Tampilkan postingan dengan label Liturgi Sabda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Liturgi Sabda. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 25 Mei 2013

Katekese Liturgi Minggu Kedua Bulan Mei Dengan Topik LITURGI SABDA

Umum:
Bapak/Ibu/Saudara/i yg terkasih dalam Yesus Kristus, bulan Mei adalah Bulan Liturgi Nasional (disingkat BULINAS). Tahun 2013 ini, selama bulan Mei, setiap kali misa mingguan, 10-15 menit sebelumnya, akan diadakan katekese liturgi, khususnya tentang Tata Perayaan Ekaristi, sehingga seluruh umat dapat mengikuti perayaan Ekaristi dengan sadar, aktif dan berpartisipasi sesuai dengan fungsi dan peranannya.

Bulan Mei terdiri dari 4 minggu. Ada 4 topik yang akan dibahas, yakni: Pembukaan, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Penutupan.

Khusus:
Pada minggu kedua ini, topik katekese tentang LITURGI SABDA akan membahas Bacaan-Bacaan dalam perayaan Ekaristi sampai dengan Doa Umat sebagai tanggapannya.
• Perlu dimengerti bahwa menurut Konstitusi Liturgi artikel 7, Kristus hadir dalam perayaan Ekaristi melalui 4 cara, yakni:
1. Hadir dalam diri Umat yang berkumpul (Mat 18:20: dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitulah Aku berada di antara mereka).
2. Hadir dalam diri pribadi Imam yang memimpin Misa atau perayaan sakramental (in persona Christi).
3. Hadir dalam rupa Ekaristi (roti dan anggur adalah tubuh dan darahNya).
4. Hadir dalam SabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda ketika Kitab Suci dibacakan dalam gereja.

• Maka sikap yang tepat ketika Kitab Suci dibacakan adalah: DUDUK mendengarkan dengan khidmat. Kita bersikap seperti Maria yang duduk dengan tekun mendengarkan perkataan Yesus (Luk 10:39), bukan seperti Marta yang sibuk sendiri. Umat dianjurkan membaca Kitab Suci sebelum atau sesudah Misa, pada saat doa pribadi; sehingga pada saat Lektor/Imam membacakan Kitab Suci, kita menyimak dengan khidmat, tidak asyik membaca sendiri atau membolak-balik teks Kitab Suci.

• Pada saat Mazmur Tanggapan dinyanyikan, itu adalah ungkapan umat yang menanggapi Sabda Tuhan dalam bacaan pertama. Bait-baitnya dinyanyikan oleh solis dengan artikulasi dan ekspresi yang jelas, kemudian disambung dengan refrein yang dinyanyikan umat bersama-sama.

• Halleluia atau bait pengantar Injil adalah ungkapan kebersamaan umat yang menyiapkan diri menerima sabda Tuhan dalam Injil, yang akan dibacakan oleh Imam. Maka umat menyanyikannya sambil BERDIRI, sebagai sikap hormat yang tertinggi menyambut Kristus dalam pembacaan Injil. “Halleluia” artinya marilah kita memuji (hallelu) Allah (ya/yahwe), pada masa Adven & Puasa tidak diucapkan, karena untuk menciptakan suasana prihatin, sampai memuncak pada kemeriahan perayaan Natal atau Paskah.

• Injil (buku Evangeliarium) dibacakan secara istimewa oleh Imam/Diakon dengan menunjukkannya kepada umat. “Inilah Injil Yesus Kristus karangan...”, dijawab oleh umat “Dimuliakanlah Tuhan” dengan mantab. Kemudian umat membuat tanda salib kecil di dahi, di mulut dan di dada; sambil berdoa “SabdaMu kumasukkan ke dalam pikiranku, kuwartakan dengan mulutku, dan kuresapkan dalam hatiku”. Di akhir pembacaan Injil, imam/Diakon mengangkat Evangeliarium dan meneriakkan “Demikianlah Injil Tuhan”. Umat menjawab “Terpujilah Kristus”. Aklamasi sesudah Injil ini ada beberapa alternatif, bisa dipakai kapan saja.

• Homili adalah penjelasan ketiga bacaan yang sudah dibacakan, untuk memahami karya penyelamatan Allah yang terjadi sejak jaman perjanjian lama sampai perjanjian baru dan terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Homili juga dimaksudkan untuk membantu umat menghayati sabda Allah dan menemukan kaitan penyelamatan Allah yang terjadi sampai saat ini. Oleh karena itu sikap yang tepat selama Homili adalah DUDUK mendengarkan dengan khidmat dan mencoba menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Umat tidak dibenarkan untuk mengobrol, sibuk sendiri, main game/SMS, atau bahkan tertidur. Selama homili ini diyakini bahwa Imam bertindak “in persona Christi”, di balik Imam ada Kristus sendiri.

• Sesudah merenungkan Homili, umat BERDIRI untuk mengungkapkan iman kepercayaannya kepada Allah Tritunggal dan Gereja katolik universal, dengan rumus Syahadat Singkat (Para Rasul) atau Syahadat Panjang (Nicea-Konstantinopel). Pada saat diucapkan rumusan “dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria”, seluruh umat MEMBUNGKUK (Sikap hormat ini sebagai tanda keyakinan iman, bahwa Yesus itu benar-benar Allah yang Kudus, yang lahir ke dunia melalui rahim bunda Maria yang tetap perawan). Khusus pada misa Hari Raya Natal, rumusan ini diucapkan sambil BERLUTUT, untuk lebih menunjukkan keyakinan iman terhadap Yesus yang lahir di malam Natal itu.

• Doa Umat dilambungkan oleh petugas dan dijawab secara aklamasi oleh seluruh umat. Sikap selama doa umat ini adalah BERDIRI, untuk menunjukkan seruan kebersamaan seluruh Umat kepada Allah Bapa, penyelenggara kehidupan dan penguasa alam semesta. Pada hari besar, Doa Umat bisa dinyanyikan dan Umat menjawabnya dengan nyanyian pula “Marilah kita mohon”, dijawab “Kabulkanlah doa kami ya Tuhan”. Bila ada rumusan jawaban yang berbeda, akan dilatihkan terlebih dulu sebelum menyebutkan doa umat. Cara menyanyikan doa Umat ini ada berbagai alternatif, terdapat dalam buku TPE-2005 hal.37-41. Paduan suara dan Umat dianjurkan melatih semuanya. Doa Umat dilanjutkan dengan doa spontan dalam hati, dan ditutup kembali oleh Imam.

Sumber:
Bahan Katekese Liturgi di Paroki St. Herkulanus Depok.

baca selanjutnya...

Senin, 21 November 2011

Bacaan Alkitab dalam Liturgi Sabda

Setelah Ritus Pembuka, Perayaan Ekaristi masuk ke dalam Liturgi Sabda. Pada bagian Liturgi Sabda ini umat diajak untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan menanggapinya. Bagian ini merupakan dialog perjumpaan antara Allah yang bersabda dan umat yang menanggapinya. Karena apabila Alkitab dibacakan dalam gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus sendiri mewartakan kabar gembira, sebab Ia hadir dalam sabda itu (PUMR 29).

Pada masa Gereja Perdana, pemilihan dan jumlah bacaan dari Kitab Suci (Alkitab) bervariasi untuk setiap liturgi. Kemudian berkembang pola di mana satu bacaan dari salah satu epistula atau surat para rasul akan dibacakan sebelum bacaan Injil. Kitab para nabi dari Perjanjian Lama juga diberi prioritas untuk disampaikan kepada umat. Lebih lanjut, Gereja menetapkan bahwa hanya kitab-kitab para Nabi atau para Rasul yang dibacakan kepada umat beriman dalam Perayaan Ekaristi (Misa).

Sejak tahun 1969 ditetapkan bahwa dalam Misa Hari Minggu digunakan struktur bacaan sbb.: Bacaan Pertama - Mazmur Tanggapan - Bacaan Kedua - Bacaan Injil. Bacaan Injil dibagi ke dalam siklus 3 tahunan menurut kalender liturgi pada tahun tersebut (tahun A – Injil Matius, tahun B – Injil Markus, tahun C – Injil Lukas, sementara Injil Yohanes disebar dalam tiga tahun tersebut). Sementara, untuk Hari Raya walaupun berstruktur sama namun hanya ada satu rangkaian bacaan yang digunakan setiap tahunnya.

Untuk Pesta, Peringatan dan Hari Biasa tanpa pesta digunakan struktur bacaan sbb.: Bacaan Pertama - Mazmur Tanggapan - Bacaan Injil. Dalam Pesta digunakan bacaan-bacaan khusus sementara untuk Peringatan dan hari biasa bacaan mengikuti siklus dua tahunan. Dalam siklus dua tahunan ini bacaan Injilnya sama dan yang berbeda ialah bacaan pertama dan pilihan mazmurnya.

Setiap pembacaan Kitab Suci harus selalu diakhiri dengan kata-kata “Demikianlah Sabda Tuhan”. Kata-kata ini merupakan pernyataan resmi bahwa yang dibacakan tadi adalah sabda Allah sendiri sebab Allah hadir ketika Kitab Suci dibacakan. Dan umat menjawab “Syukur kepada Allah”.

Aklamasi “Syukur kepada Allah” (Deo gratias) dipergunakan oleh umat sejak abad keempat sebagai jawaban atas pernyatan “demikianlah sabda Tuhan”. Umat menjawab: “syukur kepada Allah”, untuk menyatakan kepercayaannya bahwa apa yang baru disampaikan benar-benar sabda Tuhan. Umat tidak berhenti pada jawaban singkat itu, bahkan menanggapi sabda itu dengan mazmur tanggapan yang tidak lain adalah suatu madah untuk memuji Tuhan dengan kata-kata yang diilhami oleh Roh Kudus. Jika kita memahaminya dan mengulang refreinnya benar-benar, maka kita akan memberikan tanggapan / jawaban secara tepat atas sabda Tuhan (bdk. DV 25).

Bacaan Pertama diambil dari Perjanjian Lama, kecuali pada masa Paskah dimana seluruhnya diambil dari Kisah Para Rasul. Dalam bacaan pertama kita diajak untuk mengingat kembali sejarah perjanjian kita. Sementara Bacaan Kedua selalu diambil dari Perjanjian Baru non-Injil. Bacaan Pertama umumnya selalu memiliki kaitan tematis yang langsung dengan Bacaan Injil, tujuannya memberi latar belakang sehingga menambah pengertian / pemahaman sejarah keselamatan Allah dari perjanjian lama dan berpuncak pada Yesus yang diwartakan dalam Injil. Sementara Bacaan Kedua umumnya bersifat kontinuitas dan tidak selalu memiliki kaitan tematis yang langsung baik dengan Bacaan Pertama maupun Injil.

Pada saat membaca, lektor hanya memaklumkan: Bacaan dari kitab ......... tanpa menyebutkan bab, ayat, tanpa membacakan kalimat dengan huruf miring, dan tanpa menyebutkan Bacaan I atau II. Alasan teologisnya adalah demi spontanitas kehadiran pribadi Allah yang mau berbicara.

Dalam perayaan, doa-doa dan nyanyian-nyanyian harus bersifat spontan, yang keluar dari hati. Karena itu, nyanyian-nyanyian hendaknya bersifat sederhana namun sublim, yang mudah diingat oleh umat. "Sebab, hanya kalau dapat dihayati secara pribadi, liturgi adalah doa umat beriman. Kalau doa liturgis tidak dapat masuk ke dalam hati, maka dengan sendirinya akan menjadi upacara. Hanya kalau hati orang terlibat, liturgi dapat menjadi perayaan." (Tom Jacobs, Teologi Doa, 2004 : 81).

Seluruh bagian Liturgi Sabda hendaknya dilangsungkan di mimbar (PUMR 58). Mimbar adalah “pusat perhatian umat selama Liturgi Sabda”. Bacaan Pertama, Mazmur Tanggapan, Bacaan Kedua, Injil, Homili, Syahadat, Doa Umat, disampaikan dari mimbar.

Sabda Allah (bacaan pertama dan kedua) sebaiknya dimaklumkan dari Lectionarium. Karena dalam Lectionarium itu, perikop yang dimaklumkan, sudah ditempatkan konteksnya dan jika ada ayat yang dilewati, juga sudah didrop; sehingga memudahkan pemakluman.

Menurut tradisi, pembacaan itu bukanlah tugas pemimpin perayaan, melainkan tugas pelayan yang terkait. Oleh karena itu, bacaan-bacaan hendaknya dibawakan oleh lektor, sedangkan Injil dimaklumkan oleh diakon atau imam lain yang tidak memimpin perayaan. Akan tetapi, kalau tidak ada diakon atau imam lain, maka Injil dimaklumkan oleh imam selebran sendiri. (PUMR 59). Hal tersebut dimaksudkan bahwa pemimpin perayaan/pastor yang biasanya memberi homili bukan hanya seorang pewarta Sabda Allah; tapi juga seorang pendengar sabda pula. Sebagai pendengar sabda, pemimpin perayaan ikut mendengarkan pewartaan bacaan pertama dan kedua, serta Injil apabila dibacakan oleh diakon tertahbis.

Dengan mendengarkan bacaan Kitab Suci dalam Perayaan Ekaristi, umat mengaktualisasikan teks Alkitab secara paling sempurna. Perayaan Ekaristi menempatkan pewartaan di tengah-tengah komunitas umat beriman, yang berkumpul di sekitar Yesus untuk mendekatkan diri pada Allah. Oleh karena itu kita perlu membedakan pembacaan Kitab Suci dalam liturgi dengan membaca Kitab Suci untuk Studi Ilmiah atau renungan.

Bagaimanapun "Mendengarkan bukan sekedar tindakan reseptif, yang hanya menerima saja, melainkan juga tindakan aktif. Sebab bila kita mendengarkan, kita sebenarnya sedang membuka diri, untuk menerima dengan sadar, sapaan dari luar diri kita. Dengan sadar pula mau mengambil bagian dalam peristiwa yang didengarkan itu. Demikianlah dalam liturgi, tindakan mendengarkan ini begitu dominan. Kita mendengarkan Sabda Tuhan, homili, doa, nyanyian, musik, dan sebagainya" (E. Martasudjita, Memahami Simbol-simbol Dalam Liturgi, 1998:15).
Semoga Tuhan memberkati kita semua.

Oleh : Ign. Djoko Irianto
Penulis, Prodiakon Paroki St. Herkulanus

baca selanjutnya...

Minggu, 06 November 2011

Liturgi Sabda dalam Perayaan Ekaristi

Secara umum perayaan ekaristi dibagi menjadi 4 bagian, yaitu ritus pembuka, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan ritus penutup. Ritus pembuka bertujuan untuk mempersatukan umat dan mempersiapkan umat untuk menyadari kehadiran Allah, agar dapat mendengarkan sabda Allah dan dapat merayakan Ekaristi dengan pantas. Pewartaan dan pembacaan Sabda Allah merupakan unsur yang sangat penting dalam Liturgi Sabda. Umat wajib mendengarkan dengan penuh hormat. Bila Alkitab (Kitab Suci) dibacakan dalam gereja, Allah sendirilah yang bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus mewartakan kabar baik, sebab Ia hadir dalam sabda itu. (PUMR 29).

Liturgi sangat erat hubungannya dengan Kitab Suci. Bahkan hampir tidak ada liturgi tanpa Kitab suci. Dalam perjalanan Gereja baik sejarah Gereja maupun sejarah liturgi, sekurang-kurangnya tak biasa ada liturgi tanpa Kitab Suci. Dikatakan sekurang-kurangnya, karena ada perayaan liturgi dulu tanpa Kitab Suci seperti perayaan tobat. Secara konkrit, liturgi menimba spiritualitas dari Kitab Suci, sebaliknya liturgi merupakan muara Kitab Suci karena liturgi dibentuk oleh sabda Allah.

Santo Hieronimus (347-420), seorang rahib dan pujangga Gereja menegaskan, “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.” Penegasan ini dikutip lagi oleh Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Dei Verbum No 25. Selanjutnya, Hieronimus mengingatkan bahwa tempat yang paling tepat untuk membaca dan mendengarkan Sabda Allah adalah liturgi. Maka, belum cukup hanya merenungkan sendiri Kitab Suci. Tafsiran ilmiah terhadap Kitab Suci pun hanya bersifat membantu. Karena bagi Hieronimus, penafsiran Kitab Suci yang otentik selalu harus sesuai dengan iman Gereja Katolik.

Kita harus membaca Kitab Suci dalam komunio dengan Gereja yang hidup. Kalau Kitab Suci dibacakan dalam Gereja, terutama dalam Perayaan Ekaristi, maka Allah sendiri berbicara kepada umat-Nya dan Kristus hadir dalam Sabda-Nya (PUMR 29 dan SC 7).

Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi merupakan dua bagian pokok dalam perayaan ekaristi (PUMR 28), keduanya berhubungan erat. Dalam Liturgi Sabda dipaparkan karya keselamatan Allah yang disyukuri dalam Liturgi Ekaristi. Mengenai hubungan antara Sabda dan Ekaristi, PUMR 28 menulis: “Perayaan Ekaristi boleh dikatakan terdiri atas dua bagian: Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya berhubungan begitu erat satu sama lain, sehingga merupakan satu tindak ibadat.” Sebab dalam Perayaan Ekaristi itu sabda Allah dihidangkan untuk menjadi pengajaran bagi orang-orang beriman dan Tubuh Kristus dihidangkan untuk menjadi santapan bagi mereka.

Dalam liturgi sabda, Gereja merayakan misteri kehadiran Tuhan melalui sabda, dalam sikap dan semangat doa. Umat beriman berdoa dengan seluruh kemanusiaannya. Umat mengambil sikap duduk untuk mendengar dengan penuh hikmat. Duduk di sini tentunya tetap dalam sikap doa.

Pelaksanaan Liturgi Sabda dalam Perayaan Ekaristi
Kerangka – Kerangka dasar Liturgi Sabda selengkapnya adalah: Bacaan 1 – Mazmur Tanggapan – Bacaan 2 – Bait Pengantar Injil – Aklamasi Sebelum Injil – Injil – Aklamasi Sesudah Injil – Homili – Syahadat – Doa Umat.

Bacaan-bacaan Alkitab dan mazmur tanggapannya merupakan bagian pokok dari Liturgi Sabda. Dalam bacaan-bacaan ini, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya (PUMR 29). Di situ Allah menyingkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makanan rohani. Lewat sabda-Nya, Kristus sendiri hadir di tengah-tengah umat beriman.

Dalam Perayaan Ekaristi, bacaan-bacaan Alkitab tidak boleh dihilangkan atau dikurangi, apalagi diganti dengan bacaan lain yang bukan dari Alkitab; begitu juga nyanyian (mazmur) yang diambil dari Alkitab. PUMR 57 menegaskan : “Tidak diizinkan mengganti bacaan dan mazmur tanggapan, yang berisi sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Alkitab.” Sebab lewat Sabda Allah yang diwariskan secara tertulis itulah "Allah masih terus berbicara kepada umat-Nya."

Cara Pelaksanaan – Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari.

Pembacaan Alkitab dalam perayaan Ekaristi bukanlah sekedar penyampaian kisah informatif tentang Allah dan cara-cara Dia berurusan dengan manusia di masa lalu. Pembacaan Alkitab dalam perayaan Ekaristi adalah suatu peristiwa yang sedang terjadi, sebuah campur tangan Allah secara nyata dalam masalah dan keprihatinan jemaat yang tengah berkumpul. Jadi, pada saat Alkitab dibacakan Allah sungguh hadir dan berkarya nyata, sama seperti dulu, semasa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Pada saat Alkitab dibacakan, Allah menyelamatkan umat yang sedang berhimpun, menyembuhkan, membangun, menasihati, menegur ... dll sesuai dengan firman yang diwartakan.

Dalam liturgi sabda kita tidak hanya mendengar bahwa Allah dulu menebus umat Israel, tetapi mengalami bahwa Ia kini menebus kita pada saat dan tempat kita sedang beribadat. Oleh karena itu pembacaan sabda Tuhan merupakan unsur yang sangat penting dalam liturgi. Umat wajib mendengarkannya dengan penuh perhatian supaya mereka sungguh terlibat dalam peristiwa yang sedang terjadi.

Unsur Dasar – Unsur dasar Liturgi Sabda adalah pewartaan dan pendengaran, mewartakan dan mendengarkan, pewarta dan pendengar. Maka, Gereja menekankan pentingnya membacakan dan mendengarkan sebagai ritual dasar Liturgi Sabda. Pembacaan adalah tugas lektor, diakon, dan imam. Mendengarkan adalah tugas jemaat. PUMR 29 menegaskan, “Umat wajib mendengarkan dengan penuh hormat.” Berhubung dengan ini, perlu kita tinjau kembali penggunaan lembaran misa. Membaca bersama-sama dengan lektor bukanlah mendengarkan. Fungsi dan peran mendengar agak tergeser. Kiranya kita akan memetik jauh lebih banyak buah, kalau kita berkonsentrasi pada mendengarkan sambil menyimak kata demi kata.

Tata Gerak – Tata gerak yang lazim waktu mendengarkan adalah duduk (tegak); tangan dengan telapak tengadah tertumpang pada paha, sikap ini merupakan simbol penerimaan sabda Tuhan. Cara kita duduk menunjukkan sikap kita terhadap sabda Allah.
Semoga Tuhan memberkati kita semua.

*) Penulis, Prodiakon Paroki St. Herkulanus
Catatan:
PUMR = Pedoman Umum Misale Romawi
SC = Sacrosanctum Concilium
DV = Dei Verbum

baca selanjutnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP