MISA ANAK-ANAK: Beberapa Catatan Praktis
oleh:
P.C.H. Suryanugraha,OSC
Anak-anak yang telah dibaptis seringkali terabaikan dalam kegiatan liturgis Gereja, khusus-nya dalam Misa. Tidak semua orangtua memenuhi tanggung jawabnya untuk memerhatikan pendidikan religius kristiani bagi anak-anaknya. Situasi sosial-budaya zaman sekarang kira-nya amat dapat memengaruhi pertumbuhan iman mereka. Maka, Gereja pun harus menuangkan perhatian untuk masalah penting ini. Memang upaya di bidang ini tidaklah mudah. Gereja (Takhta Suci) pernah mengeluarkan Pedoman Misa Bersama Anak-Anak (PMBA/Directorium de Missis cum Pueris, Roma, 1 Nov. 1973) sebagai salah satu bantuan untuk menyelenggarakan Misa yang melibatkan peran anak-anak. Berikut ini hanya beberapa catatan praktis banyak menimba dari buku Pedoman itu.
Mengapa anak-anak dan untuk apa?
Anak-anak seolah memiliki dunia tersendiri, yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Cara bicara, berpikir, imajinasi, dan daya tangkap mereka tidak setara dengan orang-orang dewasa. Kita tidak bisa begitu saja memaksakan bakat dan kemampuan anak untuk bisa hidup dalam alam orang dewasa. Untuk itu mereka perlu perlakuan khusus. Secara psikologis terbukti bahwa anak-anak memendam bakat religius yang luar biasa. Pengalaman religius yang mereka dapatkan pada masa kanak-kanak atau ketika duduk di bangku Sekolah Dasar akan sangat memengaruhi perkembangan mereka (PMBA 2). Misa atau Perayaan Ekaristi sewajarnya juga dapat menjadi medan bagi perkembangan hidup religius mereka. Maka, anak-anak pun sejak dini harus dibimbing untuk bisa menghayati Misa atau perayaan liturgis lainnya. Pendidikan untuk anak-anak ini bertujuan agar tingkah laku dan cara hidup anak-anak makin lama makin sesuai dengan amanat Injil (PMBA 15).
Apa yang perlu mereka timba dari Misa?
Sesuai dengan taraf pertumbuhan, anak-anak memang dibimbing untuk dapat menghayati hal-hal ilahi pada umumnya. Namun secara khusus mereka dituntun pula untuk bisa mengalami nilai-nilai manusiawi yang terdapat dalam Misa. Karena memang dalam Misa dapat ditemukan banyak nilai-nilai itu. Nilai-nilai manusiawi itu misalnya: kebersamaan, keramahan, kemampuan untuk memasang telinga, kemampuan untuk minta ampun dan memberi ampun, ungkapan rasa terima kasih, penghayatan lambang-lambang, jamuan persahabatan, perayaan pesta, dsb (PMBA 9). Nilai-nilai itu diperkenalkan supaya anak-anak secara bertahap terbuka untuk menangkap nilai-nilai kristiani dan untuk merayakan misteri Kristus sesuai dengan umur dan keadaan psikologis maupun sosial.
Perlu pendampingan?
Orangtua dari masing-masing anaklah yang paling bertanggung jawab dalam menumbuhkan dan merawat iman anak mereka. Orang dewasa lain dapat membantu orangtua untuk memberikan pendidikan liturgi kepada anak-anak. Sejak dini anak sudah diajari berdoa bersama, selain berdoa sendiri. Mereka pun boleh diajak mengikuti Misa untuk orang dewasa dalam rangka pendidikan liturgi bagi anak itu sendiri. Peran orangtua adalah mendampingi anak mengenal setiap unsur yang tampil dalam Misa. Pendampingan langsung pada waktu Misa itu kiranya dapat cukup efektif. Kesempatan lain masih perlu diwujudkan, misalnya dalam pelajaran agama di sekolah maupun paroki diberikan katekese tentang Misa. Terutama katekese menjelang anak menerima komuni pertama (PMBA 12). Di situlah orang-orang tertentu yang cakap dan terlatih dalam pendidikan religius anak berperan besar (katekis, guru agama, walibaptis, pastor, dsb).
Peran orang dewasa yang....
Berliturgi bersama anak memerlukan perhatian dan tenaga ekstra. Hal yang cukup menyita perhatian itu sudah terjadi dalam persiapannya. Di sini peran orang dewasa sangat penting. Anak-anak biasanya akan menuruti saja konsep atau gagasan yang dikatakan para pembinanya. Maka, kepercayaan alamiah semacam itu merupakan modal dasar bagi para pembina untuk sungguh-sungguh mencurahkan hati bagi terlaksananya perayaan liturgi bersama anak. Idealnya, pertama-tama mereka harus mencintai anak-anak, dekat dengan anak, cukup kreatif, jeli, sabar, lincah, syukur-syukur bisa menyanyi. Yang tak boleh ketinggalan juga adalah mereka perlu cukup memahami makna berliturgi bersama anak. Setidaknya tahu beberapa aturan prinsipial yang tak boleh diabaikan.
Kehadiran anak dalam Misa untuk orang dewasa
Kebanyakan Misa memang dikhususkan bagi orang dewasa. Biasa juga disebut Misa untuk umum. Anak-anak yang hadir dalam Misa untuk umum itu kadang kala dianggap sebagai gangguan. Ada imam yang terpaksa murka karena mendengar jerit tangis anak ketika dia sedang homili. Ada umat yang merasa terusik melihat anak-anak yang berkeliaran tanpa tujuan. Pendeknya, kehadiran mereka seolah tidak diperhitungkan sehingga mereka “beterbangan” seperti lalat atau nyamuk. Keberadaan mereka itu dirasa merecoki perayaan yang tengah berlangsung. Sekali lagi, dalam konteks pendidikan anak itu sendiri, orang dewasalah yang harus mengambil inisiatif untuk memperhatikan keberadaan anak-anak juga. Umat dewasa diharapkan memberi teladan dan kesaksian, karena dua hal ini amatlah berpengaruh bagi anak.
Perhatian, peran atau tugas khusus
Memang selalu berisiko kalau anak-anak tidak diberi tempat. Padahal mereka bisa saja diberi peran atau tugas khusus. Atau mungkin cukuplah cuma sekedar disapa oleh Imam atau petugas lainnya. Sapaan verbal yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak yang hadir mungkin bisa merupakan bentuk perhatian nyata kepada anak-anak. Sapaan verbal itu bisa disampaikan oleh imam pada saat Salam, Homili, atau bagian lain yang sesuai dengan situasi pada saat perayaan. Peran atau tugas khusus sebaiknya juga diberikan kepada anak-anak, misalnya mengidungkan mazmur tanggapan, atau nyanyian lain, membawa bahan-bahan persembahan dalam ritus persiapan persembahan, atau ritual lain yang tidak terlalu sulit jika dilakukan oleh anak-anak.
Penyesuaian mendadak
Jika semula sebuah misa dipersiapkan untuk orang dewasa, namun kenyataannya malah dihadiri lebih banyak anak-anak, maka diperkenankan juga untuk menyesuaikan seluruh Misa dengan kebutuhan anak-anak yang hadir (PMBA 19). Minimal, homilinya dapat secara khusus ditujukan kepada anak-anak itu. Namun diolah sedemikian rupa sehingga orang dewasa pun dapat memetik manfaatnya. Pada umumnya, cara penyesuaian semacam itu tentu saja tetap harus mengacu pada pedoman atau norma-norma liturgis yang berlaku. Secara khusus wewenang penyesuaian semacam itu berada di tangan uskup dioses yang bersangkutan.
Misa khusus untuk anak-anak
Pada hari Minggu anak-anak biasanya bersama orangtua/keluarganya hadir dalam Misa umat (dewasa). Namun alangkah baiknya juga ada kesempatan Misa khusus untuk anak-anak, yang boleh dihadiri beberapa orang dewasa saja. Misa khusus anak-anak itu sebaiknya pada hari biasa dalam pekan, bukan hari Minggu; dan juga bukan setiap hari (PMBA 20).
Tujuannya apa?
Misa khusus anak-anak adalah untuk membantu anak-anak agar dapat mengikuti Misa umat, khususnya yang dirayakan pada hari Minggu. Dalam Misa khusus itu anak-anak diajari atau dilatih agar nantinya terbiasa dan bisa memahami serta menghayati Misa umat. Maka, Misa khusus anak-anak dapat disusun dan diselaraskan dengan alam pikir anak-anak, namun janganlah mengadakan Misa khusus yang sama sekali baru, yang terlalu menyimpang dari Tata Perayaan Ekaristi/Misa umat.
Peran serta yang sadar dan aktif dari anak-anak
Prinsip “participatio actuosa” pun berlaku untuk Misa anak-anak. Peran serta aktif dan sadar itu bahkan amat penting dalam Misa anak-anak. Segala upaya dalam persiapan dan pelaksanaan hendaknya diarahkan untuk mempermudah dan meningkatkan partisipasi anak-anak. Semakin banyak anak-anak yang terlibat dan bertugas khusus akan makin baik perayaan itu. Apa saja yang bisa ditawarkan kepada mereka? Misalnya: [1] menyiapkan dan menghias ruang dan altar; [2] membawakan nyanyian; [3] bernyanyi dalam paduan suara atau memainkan alat musik tertentu; [4] membawakan bacaan; [5] memberi jawaban dalam homili, jika ditanya; [6] mengucapkan doa umat; [7] mengantar bahan persembahan ke altar; dsb. Ini semua peran serta yang bersifat lahiriah. Selain itu, anak-anak pun perlu diajari untuk berperan serta secara batiniah, misalnya dalam saat-saat hening. Entah setelah bacaan, homili, atau saat komuni. Dan anak-anak juga harus disadarkan bahwa partisipasi tertinggi adalah ketika mereka menerima komuni, menyambut Tubuh dan Darah Kristus sebagai santapan rohani (PMBA 22).
Peran Imam Selebran amat penting
Tidak semua Imam dianugerahi bakat atau kemampuan untuk bisa dekat dengan anak-anak, atau bahkan sekedar berbicara menarik di hadapan anak-anak. Namun, dengan segala keter-batasan dan kelebihannya, seorang Imam harus selalu berupaya untuk dapat merayakan Misa anak-anak dengan sebaik mungkin. Imam Selebranlah yang menjadi pengendali utama perayaan itu. Tentu saja, peran orang dewasa di sekitarnya amatlah membantu tugas Imam itu. Maka, meskipun perannya amat penting, Imam sebaiknya tetap harus menjalin komuni-kasi dan kerjasama yang baik dengan para petugas atau pendamping yang orang-orang dewasa itu.
Beberapa upaya Imamnya
Imam harus sungguh menyadari tugasnya. Apa yang sedang dilakukannya, dengan siapa dia melakukannya, dan bagaimana melakukannya? Misa anak-anak memang agak istimewa, Imam harus berusaha menciptakan suatu perayaan (pesta) dalam suasana persaudaraan dan kekhidmatan. Imam sendiri harus menyiapkan diri dengan lebih teliti. Cara bertindak dan bicaranya dalam perayaan akan sangat menentukan suasana Misa itu. Ada petunjuk praktis: hendaknya gerak-gerik Imam itu pantas, jelas, dan sederhana. Sapaan kepada umat yang masih anak-anak itu perlu disertai ungkapan dan gerak-gerik sehingga maksudnya mudah ditangkap. Tapi harus dihindari gaya yang kekanak-kanakan, atau cuma sekedar mengun-dang tertawaan anak-anak. Imam tetap harus tampil sebagai “bapa” yang dekat dengan anak -anak, tapi masih terasa berwibawa. Bahasa yang digunakan Imam sebaiknya juga bahasa yang sungguh menyapa dan mengena di hati anak-anak. Maka, boleh saja Imam mengguna-kan kata-katanya sendiri untuk mengantar suatu ritus, misalnya: ajakan sebelum doa tobat, doa persiapan persembahan, doa Bapa Kami, untuk salam damai, untuk menyambut komuni (PMBA 23). Ada juga beberapa doa Imam yang perlu disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak-anak. Secara khusus dalam buku TPE (Tata Perayaan Ekaristi) kita telah disediakan tiga Doa Syukur Agung untuk Misa anak-anak (DSA VIII, IX, X).
Tempatnya di mana?
Tempat utama untuk Misa anak-anak adalah gedung gereja. Namun, biasanya gedung gereja tidak bisa secara ideal menampung kegiatan Misa anak-anak yang sebaiknya dinamis itu. Kalau bisa, itu bagus. Kalau tidak, bisa dicari tempat lain yang cocok dan pantas untuk perayaan liturgi dan memungkinkan anak-anak bergerak cukup leluasa (PMBA 25).
Kapan saatnya?
PMBA 26 menyebut: “Hendaknya dipilih waktu yang cocok dengan keadaan anak-anak, sehingga mereka sungguh terbuka untuk mendengarkan sabda Allah dan merayakan Ekaristi.” Biasanya waktu yang cukup tepat adalah saat pagi hari, tidak terlalu siang, ketika anak-anak masih segar, belum kelelahan. Atau tidak bersamaan waktunya dengan acara lain yang mungkin akan lebih menggoda mereka. Memang Misa bukanlah selalu bentuk ibadat yang paling tepat untuk anak-anak (PMBA 27). Maka, tidak perlulah memaksakan diri untuk mengadakannya jika bentuk ibadat bersama yang lain akan lebih cocok dan bermanfaat (: doa bersama, renungan, ibadat sabda).
Jumlah anak yang ikut?
Rupanya tidak bisa begitu saja kita tentukan jumlah tertentunya. Kalau cuma sedikit jumlah anaknya tentu suasana perayaan kurang bisa tercipta. Sebaliknya, kalau jumlahnya terlam-pau banyak, perhatian dan partisipasi mereka akan sangat sulit. Jumlah yang besar itu bisa dibagi dalam beberapa kelompok menurut taraf usia, penghayatan iman, atau tingkat kate-kese. Tidak perlu setiap kelompok itu merayakan Misa pada hari yang sama (PMBA 28). Jadi, untuk menentukan jumlah anak perlu mempertimbangkan: [1] bagaimana anak-anak bisa berpartisipasi dengan baik, dan [2] bagaimana menciptakan suasana perayaan sesuai dengan yang diharapkan, yang ideal untuk anak-anak.
Bagaimana menyiapkan perayaan?
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara khusus dalam persiapannya. Yang terutama adalah: [1] doa (imam dan umat), [2] bacaan, [3] nyanyian (PMBA 29). Ini menyangkut persiapan teks Misanya. Perlu juga menyiapkan unsur-unsur animatif lainnya, unsur-unsur yang bisa menghidupkan suasana perayaan. Misalnya, menyiapkan suatu simbolisasi atau dramatisasi, menentukan sikap tubuh dan tata gerak, bersama-sama menghias dan menata ruang untuk Misa, menyiapkan benda-benda (perabot dan peranti) liturgis yang digunakan. Beberapa unsur itu perlu juga dilatihkan agar dalam perayaannya dapat ditampilkan dengan baik dan lancar.
Musik amat penting!
Musik atau nyanyian harus diberi tempat lebih banyak karena pada umumnya anak-anak amat terbuka dan gemar akan musik (PMBA 30). Sebaiknya dipilih yang sesuai dengan cita rasa dan daya tangkap anak-anak, sesuai dengan budaya mereka, tentu juga harus selaras dengan fungsi musik liturgi yang sejati. Musik haruslah sesuai dengan fungsi setiap bagian Misa yang ditentukan untuk nyanyian atau permainan instrumental. Untuk bagian tertentu dapat juga diperdengarkan musik dari tape-recorder, compact-disc player, dsb (PMBA 32). Lewat musik anak-anak juga hendak berdoa, sekaligus belajar menghayati iman mereka. Alangkah indahnya –kalau ada– jika yang memainkan alat musik pengiringnya juga dari kalangan mereka, khususnya anak-anak yang berbakat atau mampu bermain dengan baik.
Anak-anak perlu bergerak
Anak-anak suka bertingkah, biasanya aktif bergerak. Mereka tak mudah berdiam diri. Alangkah baiknya kecenderungan itu disalurkan pula dalam rangkaian tata gerak dan sikap tubuh mereka untuk mendukung perayaan liturgi. Maka, yang memiliki tata gerak tidak hanya Imam Selebran tapi juga seluruh anak yang terlibat dalam perayaan itu (PMBA 33). Tata gerak itu perlu dilatihkan dahulu kepada mereka. Sebaiknya jenis tata geraknya jangan terlalu banyak supaya anak-anak tidak terbebani. Kalau banyak yang harus dihafalkan, mungkin berlangsungnya tata gerak dan sikap tubuh dalam perayaan bisa tidak lancar, karena anak-anak tidak bisa sungguh hafal semua.
Beberapa peluang untuk perarakan
Di samping yang berlaku untuk umat pada umumnya, masih ada beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang khusus untuk Misa anak-anak. Jenis ritual perarakan biasanya amat terbu-ka bagi peluang untuk “mengkhususkan” itu. Jenis perarakan apa sajakah? [1] Perarakan masuk: anak-anak dapat memasuki tempat Misa bersama-sama dengan Imam agar mereka lebih mudah merasa sebagai himpunan umat yang berkumpul dan bersatu. Sebaiknya juga diiringi nyanyian yang sesuai dengan tema ritus perarakan ini. Bahkan, tarian bersama yang sederhana --semacam gerak dan lagu-- dapat pula untuk memeriahkan bagian ini. [2] Per-arakan Kitab Injil: untuk lebih menampilkan kehadiran Kristus yang akan mewartakan Sabda-Nya, anak-anak diajak memeriahkan perarakan Kitab Injil dengan tata gerak dan nyanyian. Setelah dibacakan, sementara Imam berkeliling dengan Kitab Injil, mereka ber-nyanyi dan beraksi. Bisa juga mereka diminta menyentuhkan tangan pada Kitab Injil yang dipegang Imam itu ketika sampai di depan mereka masing-masing. Atau dengan gerakan lain yang lebih bisa melukiskan kedekatan anak-anak dengan Kristus, Sang Sabda. [3] Per-arakan bahan-bahan persembahan: roti, anggur-air, dan bahan persembahan lain dapat dian-tar anak-anak dalam suatu tata gerak atau tarian, tentu baguslah jika diiringi juga dengan nyanyian. Maksudnya, supaya mereka sendiri mengungkapkan secara lebih nyata maksud dari ritus persiapan persembahan itu. [4] Perarakan komuni: untuk menyambut komuni anak-anak perlu juga diajari tata gerak yang baik. Bagaimana sikap tubuh saat berbarisnya, saat menerima komuninya, saat harus kembali ke tempat duduk masing-masing, dsb. Dengan begitu mereka dibantu untuk menghayati perjamuan Ekaristi kudus (PMBA 34).
Diajari tata gerak yang baku dan universal
Sering terlihat di beberapa paroki bahwa anak-anak diajari tata gerak yang sama, namun penjelasan maknanya berlainan satu sama lain. Mungkin para pendampingnya mengacu pada sumber yang berbeda dan kurang akurat. Sebaiknya anak-anak tetap diajari beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang baku, yang berlaku secara universal di seluruh dunia. Pendidikan dini akan ikut menentukan dalam pembentukan pemahaman mereka akan ajaran Gereja yang benar. Jangan sampai, setelah agak besar mereka jadi bingung, atau setelah dewasa mereka terlanjur menghayati hal-hal yang kurang tepat, bahkan keliru sama sekali.
Awas, tata gerak yang kurang mendidik
Kebebasan menetapkan tata gerak untuk Misa anak sering kali kebablasan. Sampai-sampai ada orangtua yang merasa keberatan dengan beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang diajarkan pada anaknya. Misalnya, setelah anak-anak membuat tanda salib dengan tangan kanan, diucapkanlah “muah, muah, muah” seperti orang mencium angin, kemudian sebentar menyentuhkan jemari pada mulut, membuka tangan di depan bibir yang seolah meng-hembuskan ciuman itu (kiss bye...). Apakah makna dan maksud tata gerak semacam itu selaras dengan makna dan maksud membuat tanda salib? Praktik semacam itu kiranya perlu ditinjau secara kritis. Maka, jika dianggap perlu dapatlah dibuat kaidah-kaidah khusus untuk tata gerak anak dalam Misa (PMBA 33) supaya tidak ada hal-hal yang menyimpang dari segi pedagogis umum ataupun pendidikan iman dan liturgi.
Diperlukan juga bantuan unsur-unsur visual
Kemampuan melihat dari anak-anak perlu juga diperhatikan dengan baik. Banyak unsur visual yang berperan penting dalam perayaan liturgi anak. Apa pun yang dilihat anak-anak bisa menjadi sarana pendidikan iman dan membantu penghayatan mereka akan liturgi itu sendiri. Unsur visual itu bisa tampil dalam bentuk benda khusus yang sudah lazim (altar, lilin, salib, dsb), gambar, warna simbolis, atau hiasan-hiasan lain. Unsur-unsur visual dapat menciptakan suasana perayaan yang segar, tidak kering dan membosankan (PMBA 35). Mata yang melihat keindahan dapat mengimbangi otak yang sering diperas untuk berpikir. Maka, baik juga sebelum Misa itu anak-anak dilibatkan dalam persiapan dengan membuat unsur-unsur visual sendiri. Misalnya membuat gambar yang melukiskan isi bacaan, ujud-ujud doa umat, atau menyiapkan alat peraga lain yang akan digunakan untuk membantu permenungan tema (bendera, rangkaian bunga, balon, dsb). Dalam kesempatan tertentu, misalnya homili, Imam dapat menyinggung atau menjelaskan makna unsur-unsur visual yang ada dan mengaitkannya dengan tema atau pesan Misanya.
Saat hening juga penting
Meskipun peluang bergerak diberi perhatian yang cukup banyak, sebaiknya tetap diajarkan juga arti pentingnya saat hening kepada anak-anak. Janganlah kesibukan lahir terlalu ditekankan. Anak-anak sesungguhnya juga sanggup untuk menciptakan keheningan dan berdoa dalam batin. Namun, untuk itu mereka harus dibimbing dan dibantu supaya belajar mengalami saat hening (PMBA 37). Kapan saat-saat hening itu? Misalnya setelah mereka mendengarkan bacaan dan homili untuk merenung, setelah menerima komuni untuk memuji Tuhan dan berdoa dalam hati. Teks-teks liturgis pun hendaknya dibawakan dengan perlahan, tenang dan jelas, tidak terburu-buru. Imam membawakannya begitu. Demikian juga anak-anak yang bertugas membawakan teks sebaiknya sungguh dilatih untuk membawakan dengan baik dan menarik.
Bagian-bagian Misa dapat disesuaikan
Misa untuk anak-anak dapat dibuat agak berbeda dari Misa untuk orang dewasa. Pembedaan itu diperlukan mengingat kebutuhan atau keadaan psikologis yang memang tak sama antara anak-anak dan orang dewasa (PMBA 38). Maka, ada beberapa bagian dalam Misa yang tetap harus dipertahankan dan ada pula yang bisa disesuaikan, bahkan diganti atau dihilang-kan. Pada dasarnya, jangan sampai perbedaan itu menjadi terlalu besar. Jika terlampau berbeda, maka anak-anak akan dijauhkan dari Perayaan Ekaristi yang sebenarnya, sejatinya.
Yang tak boleh diubah
Beberapa hal berikut tidak boleh diubah:
[1] Struktur umum Misa yang terdiri dari dua bagian utama yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, yang didahului oleh Ritus Pembuka dan diakhiri dengan Ritus Penutup;
[2] Rumus aklamasi dan jawaban yang diberikan umat atas salam dan doa Imam Selebran;
[3] Doa Tuhan “Bapa Kami” yang resmi;
[4] Penyebut-an Allah Tritunggal pada akhir berkat penutup;
[5] Syahadat atau pengakuan iman (PMBA 39).
Tentu saja, masih ada beberapa bagian lain yang memang sudah tidak boleh diubah menurut aturan atau tata cara baku yang lebih tinggi dari Pedoman Misa Bersama Anak (PMBA), misalnya norma-norma dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) dan Kitab Hukum Kanonik (KHK) Gereja Katolik. Beberapa upaya kreatif memang dapat diusahakan. Namun, dalam melihat peluang kreatif tentunya harus juga mempertimbangkan kemungkinan terbaik yang bisa diraih.
Semoga tulisan ini bermanfaat. *** (Penulis adalah Dosen Liturgi di Unpar & ILSKI, Bandung; saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Liturgi KWI)
CHS @ ILSKI
Jalan Nias 2, Bandung 40117. Telp. (022) 4207943, 4217962 (+ ext. 113)
Catatan: bahan ini dibawakan dalam acara "Lokakarya Liturgi Anak" kerjasama Komisi Liturgi KWI dan Ditjen Bimas Katolik Depag RI di Cisarua Bogor, Mei 2006.
P.C.H. Suryanugraha,OSC
Anak-anak yang telah dibaptis seringkali terabaikan dalam kegiatan liturgis Gereja, khusus-nya dalam Misa. Tidak semua orangtua memenuhi tanggung jawabnya untuk memerhatikan pendidikan religius kristiani bagi anak-anaknya. Situasi sosial-budaya zaman sekarang kira-nya amat dapat memengaruhi pertumbuhan iman mereka. Maka, Gereja pun harus menuangkan perhatian untuk masalah penting ini. Memang upaya di bidang ini tidaklah mudah. Gereja (Takhta Suci) pernah mengeluarkan Pedoman Misa Bersama Anak-Anak (PMBA/Directorium de Missis cum Pueris, Roma, 1 Nov. 1973) sebagai salah satu bantuan untuk menyelenggarakan Misa yang melibatkan peran anak-anak. Berikut ini hanya beberapa catatan praktis banyak menimba dari buku Pedoman itu.
Mengapa anak-anak dan untuk apa?
Anak-anak seolah memiliki dunia tersendiri, yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Cara bicara, berpikir, imajinasi, dan daya tangkap mereka tidak setara dengan orang-orang dewasa. Kita tidak bisa begitu saja memaksakan bakat dan kemampuan anak untuk bisa hidup dalam alam orang dewasa. Untuk itu mereka perlu perlakuan khusus. Secara psikologis terbukti bahwa anak-anak memendam bakat religius yang luar biasa. Pengalaman religius yang mereka dapatkan pada masa kanak-kanak atau ketika duduk di bangku Sekolah Dasar akan sangat memengaruhi perkembangan mereka (PMBA 2). Misa atau Perayaan Ekaristi sewajarnya juga dapat menjadi medan bagi perkembangan hidup religius mereka. Maka, anak-anak pun sejak dini harus dibimbing untuk bisa menghayati Misa atau perayaan liturgis lainnya. Pendidikan untuk anak-anak ini bertujuan agar tingkah laku dan cara hidup anak-anak makin lama makin sesuai dengan amanat Injil (PMBA 15).
Apa yang perlu mereka timba dari Misa?
Sesuai dengan taraf pertumbuhan, anak-anak memang dibimbing untuk dapat menghayati hal-hal ilahi pada umumnya. Namun secara khusus mereka dituntun pula untuk bisa mengalami nilai-nilai manusiawi yang terdapat dalam Misa. Karena memang dalam Misa dapat ditemukan banyak nilai-nilai itu. Nilai-nilai manusiawi itu misalnya: kebersamaan, keramahan, kemampuan untuk memasang telinga, kemampuan untuk minta ampun dan memberi ampun, ungkapan rasa terima kasih, penghayatan lambang-lambang, jamuan persahabatan, perayaan pesta, dsb (PMBA 9). Nilai-nilai itu diperkenalkan supaya anak-anak secara bertahap terbuka untuk menangkap nilai-nilai kristiani dan untuk merayakan misteri Kristus sesuai dengan umur dan keadaan psikologis maupun sosial.
Perlu pendampingan?
Orangtua dari masing-masing anaklah yang paling bertanggung jawab dalam menumbuhkan dan merawat iman anak mereka. Orang dewasa lain dapat membantu orangtua untuk memberikan pendidikan liturgi kepada anak-anak. Sejak dini anak sudah diajari berdoa bersama, selain berdoa sendiri. Mereka pun boleh diajak mengikuti Misa untuk orang dewasa dalam rangka pendidikan liturgi bagi anak itu sendiri. Peran orangtua adalah mendampingi anak mengenal setiap unsur yang tampil dalam Misa. Pendampingan langsung pada waktu Misa itu kiranya dapat cukup efektif. Kesempatan lain masih perlu diwujudkan, misalnya dalam pelajaran agama di sekolah maupun paroki diberikan katekese tentang Misa. Terutama katekese menjelang anak menerima komuni pertama (PMBA 12). Di situlah orang-orang tertentu yang cakap dan terlatih dalam pendidikan religius anak berperan besar (katekis, guru agama, walibaptis, pastor, dsb).
Peran orang dewasa yang....
Berliturgi bersama anak memerlukan perhatian dan tenaga ekstra. Hal yang cukup menyita perhatian itu sudah terjadi dalam persiapannya. Di sini peran orang dewasa sangat penting. Anak-anak biasanya akan menuruti saja konsep atau gagasan yang dikatakan para pembinanya. Maka, kepercayaan alamiah semacam itu merupakan modal dasar bagi para pembina untuk sungguh-sungguh mencurahkan hati bagi terlaksananya perayaan liturgi bersama anak. Idealnya, pertama-tama mereka harus mencintai anak-anak, dekat dengan anak, cukup kreatif, jeli, sabar, lincah, syukur-syukur bisa menyanyi. Yang tak boleh ketinggalan juga adalah mereka perlu cukup memahami makna berliturgi bersama anak. Setidaknya tahu beberapa aturan prinsipial yang tak boleh diabaikan.
Kehadiran anak dalam Misa untuk orang dewasa
Kebanyakan Misa memang dikhususkan bagi orang dewasa. Biasa juga disebut Misa untuk umum. Anak-anak yang hadir dalam Misa untuk umum itu kadang kala dianggap sebagai gangguan. Ada imam yang terpaksa murka karena mendengar jerit tangis anak ketika dia sedang homili. Ada umat yang merasa terusik melihat anak-anak yang berkeliaran tanpa tujuan. Pendeknya, kehadiran mereka seolah tidak diperhitungkan sehingga mereka “beterbangan” seperti lalat atau nyamuk. Keberadaan mereka itu dirasa merecoki perayaan yang tengah berlangsung. Sekali lagi, dalam konteks pendidikan anak itu sendiri, orang dewasalah yang harus mengambil inisiatif untuk memperhatikan keberadaan anak-anak juga. Umat dewasa diharapkan memberi teladan dan kesaksian, karena dua hal ini amatlah berpengaruh bagi anak.
Perhatian, peran atau tugas khusus
Memang selalu berisiko kalau anak-anak tidak diberi tempat. Padahal mereka bisa saja diberi peran atau tugas khusus. Atau mungkin cukuplah cuma sekedar disapa oleh Imam atau petugas lainnya. Sapaan verbal yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak yang hadir mungkin bisa merupakan bentuk perhatian nyata kepada anak-anak. Sapaan verbal itu bisa disampaikan oleh imam pada saat Salam, Homili, atau bagian lain yang sesuai dengan situasi pada saat perayaan. Peran atau tugas khusus sebaiknya juga diberikan kepada anak-anak, misalnya mengidungkan mazmur tanggapan, atau nyanyian lain, membawa bahan-bahan persembahan dalam ritus persiapan persembahan, atau ritual lain yang tidak terlalu sulit jika dilakukan oleh anak-anak.
Penyesuaian mendadak
Jika semula sebuah misa dipersiapkan untuk orang dewasa, namun kenyataannya malah dihadiri lebih banyak anak-anak, maka diperkenankan juga untuk menyesuaikan seluruh Misa dengan kebutuhan anak-anak yang hadir (PMBA 19). Minimal, homilinya dapat secara khusus ditujukan kepada anak-anak itu. Namun diolah sedemikian rupa sehingga orang dewasa pun dapat memetik manfaatnya. Pada umumnya, cara penyesuaian semacam itu tentu saja tetap harus mengacu pada pedoman atau norma-norma liturgis yang berlaku. Secara khusus wewenang penyesuaian semacam itu berada di tangan uskup dioses yang bersangkutan.
Misa khusus untuk anak-anak
Pada hari Minggu anak-anak biasanya bersama orangtua/keluarganya hadir dalam Misa umat (dewasa). Namun alangkah baiknya juga ada kesempatan Misa khusus untuk anak-anak, yang boleh dihadiri beberapa orang dewasa saja. Misa khusus anak-anak itu sebaiknya pada hari biasa dalam pekan, bukan hari Minggu; dan juga bukan setiap hari (PMBA 20).
Tujuannya apa?
Misa khusus anak-anak adalah untuk membantu anak-anak agar dapat mengikuti Misa umat, khususnya yang dirayakan pada hari Minggu. Dalam Misa khusus itu anak-anak diajari atau dilatih agar nantinya terbiasa dan bisa memahami serta menghayati Misa umat. Maka, Misa khusus anak-anak dapat disusun dan diselaraskan dengan alam pikir anak-anak, namun janganlah mengadakan Misa khusus yang sama sekali baru, yang terlalu menyimpang dari Tata Perayaan Ekaristi/Misa umat.
Peran serta yang sadar dan aktif dari anak-anak
Prinsip “participatio actuosa” pun berlaku untuk Misa anak-anak. Peran serta aktif dan sadar itu bahkan amat penting dalam Misa anak-anak. Segala upaya dalam persiapan dan pelaksanaan hendaknya diarahkan untuk mempermudah dan meningkatkan partisipasi anak-anak. Semakin banyak anak-anak yang terlibat dan bertugas khusus akan makin baik perayaan itu. Apa saja yang bisa ditawarkan kepada mereka? Misalnya: [1] menyiapkan dan menghias ruang dan altar; [2] membawakan nyanyian; [3] bernyanyi dalam paduan suara atau memainkan alat musik tertentu; [4] membawakan bacaan; [5] memberi jawaban dalam homili, jika ditanya; [6] mengucapkan doa umat; [7] mengantar bahan persembahan ke altar; dsb. Ini semua peran serta yang bersifat lahiriah. Selain itu, anak-anak pun perlu diajari untuk berperan serta secara batiniah, misalnya dalam saat-saat hening. Entah setelah bacaan, homili, atau saat komuni. Dan anak-anak juga harus disadarkan bahwa partisipasi tertinggi adalah ketika mereka menerima komuni, menyambut Tubuh dan Darah Kristus sebagai santapan rohani (PMBA 22).
Peran Imam Selebran amat penting
Tidak semua Imam dianugerahi bakat atau kemampuan untuk bisa dekat dengan anak-anak, atau bahkan sekedar berbicara menarik di hadapan anak-anak. Namun, dengan segala keter-batasan dan kelebihannya, seorang Imam harus selalu berupaya untuk dapat merayakan Misa anak-anak dengan sebaik mungkin. Imam Selebranlah yang menjadi pengendali utama perayaan itu. Tentu saja, peran orang dewasa di sekitarnya amatlah membantu tugas Imam itu. Maka, meskipun perannya amat penting, Imam sebaiknya tetap harus menjalin komuni-kasi dan kerjasama yang baik dengan para petugas atau pendamping yang orang-orang dewasa itu.
Beberapa upaya Imamnya
Imam harus sungguh menyadari tugasnya. Apa yang sedang dilakukannya, dengan siapa dia melakukannya, dan bagaimana melakukannya? Misa anak-anak memang agak istimewa, Imam harus berusaha menciptakan suatu perayaan (pesta) dalam suasana persaudaraan dan kekhidmatan. Imam sendiri harus menyiapkan diri dengan lebih teliti. Cara bertindak dan bicaranya dalam perayaan akan sangat menentukan suasana Misa itu. Ada petunjuk praktis: hendaknya gerak-gerik Imam itu pantas, jelas, dan sederhana. Sapaan kepada umat yang masih anak-anak itu perlu disertai ungkapan dan gerak-gerik sehingga maksudnya mudah ditangkap. Tapi harus dihindari gaya yang kekanak-kanakan, atau cuma sekedar mengun-dang tertawaan anak-anak. Imam tetap harus tampil sebagai “bapa” yang dekat dengan anak -anak, tapi masih terasa berwibawa. Bahasa yang digunakan Imam sebaiknya juga bahasa yang sungguh menyapa dan mengena di hati anak-anak. Maka, boleh saja Imam mengguna-kan kata-katanya sendiri untuk mengantar suatu ritus, misalnya: ajakan sebelum doa tobat, doa persiapan persembahan, doa Bapa Kami, untuk salam damai, untuk menyambut komuni (PMBA 23). Ada juga beberapa doa Imam yang perlu disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak-anak. Secara khusus dalam buku TPE (Tata Perayaan Ekaristi) kita telah disediakan tiga Doa Syukur Agung untuk Misa anak-anak (DSA VIII, IX, X).
Tempatnya di mana?
Tempat utama untuk Misa anak-anak adalah gedung gereja. Namun, biasanya gedung gereja tidak bisa secara ideal menampung kegiatan Misa anak-anak yang sebaiknya dinamis itu. Kalau bisa, itu bagus. Kalau tidak, bisa dicari tempat lain yang cocok dan pantas untuk perayaan liturgi dan memungkinkan anak-anak bergerak cukup leluasa (PMBA 25).
Kapan saatnya?
PMBA 26 menyebut: “Hendaknya dipilih waktu yang cocok dengan keadaan anak-anak, sehingga mereka sungguh terbuka untuk mendengarkan sabda Allah dan merayakan Ekaristi.” Biasanya waktu yang cukup tepat adalah saat pagi hari, tidak terlalu siang, ketika anak-anak masih segar, belum kelelahan. Atau tidak bersamaan waktunya dengan acara lain yang mungkin akan lebih menggoda mereka. Memang Misa bukanlah selalu bentuk ibadat yang paling tepat untuk anak-anak (PMBA 27). Maka, tidak perlulah memaksakan diri untuk mengadakannya jika bentuk ibadat bersama yang lain akan lebih cocok dan bermanfaat (: doa bersama, renungan, ibadat sabda).
Jumlah anak yang ikut?
Rupanya tidak bisa begitu saja kita tentukan jumlah tertentunya. Kalau cuma sedikit jumlah anaknya tentu suasana perayaan kurang bisa tercipta. Sebaliknya, kalau jumlahnya terlam-pau banyak, perhatian dan partisipasi mereka akan sangat sulit. Jumlah yang besar itu bisa dibagi dalam beberapa kelompok menurut taraf usia, penghayatan iman, atau tingkat kate-kese. Tidak perlu setiap kelompok itu merayakan Misa pada hari yang sama (PMBA 28). Jadi, untuk menentukan jumlah anak perlu mempertimbangkan: [1] bagaimana anak-anak bisa berpartisipasi dengan baik, dan [2] bagaimana menciptakan suasana perayaan sesuai dengan yang diharapkan, yang ideal untuk anak-anak.
Bagaimana menyiapkan perayaan?
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara khusus dalam persiapannya. Yang terutama adalah: [1] doa (imam dan umat), [2] bacaan, [3] nyanyian (PMBA 29). Ini menyangkut persiapan teks Misanya. Perlu juga menyiapkan unsur-unsur animatif lainnya, unsur-unsur yang bisa menghidupkan suasana perayaan. Misalnya, menyiapkan suatu simbolisasi atau dramatisasi, menentukan sikap tubuh dan tata gerak, bersama-sama menghias dan menata ruang untuk Misa, menyiapkan benda-benda (perabot dan peranti) liturgis yang digunakan. Beberapa unsur itu perlu juga dilatihkan agar dalam perayaannya dapat ditampilkan dengan baik dan lancar.
Musik amat penting!
Musik atau nyanyian harus diberi tempat lebih banyak karena pada umumnya anak-anak amat terbuka dan gemar akan musik (PMBA 30). Sebaiknya dipilih yang sesuai dengan cita rasa dan daya tangkap anak-anak, sesuai dengan budaya mereka, tentu juga harus selaras dengan fungsi musik liturgi yang sejati. Musik haruslah sesuai dengan fungsi setiap bagian Misa yang ditentukan untuk nyanyian atau permainan instrumental. Untuk bagian tertentu dapat juga diperdengarkan musik dari tape-recorder, compact-disc player, dsb (PMBA 32). Lewat musik anak-anak juga hendak berdoa, sekaligus belajar menghayati iman mereka. Alangkah indahnya –kalau ada– jika yang memainkan alat musik pengiringnya juga dari kalangan mereka, khususnya anak-anak yang berbakat atau mampu bermain dengan baik.
Anak-anak perlu bergerak
Anak-anak suka bertingkah, biasanya aktif bergerak. Mereka tak mudah berdiam diri. Alangkah baiknya kecenderungan itu disalurkan pula dalam rangkaian tata gerak dan sikap tubuh mereka untuk mendukung perayaan liturgi. Maka, yang memiliki tata gerak tidak hanya Imam Selebran tapi juga seluruh anak yang terlibat dalam perayaan itu (PMBA 33). Tata gerak itu perlu dilatihkan dahulu kepada mereka. Sebaiknya jenis tata geraknya jangan terlalu banyak supaya anak-anak tidak terbebani. Kalau banyak yang harus dihafalkan, mungkin berlangsungnya tata gerak dan sikap tubuh dalam perayaan bisa tidak lancar, karena anak-anak tidak bisa sungguh hafal semua.
Beberapa peluang untuk perarakan
Di samping yang berlaku untuk umat pada umumnya, masih ada beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang khusus untuk Misa anak-anak. Jenis ritual perarakan biasanya amat terbu-ka bagi peluang untuk “mengkhususkan” itu. Jenis perarakan apa sajakah? [1] Perarakan masuk: anak-anak dapat memasuki tempat Misa bersama-sama dengan Imam agar mereka lebih mudah merasa sebagai himpunan umat yang berkumpul dan bersatu. Sebaiknya juga diiringi nyanyian yang sesuai dengan tema ritus perarakan ini. Bahkan, tarian bersama yang sederhana --semacam gerak dan lagu-- dapat pula untuk memeriahkan bagian ini. [2] Per-arakan Kitab Injil: untuk lebih menampilkan kehadiran Kristus yang akan mewartakan Sabda-Nya, anak-anak diajak memeriahkan perarakan Kitab Injil dengan tata gerak dan nyanyian. Setelah dibacakan, sementara Imam berkeliling dengan Kitab Injil, mereka ber-nyanyi dan beraksi. Bisa juga mereka diminta menyentuhkan tangan pada Kitab Injil yang dipegang Imam itu ketika sampai di depan mereka masing-masing. Atau dengan gerakan lain yang lebih bisa melukiskan kedekatan anak-anak dengan Kristus, Sang Sabda. [3] Per-arakan bahan-bahan persembahan: roti, anggur-air, dan bahan persembahan lain dapat dian-tar anak-anak dalam suatu tata gerak atau tarian, tentu baguslah jika diiringi juga dengan nyanyian. Maksudnya, supaya mereka sendiri mengungkapkan secara lebih nyata maksud dari ritus persiapan persembahan itu. [4] Perarakan komuni: untuk menyambut komuni anak-anak perlu juga diajari tata gerak yang baik. Bagaimana sikap tubuh saat berbarisnya, saat menerima komuninya, saat harus kembali ke tempat duduk masing-masing, dsb. Dengan begitu mereka dibantu untuk menghayati perjamuan Ekaristi kudus (PMBA 34).
Diajari tata gerak yang baku dan universal
Sering terlihat di beberapa paroki bahwa anak-anak diajari tata gerak yang sama, namun penjelasan maknanya berlainan satu sama lain. Mungkin para pendampingnya mengacu pada sumber yang berbeda dan kurang akurat. Sebaiknya anak-anak tetap diajari beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang baku, yang berlaku secara universal di seluruh dunia. Pendidikan dini akan ikut menentukan dalam pembentukan pemahaman mereka akan ajaran Gereja yang benar. Jangan sampai, setelah agak besar mereka jadi bingung, atau setelah dewasa mereka terlanjur menghayati hal-hal yang kurang tepat, bahkan keliru sama sekali.
Awas, tata gerak yang kurang mendidik
Kebebasan menetapkan tata gerak untuk Misa anak sering kali kebablasan. Sampai-sampai ada orangtua yang merasa keberatan dengan beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang diajarkan pada anaknya. Misalnya, setelah anak-anak membuat tanda salib dengan tangan kanan, diucapkanlah “muah, muah, muah” seperti orang mencium angin, kemudian sebentar menyentuhkan jemari pada mulut, membuka tangan di depan bibir yang seolah meng-hembuskan ciuman itu (kiss bye...). Apakah makna dan maksud tata gerak semacam itu selaras dengan makna dan maksud membuat tanda salib? Praktik semacam itu kiranya perlu ditinjau secara kritis. Maka, jika dianggap perlu dapatlah dibuat kaidah-kaidah khusus untuk tata gerak anak dalam Misa (PMBA 33) supaya tidak ada hal-hal yang menyimpang dari segi pedagogis umum ataupun pendidikan iman dan liturgi.
Diperlukan juga bantuan unsur-unsur visual
Kemampuan melihat dari anak-anak perlu juga diperhatikan dengan baik. Banyak unsur visual yang berperan penting dalam perayaan liturgi anak. Apa pun yang dilihat anak-anak bisa menjadi sarana pendidikan iman dan membantu penghayatan mereka akan liturgi itu sendiri. Unsur visual itu bisa tampil dalam bentuk benda khusus yang sudah lazim (altar, lilin, salib, dsb), gambar, warna simbolis, atau hiasan-hiasan lain. Unsur-unsur visual dapat menciptakan suasana perayaan yang segar, tidak kering dan membosankan (PMBA 35). Mata yang melihat keindahan dapat mengimbangi otak yang sering diperas untuk berpikir. Maka, baik juga sebelum Misa itu anak-anak dilibatkan dalam persiapan dengan membuat unsur-unsur visual sendiri. Misalnya membuat gambar yang melukiskan isi bacaan, ujud-ujud doa umat, atau menyiapkan alat peraga lain yang akan digunakan untuk membantu permenungan tema (bendera, rangkaian bunga, balon, dsb). Dalam kesempatan tertentu, misalnya homili, Imam dapat menyinggung atau menjelaskan makna unsur-unsur visual yang ada dan mengaitkannya dengan tema atau pesan Misanya.
Saat hening juga penting
Meskipun peluang bergerak diberi perhatian yang cukup banyak, sebaiknya tetap diajarkan juga arti pentingnya saat hening kepada anak-anak. Janganlah kesibukan lahir terlalu ditekankan. Anak-anak sesungguhnya juga sanggup untuk menciptakan keheningan dan berdoa dalam batin. Namun, untuk itu mereka harus dibimbing dan dibantu supaya belajar mengalami saat hening (PMBA 37). Kapan saat-saat hening itu? Misalnya setelah mereka mendengarkan bacaan dan homili untuk merenung, setelah menerima komuni untuk memuji Tuhan dan berdoa dalam hati. Teks-teks liturgis pun hendaknya dibawakan dengan perlahan, tenang dan jelas, tidak terburu-buru. Imam membawakannya begitu. Demikian juga anak-anak yang bertugas membawakan teks sebaiknya sungguh dilatih untuk membawakan dengan baik dan menarik.
Bagian-bagian Misa dapat disesuaikan
Misa untuk anak-anak dapat dibuat agak berbeda dari Misa untuk orang dewasa. Pembedaan itu diperlukan mengingat kebutuhan atau keadaan psikologis yang memang tak sama antara anak-anak dan orang dewasa (PMBA 38). Maka, ada beberapa bagian dalam Misa yang tetap harus dipertahankan dan ada pula yang bisa disesuaikan, bahkan diganti atau dihilang-kan. Pada dasarnya, jangan sampai perbedaan itu menjadi terlalu besar. Jika terlampau berbeda, maka anak-anak akan dijauhkan dari Perayaan Ekaristi yang sebenarnya, sejatinya.
Yang tak boleh diubah
Beberapa hal berikut tidak boleh diubah:
[1] Struktur umum Misa yang terdiri dari dua bagian utama yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, yang didahului oleh Ritus Pembuka dan diakhiri dengan Ritus Penutup;
[2] Rumus aklamasi dan jawaban yang diberikan umat atas salam dan doa Imam Selebran;
[3] Doa Tuhan “Bapa Kami” yang resmi;
[4] Penyebut-an Allah Tritunggal pada akhir berkat penutup;
[5] Syahadat atau pengakuan iman (PMBA 39).
Tentu saja, masih ada beberapa bagian lain yang memang sudah tidak boleh diubah menurut aturan atau tata cara baku yang lebih tinggi dari Pedoman Misa Bersama Anak (PMBA), misalnya norma-norma dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) dan Kitab Hukum Kanonik (KHK) Gereja Katolik. Beberapa upaya kreatif memang dapat diusahakan. Namun, dalam melihat peluang kreatif tentunya harus juga mempertimbangkan kemungkinan terbaik yang bisa diraih.
Semoga tulisan ini bermanfaat. *** (Penulis adalah Dosen Liturgi di Unpar & ILSKI, Bandung; saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Liturgi KWI)
CHS @ ILSKI
Jalan Nias 2, Bandung 40117. Telp. (022) 4207943, 4217962 (+ ext. 113)
Catatan: bahan ini dibawakan dalam acara "Lokakarya Liturgi Anak" kerjasama Komisi Liturgi KWI dan Ditjen Bimas Katolik Depag RI di Cisarua Bogor, Mei 2006.