Menanggapi Sabda dengan Mazmur
Seorang Pemazmur sering bertanya: ”Bolehkah hanya dua ayat Mazmur Tanggapan yang dinyanyikan?” Apa latar belakang pertanyaan itu? Menyanyikan seluruh ayat yang tersedia mungkin dianggap bisa menyita cukup banyak waktu. Melalui pertanyaan itu mau dicari kepastian tentang norma liturgis yang mengaturnya.
Sebenarnya tidak ada aturan khusus tentang itu. Mengenai ”ayat mazmur” hanya disebutkan satu kali dalam PUMR 61: ”Pemazmur melagukan ayat-ayat mazmur dari mimbar atau tempat lain yang cocok.” Tidak ada tentang berapa jumlah ayat yang harus dinyanyikan atau boleh “didiskon”.
Ketiadaan aturan tentang itu bisa dimaknai bahwa tidak perlu ada pengurangan ayat-ayat, karena untuk menanggapi Sabda Allah janganlah memperhitungkan kerugian kehilangan waktu. Jadi, berapa pun jumlah ayat yang tersedia sebaiknya diungkapkan semuanya dengan didorong oleh semangat sukacita karena telah boleh merasakan kembali kehadiran Allah yang bersabda. Sesungguhnya, ketika ayat-ayat itu dinyanyikan, ada peristiwa Ilahi sedang terjadi.
Sabda menanggapi Sabda
Sesudah Sabda Allah dimaklumkan, umat pun menanggapinya. Bacaan Pertama diikuti Mazmur Tanggapan. Begitulah yang biasa terjadi. Namun, sebenarnya tanggapan umat sudah muncul sebelum Mazmur Tanggapan itu sendiri dilantunkan. Ternyata, ada beberapa bentuk tanggapan umat.
Tanggapan pertama adalah sikap umat yang mendengarkan Sabda. Umat diam, membuka mata, budi, dan hati untuk menangkap kehadiran Allah yang berfirman. Tanggapan kedua adalah sejenak menciptakan keheningan bersama setelah Bacaan Pertama berlangsung sebagai kesempatan untuk merenung. Kedua tanggapan itu bersifat non-verbal.
Mazmur Tanggapan adalah bentuk ketiga yang bersifat verbal. Bagian ini merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda dan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah (PUMR 61). Melalui Mazmur Tanggapan, kita diajak untuk merasakan Sang Sabda yang kembali menjelma menjadi manusia dalam hati kita dan membimbing kita untuk memuliakan Allah Bapa.
Kita menanggapi Sabda Allah dengan menggunakan Sabda Allah juga, yang telah mengisi batin kita. Suatu peristiwa timbal balik terjadi dalam Liturgi Sabda. Sesudah Allah berbicara kepada kita, kita pun ganti berbicara kepada Allah melalui Mazmur Tanggapan. Mazmur ini bukan hanya berkaitan dengan Sabda Allah, tapi juga adalah Sabda Allah.
Sebaiknya dilagukan
Secara historis tercatat bahwa bangsa Israel, umat terpilih, menanggapi karya-karya agung Allah dengan nyanyian yang bersumber dari Kitab Suci. Mazmur-mazmur telah dibuat dan kemudian didoakan sepanjang sejarah umat Israel. Semasa hidup-Nya, Yesus juga menaati tradisi bangsa-Nya. Kata-kata yang dirangkai dalam mazmur digenapi dalam diri Yesus ketika Ia membawakannya. Di antara ayat demi ayat dan mazmur demi mazmur terdapat misteri tersembunyi, namun tersingkap dalam diri Yesus yang sedang berdoa kepada Bapa-Nya.
Tradisi liturgis juga mewariskan cara menanggapi pemakluman dan aktualisasi karya-karya agung Allah itu dengan melagukan Mazmur Tanggapan. Cara ini merupakan kebiasaan Gereja dalam beribadat yang terawat hingga kini. Sesuai dengan hakikat suatu mazmur, maka sebaiknya Mazmur Tanggapan dilagukan, bukan sekadar dibacakan. Sekurang-kurangnya bagian ulangan yang dibawakan oleh umat, untuk menambah agung aksi pemuliaan kita bagi Allah.
Teks Mazmur Tanggapan sudah diseleksi dan disesuaikan dengan bacaan yang dimaklumkan. Satu tim ahli dari pelbagai disiplin ilmu telah menyusunnya dalam buku Lectionarium. Karena fungsinya untuk menanggapi Sabda, maka bagian ini semestinya tak diganti dengan lagu apa saja tentang Sabda, atau malah sembarang lagu antarbacaan yang tak selaras dengan isi bacaan yang baru saja diwartakan.
Christophorus H. Suryanugraha OSC
Ketua Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia
- See more at: http://www.hidupkatolik.com/2012/02/23/menanggapi-sabda-dengan-mazmur
Sebenarnya tidak ada aturan khusus tentang itu. Mengenai ”ayat mazmur” hanya disebutkan satu kali dalam PUMR 61: ”Pemazmur melagukan ayat-ayat mazmur dari mimbar atau tempat lain yang cocok.” Tidak ada tentang berapa jumlah ayat yang harus dinyanyikan atau boleh “didiskon”.
Ketiadaan aturan tentang itu bisa dimaknai bahwa tidak perlu ada pengurangan ayat-ayat, karena untuk menanggapi Sabda Allah janganlah memperhitungkan kerugian kehilangan waktu. Jadi, berapa pun jumlah ayat yang tersedia sebaiknya diungkapkan semuanya dengan didorong oleh semangat sukacita karena telah boleh merasakan kembali kehadiran Allah yang bersabda. Sesungguhnya, ketika ayat-ayat itu dinyanyikan, ada peristiwa Ilahi sedang terjadi.
Sabda menanggapi Sabda
Sesudah Sabda Allah dimaklumkan, umat pun menanggapinya. Bacaan Pertama diikuti Mazmur Tanggapan. Begitulah yang biasa terjadi. Namun, sebenarnya tanggapan umat sudah muncul sebelum Mazmur Tanggapan itu sendiri dilantunkan. Ternyata, ada beberapa bentuk tanggapan umat.
Tanggapan pertama adalah sikap umat yang mendengarkan Sabda. Umat diam, membuka mata, budi, dan hati untuk menangkap kehadiran Allah yang berfirman. Tanggapan kedua adalah sejenak menciptakan keheningan bersama setelah Bacaan Pertama berlangsung sebagai kesempatan untuk merenung. Kedua tanggapan itu bersifat non-verbal.
Mazmur Tanggapan adalah bentuk ketiga yang bersifat verbal. Bagian ini merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda dan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah (PUMR 61). Melalui Mazmur Tanggapan, kita diajak untuk merasakan Sang Sabda yang kembali menjelma menjadi manusia dalam hati kita dan membimbing kita untuk memuliakan Allah Bapa.
Kita menanggapi Sabda Allah dengan menggunakan Sabda Allah juga, yang telah mengisi batin kita. Suatu peristiwa timbal balik terjadi dalam Liturgi Sabda. Sesudah Allah berbicara kepada kita, kita pun ganti berbicara kepada Allah melalui Mazmur Tanggapan. Mazmur ini bukan hanya berkaitan dengan Sabda Allah, tapi juga adalah Sabda Allah.
Sebaiknya dilagukan
Secara historis tercatat bahwa bangsa Israel, umat terpilih, menanggapi karya-karya agung Allah dengan nyanyian yang bersumber dari Kitab Suci. Mazmur-mazmur telah dibuat dan kemudian didoakan sepanjang sejarah umat Israel. Semasa hidup-Nya, Yesus juga menaati tradisi bangsa-Nya. Kata-kata yang dirangkai dalam mazmur digenapi dalam diri Yesus ketika Ia membawakannya. Di antara ayat demi ayat dan mazmur demi mazmur terdapat misteri tersembunyi, namun tersingkap dalam diri Yesus yang sedang berdoa kepada Bapa-Nya.
Tradisi liturgis juga mewariskan cara menanggapi pemakluman dan aktualisasi karya-karya agung Allah itu dengan melagukan Mazmur Tanggapan. Cara ini merupakan kebiasaan Gereja dalam beribadat yang terawat hingga kini. Sesuai dengan hakikat suatu mazmur, maka sebaiknya Mazmur Tanggapan dilagukan, bukan sekadar dibacakan. Sekurang-kurangnya bagian ulangan yang dibawakan oleh umat, untuk menambah agung aksi pemuliaan kita bagi Allah.
Teks Mazmur Tanggapan sudah diseleksi dan disesuaikan dengan bacaan yang dimaklumkan. Satu tim ahli dari pelbagai disiplin ilmu telah menyusunnya dalam buku Lectionarium. Karena fungsinya untuk menanggapi Sabda, maka bagian ini semestinya tak diganti dengan lagu apa saja tentang Sabda, atau malah sembarang lagu antarbacaan yang tak selaras dengan isi bacaan yang baru saja diwartakan.
Christophorus H. Suryanugraha OSC
Ketua Institut Liturgi Sang Kristus Indonesia
- See more at: http://www.hidupkatolik.com/2012/02/23/menanggapi-sabda-dengan-mazmur