru dari Misa itu yang dikatakan lebih sesuai dengan Misa Latin yang aslinya.
Pastor Altiere mengatakan ia akan menggunakan hadiah barunya sebagai seorang imam tidak hanya untuk merayakan Misa dalam bahasa Latin, tetapi juga menyelamatkan jiwa-jiwa.
“Ada sebuah pepatah bahwa imam tidak masuk surga sendiri,” kata Pastor Altiere. “Maksud saya, seorang imam hanya memimpin agar banyak jiwa bisa ke surga.”
Sumber: UCA News