Jumat, 11 Februari 2011

Liturgi: Perlu Persiapan, Pelaksanaan & Buah yang Baik

Print Friendly and PDF

Oleh: C. Dwi Atmadi
Untuk acara apa pun, persiapan yang baik biasanya menghasilkan pelaksanaan yang baik pula. Dan pelaksanaan yang baik diharapkan menghasilkan buah yang baik juga. Begitu juga dengan perayaan liturgi.

Banyak umat merasa liturgi di Gereja terasa begitu kering dan tidak menarik. Salah satu penyebabnya adalah masa persiapan yang kurang atau bahkan tidak memadai. Ada aneka persiapan yang penting dilakukan.

Persiapan Batin

Diharapkan ada perkembangan disposisi dari ’kewajiban’ bertumbuh ke ’kebutuhan’; dan dari ’kebutuhan’ berkembang ke ’kerinduan’. Hal ini meyangkut urusan pribadi (personal). Seperti yang tertulis dalam Sacrosannctum Concilium (SC): “Akan tetapi supaya hasil guna itu diperoleh sepenuhnya, umat beriman perlu datang menghadiri liturgi suci dengan sikap batin yang serasi. Hendaklah mereka menyesuaikan hati dengan apa yang mereka ucapkan, serta bekerja sama dengan rahmat surgawi, supaya mereka jangan sia-sia saja menerimanya” (SC 11).

Salah satu contoh kecil, tetapi penting dalam persiapan batin adalah doa pribadi (dengan keheningan batin dan waktu teduh). Doa bersama (dengan segala semangat kesatuan dan pelayanan) sebelum perayaan liturgi dimulai.

Persiapan Perayaan Liturgi

Persiapan ini mulai dari persiapan para petugas liturgi, tata perayaan liturgi sampai ruang dan sarana liturgi. Hal ini menyangkut urusan bersama (komunal). Walaupun umat datang dengan kerinduan yang meluap, tetapi kalau liturginya dirayakan tanpa persiapan yang memadai, umat bisa kecewa dan mengalami keke-ringan lagi.

Dalam hal ini peranan Tim Kerja Liturgi Paroki sangatlah penting dalam mengkoordinasikan berbagai persiapan dengan imam/pemimpin ibadat dan seluruh petugas liturgi (serta panitia perayaan, jika ada), sehingga liturgi dapat berjalan dengan baik, indah dan bermakna.

Pelaksana

Dari hakikatnya liturgi menuntut partisipasi umat secara sadar dan aktif. Secara eksplisit Konsili Vatikan II menegaskan: “Bunda Gereja sangat menginginkan, supaya semua orang beriman dibimbing ke arah keikutsertaan yang sepenuhnya, sadar dan aktif dalam perayaan-perayaan liturgi sendiri, dan berdasarkan baptis hal itu merupakan hak serta kewajiban umat kristiani sebagai ‘bangsa terpilih’, imamat rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” (SC 14).

Dalam pelaksanaan perayaan liturgi, umat bukanlah penonton, tetapi pelaku liturgi. Umat bukan obyek, tetapi termasuk subyek yang berliturgi. Jadi, istilah ’aktif’ menunjuk pada keterlibatan umat yang total dalam liturgi. Partisipasi secara sadar menunjuk pada suatu peran serta yang dilakukan dengan penuh pengertian dan pemahaman. Dengan kata lain, orang tahu dan paham betul tentang apa yang sedang dilakukan. Misalnya: membuat tanda salib, bernyanyi, berdoa, menjawab ajakan pe-mimpin / petugas liturgi, duduk, berlutut, berdiri, membungkuk, menebah dada, memandang dengan khidmat, beraklamasi, mendengarkan dan lain-lain. Jika seluruh tindak liturgi ini dipahami, maka pelaku liturgi (termasuk imam sebagai pemimpin ibadat) akan dengan gembira dan penuh penghayatan melaksanakannya.

Persiapan Perayaan Liturgi

Spiritualitas (dari bahasa Latin: Spiritus = Roh) berarti hidup menurut Roh Kudus. Gereja yang hidup menurut Roh Kudus merupakan gerak hidup yang selalu membawa orang kepada kepenuhan kebersamaan dengan Allah. Kalau liturgi merupakan pengungkapan dan pelaksa-naan kebersamaan dengan Allah, maka spiritualitas Kristiani akan mendapat sumber makanan dan inspirasinya dari liturgi. Sebab Roh Kudus yang menjadi api utama spiritualitas Kristiani hadir dan dirayakan dalam liturgi, Roh Kudus itu menghadirkan Yesus Kristus yang adalah gambaran Allah Bapa. Dan Yesus Kristus hadir melalui Roh-Nya dalam liturgi (bdk. SC 7). ”Sebab bagi kaum beriman, liturgi merupakan sumber utama yang tidak tergantikan untuk menimba semangat Kristiani yang sejati” (SC 14).

Liturgi sebagai sumber dan puncak kehidupan Kristiani juga dapat bertolak dari paham liturgi sebagai medan perjumpaan Allah dan manusia. Dalam hidup sehari-hari, kita selalu berjumpa dengan Allah. Kebersamaan dengan Allah yang kita hayati setiap saat dalam hidup sehari-hari itu dirayakan, disadari diakui, dinyatakan dan disyukuri serta dimohon dalam perayaan liturgi. Dalam arti ini, perayaan liturgi adalah perayaan kehidupan. Umat beriman (dengan semangat ’up and down’-nya) dalam hidup harian tetap mengarahkan hati pada Allah dan mengharapkan agar berbuah banyak dalam kehidupan yang berkenan kepada-Nya.

Akhirnya liturgi yang dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik, diharapkan menghasilkan buah Roh Kudus yang baik pula dalam hidup sehari-hari, seperti dikatakan Santo Paulus kepada jemaat di Galatia: ”…kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kestiaan, kelemah-lembutan, penguasaan diri” (Gal 5: 22-23). Semoga Tuhan memberkati.***

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP