Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Sakramen Ekaristi
Editor: P. Gregorius Kaha, SVD
Pengantar
Tuhan Yesus, pada malam sebelum sengsara-Nya disalib, mengadakan perjamuan terakhir bersama para murid-Nya. Dalam perjamuan itu, Penyelamat kita menetapkan sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Ia melakukannya untuk mengabadikan Kurban Salib untuk selamanya serta mempercayakan kepada Gereja, Mempelai-Nya, kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya. Seperti yang dinyatakan dalam Injil Matius:
Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat 26:26-28; bdk Mrk 14:22-24, Luk 22:17-20, 1 Kor 11:23-25)
Berpegang pada perkataan Yesus itu, Gereja Katolik mengakui bahwa dalam perayaan Ekaristi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus dan dengan pelayanan imam. Yesus mengatakan: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia … Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.” (Yoh 6:51-55). Kehadiran secara utuh: Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan-Nya, dalam rupa roti dan anggur - Kristus yang mulia, yang bangkit dari antara orang mati setelah wafat untuk menebus dosa-dosa kita. Inilah yang dimaksudkan Gereja dengan “Kehadiran Nyata” Kristus dalam Ekaristi. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi disebut “nyata”, bukan berarti kehadiran-Nya dalam cara-cara lain seakan-akan dianggap tidak nyata (bdk Katekismus no. 1374). Kristus yang bangkit hadir dalam Gereja-Nya dengan berbagai macam cara, tetapi secara paling khas melalui Tubuh dan Darah-Nya dalam Perayaan Ekaristi.
Apakah artinya Yesus Kristus hadir dalam Ekaristi dalam rupa anggur dan roti? Bagaimana hal itu dapat terjadi? Kehadiran Kristus yang bangkit dalam Ekaristi merupakan misteri yang tak terjangkau yang tak akan pernah dapat dijelaskan secara sempurna dengan kata-kata oleh Gereja. Kita patut ingat bahwa Allah Tritunggal adalah pencipta dari segala yang ada dan memiliki kuasa untuk melakukan lebih dari apa yang dapat kita bayangkan. Seperti dikatakan oleh St. Ambrosius: “Bukankah Kristus, yang dapat menciptakan yang belum ada dari ketidakadaan, dapat mengubah yang ada ke dalam sesuatu, yang sebelumnya tidak ada?” (De Sacramentis, IV, 5-16). Tuhan menciptakan dunia dengan tujuan untuk membagi kehidupan-Nya dengan manusia yang bukanlah Tuhan. Rencana agung karya keselamatan ini mengungkapkan suatu kebijaksanaan yang melampaui pengertian kita. Tetapi kita tidak dibiarkan dalam ketidaktahuan: oleh karena kasih-Nya kepada kita, Tuhan mengungkapkan kebenaran-Nya kepada kita dengan cara-cara yang dapat kita mengerti melalui karunia iman dan rahmat Roh Kudus yang tinggal dalam kita. Dengan demikian, kita dijadikan mampu untuk memahami, setidak-tidaknya dalam batas-batas tertentu hal-hal yang jika tak dinyatakan-Nya tak terpahami oleh kita, sekalipun kita tidak akan pernah dapat memahami sepenuhnya misteri Allah.
Sebagai penerus para Rasul dan gembala Gereja, para uskup mempunyai tanggung jawab untuk mewariskan apa yang telah dinyatakan Tuhan kepada kita serta menyemangati segenap anggota Gereja untuk memperdalam pemahaman mereka akan misteri dan karunia Ekaristi. Guna membantu memperdalam iman itulah, maka kami mempersiapkan tulisan ini untuk menjawab kelima belas pertanyaan yang biasa diajukan sehubungan dengan Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Kami menawarkan tulisan ini kepada para pastor dan para pengajar agama guna membantu mereka dalam tugas dan tanggung jawab mereka dalam mengajar. Kami menyadari bahwa sebagian dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini menyangkut pemahaman teologi yang agak rumit. Namun demikian, harapan kami agar pembahasan serta diskusi dari tulisan ini akan membantu banyak umat Katolik di negeri kita dalam memperkaya pemahaman mereka akan misteri iman.
1. Mengapa Yesus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita sebagai makanan dan minuman?
Yesus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita dalam Ekaristi sebagai santapan rohani oleh karena Ia mengasihi kita. Seluruh rencana Tuhan bagi keselamatan kita ditujukan pada keikutsertaan kita dalam kehidupan Tritunggal, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Awal keikutsertaan kita dalam kehidupan Ilahi dimulai sejak kita menerima Sakramen Baptis, yaitu ketika dengan kuasa Roh Kudus kita dipersatukan dengan Kristus, dan dengan demikian kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Kemudian, keikutsertaan itu dikuatkan serta diperteguh dengan Sakramen Penguatan. Selanjutnya dipelihara serta diperdalam melalui keikutsertaan kita dalam Sakramen Ekaristi. Dengan menyantap Tubuh dan meminum Darah Kristus dalam Ekaristi, kita dipersatukan dengan pribadi Kristus melalui kemanusiaan-Nya. “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yoh 6:56). Dengan dipersatukan dengan kemanusiaan Kristus, pada saat yang sama kita juga dipersatukan dengan ke-Allahan-Nya. Tubuh kita yang fana serta dapat rusak diubah dengan dipersatukan pada sumber kehidupan. “Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:56).
Dengan dipersatukan dengan Kristus melalui kuasa Roh Kudus yang tinggal dalam kita, kita ditarik pada hubungan cinta abadi antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Seperti Yesus adalah Putera Allah yang kekal, demikian juga kita diangkat menjadi anak-anak Allah melalui Sakramen Baptis. Melalui Sakraman Baptis dan Penguatan (Krisma), kita menjadi Bait Allah Roh Kudus, yang tinggal dalam kita. Dengan Roh Kudus tinggal dalam kita, kita dijadikan kudus oleh karunia rahmat pengudusan. Janji Injil yang utama adalah bahwa kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupan Allah Tritunggal. Para Bapa Gereja menyebut keikutsertaan dalam kehidupan Ilahi ini sebagai “pengilahian” (theosis). Dengan demikian kita melihat bahwa Tuhan tidak hanya menganugerahkan hal-hal baik bagi kita dari tempat-Nya yang tinggi; malahan, kita diangkat masuk ke dalam inti kehidupan Tuhan, yaitu persekutuan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dalam perayaan Ekaristi (yang berarti “ucapan syukur”) kita memuji serta memuliakan Tuhan oleh karena anugerahnya yang luar biasa agung ini.
2. Mengapa Ekaristi bukan hanya perjamuan, melainkan juga kurban?
Sementara dosa-dosa kita menyebabkan tidak mungkin bagi kita untuk ikut serta dalam kehidupan Ilahi, Yesus Kristus diutus untuk menghancurkan penghalang ini. Wafat-Nya adalah kurban silih bagi dosa-dosa kita. Kristus adalah “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh 1:29). Lewat wafat dan kebangkitan-Nya, Ia mengalahkan dosa dan maut serta memulihkan hubungan kita dengan Tuhan. Ekaristi merupakan kenangan akan kurban ini. Gereja berkumpul untuk mengenang serta menghadirkan kembali kurban Kristus yang kita rayakan lewat pelayanan imam dan kuasa Roh Kudus. Melalui perayaan Ekaristi, kita dipersatukan dengan kurban Kristus dan menerima rahmat berlimpah yang tak habis-habisnya.
Seperti dijelaskan dalam Surat kepada umat Ibrani, Yesus adalah Imam Besar yang senantiasa hidup untuk menjadi Pengantara bagi umat-Nya kepada Bapa. Dengan demikian, Ia jauh melebihi para imam besar lainnya yang selama berabad-abad biasa mempersembahkan kurban penebus dosa di Bait Allah di Yerusalem. Imam Besar Yesus Kristus mempersembahkan kurban yang sempurna yang adalah Diri-Nya Sendiri, bukan yang lain. “Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.” (Ibr 9:12).
Apa yang telah dilakukan Yesus merupakan sejarah bagi umat manusia, oleh karena Ia sungguh manusia dan telah masuk dalam sejarah kehidupan manusia. Tetapi, pada saat yang sama, Yesus Kristus adalah Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal; Ia adalah Putera Allah yang kekal, yang tidak terikat waktu atau pun sejarah. Apa yang dilakukan-Nya melampaui waktu, yang adalah bagian dari ciptaan. “Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, --artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, --” (Ibr 9:11). Yesus, Putera Allah yang kekal melaksanakan kurban-Nya di hadapan Bapa-Nya, yang hidup dalam keabadian. Oleh karenanya, kurban Yesus yang satu dan sempurna itu hadir abadi di hadapan Bapa, yang menerimanya secara abadi pula. Artinya, bahwa dalam Ekaristi, Yesus tidak mengurbankan Diri-Nya berulang-ulang kali. Melainkan, dengan kuasa Roh Kudus, kurban-Nya yang satu dan abadi itu dihadirkan kembali, bukan diulang kembali, agar kita dapat ikut ambil bagian di dalamnya.
Kristus tidak harus meninggalkan kediaman-Nya di surga agar dapat bersama kita. Melainkan, kita ambil bagian dalam liturgi surgawi di mana Kristus secara abadi menjadi Pengantara bagi kita dan mempersembahkan kurban-Nya kepada Bapa, dan di mana para malaikat dan para kudus tak henti-hentinya memuliakan Allah serta mengucap syukur atas segala rahmat-Nya: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (Why 5:13). Seperti dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik, “Oleh perayaan Ekaristi kita sudah menyatukan diri sekarang ini dengan liturgi surgawi dan mengenyam lebih dahulu kehidupan abadi, di mana Allah akan menjadi semua untuk semua.” (Katekismus no. 1326). Seruan Sanctus, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN ….,” adalah nyanyian para malaikat yang berada di hadirat Allah (Yes 6:3). Ketika dalam perayaan Ekaristi kita menyerukan Kudus, kita menggemakan di bumi nyanyian para malaikat sementara mereka memuji Tuhan di surga. Dalam Perayaan Ekaristi, kita tidak hanya sekedar mengenang suatu peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Melainkan, melalui kekuatan misterius Roh Kudus dalam perayaan Ekaristi, Misteri Paskah Kristus dihadirkan kembali secara serentak kepada Gereja, Mempelai-Nya.
Terlebih lagi, dalam Ekaristi dalam menghadirkan kembali kurban Kristus yang abadi di hadapan Bapa, kita bukan sekedar menjadi penonton. Imam dan himpunan umat yang bersembah sujud, dengan cara yang berbeda ikut ambil bagian secara aktif dalam kurban Ekaristi. Imam yang telah ditahbiskan berdiri di altar sebagai wakil Kristus yang adalah Kepala Gereja. Semua umat beriman yang telah dibaptis, adalah anggota Tubuh Kristus, yang ambil bagian dalam imamat-Nya, sebagai imam sekaligus kurban. Ekaristi adalah juga kurban Gereja. Gereja, yang adalah Tubuh dan Mempelai Kristus, ambil bagian dalam mempersembahan kurban Kepala dan Mempelai-nya. Dalam Ekaristi, kurban Kristus juga menjadi kurban anggota-anggota Tubuh-Nya yang dipersatukan dengan Kristus sehingga mendapat satu nilai baru (bdk Katekismus no. 1368). Sementara kurban Kristus dihadirkan kembali secara sakramental, bersatu dalam Kristus, kita mempersembahkan diri kita sebagai suatu kurban kepada Bapa. “Seluruh Gereja menjalankan peran sebagai imam dan kurban bersama dengan Kristus, mempersembahkan Kurban Misa dan dirinya sendiri sepenuhnya yang dipersembahkan di dalamnya.” (Mysterium Fidei, no. 31; bdk Lumen Gentium, no. 11).
3. Ketika roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, mengapa roti dan anggur tersebut masih mempunyai rupa dan rasa seperti roti dan anggur?
Dalam perayaan Ekaristi, Kristus yang mulia hadir dalam rupa roti dan anggur dengan suatu cara yang unik, suatu cara yang secara unik cocok bagi Ekaristi. Dalam bahasa teologi tradisional Gereja, pada saat konsekrasi dalam Ekaristi, “substansi” roti dan anggur diubah oleh kuasa Roh Kudus menjadi “substansi” Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Pada saat yang sama, “wujud” atau rupa roti dan anggur tetap sama. “Substansi” dan “wujud” di sini digunakan sebagai istilah filsafat yang telah disesuaikan oleh para ahli teologi besar abad pertengahan seperti St. Thomas Aquinas dalam upaya mereka untuk memahami serta menjelaskan iman. Istilah tersebut digunakan untuk menyampaikan kenyataan bahwa apa yang tampak sebagai roti dan anggur dalam segala hal (pada tingkat “wujud” atau tampilan fisik - yaitu: apa yang dapat dilihat, diraba, dirasa atau pun ditimbang) sesungguhnya sekarang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (pada tingkat “substansi” atau kenyataan yang sesungguhnya). Perubahan pada tingkat substansi dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus disebut sebagai “transsubstansiasi” (perubahan hakiki). Menurut iman Katolik, kita dapat menyebutnya sebagai Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi oleh karena transsubstansiasi telah terjadi (bdk Katekismus no. 1376).
Inilah misteri terbesar iman kita - kita hanya dapat mengetahuinya melalui ajaran Kristus yang disampaikan kepada kita dalam Kitab Suci dan dalam Tradisi Gereja. Setiap perubahan lain yang terjadi di dunia mengakibatkan terjadinya perubahan wujud atau karakteristik. Kadang kala, wujud berubah sementara substansinya tetap sama. Sebagai contoh, ketika seorang anak menjadi dewasa, karakteristik manusianya berubah dalam banyak hal, namun demikian manusia dewasa itu tetap manusia yang sama - substansi yang sama. Pada perubahan lain, kedua-duanya, baik substansi maupun wujudnya berubah. Sebagai contoh, ketika seorang makan sebuah apel, apel yang masuk ke dalam tubuh orang itu diubah menjadi tubuh orang itu. Ketika perubahan substansi itu terjadi, wujud atau karakteristik apel tidak ada lagi. Sementara apel diubah menjadi tubuh orang itu, yang ada sekarang hanyalah wujud atau karakteristik tubuh orang tersebut. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi adalah unik dalam hal, meskipun roti dan anggur yang telah dikonsekrir adalah sungguh substansi Tubuh dan Darah Kristus, roti dan anggur tersebut tidak memiliki sedikitpun wujud atau karakteristik tubuh manusia, melainkan tetap wujud dan karakteristik roti dan anggur.
4. Apakah roti sudah bukan lagi roti dan anggur sudah bukan lagi anggur?
Ya. Agar keseluruhan Kristus dihadirkan - tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan-Nya - roti dan anggur tidak lagi dapat tetap tinggal, melainkan harus dilepaskan agar Tubuh dan Darah-Nya yang mulia dapat hadir. Dengan demikian, dalam Ekaristi substansi roti sudah bukan lagi roti melainkan Tubuh Kristus, sementara substansi anggur sudah bukan lagi anggur melainkan Darah Kristus. Seperti dicermati oleh St. Thomas Aquinas bahwa Kristus tidak mengatakan, “Roti ini adalah Tubuh-Ku,” melainkan “Inilah Tubuh-Ku” (Summa Theologiae, III q. 78, a. 5).
5. Apakah pantas bahwa Tubuh dan Darah Kristus dihadirkan dalam Ekaristi dalam rupa roti dan anggur?
Ya, sebab kehadiran-Nya dengan cara demikian cocok secara sempurna dengan perayaan sakramental Ekaristi. Yesus Kristus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita dalam bentuk yang menggunakan lambang-lambang yang lazim dalam hal makan roti dan minum anggur. Lagipula, dengan hadir dalam rupa roti dan anggur, Kristus memberikan Diri-Nya kepada kita dalam bentuk yang sesuai bagi manusia dalam hal makan dan minum. Juga, kehadiran-Nya dalam bentuk demikian sesuai dengan nilai iman, sebab kehadiran Tubuh dan Darah Kristus tidak dapat dilihat atau pun ditangkap dengan cara lain selain dari iman. Oleh sebab itu, St. Bonaventura menegaskan: “Tidak ada masalah mengenai kehadiran Kristus dalam sakramen dalam suatu lambang; masalah terbesarnya adalah kenyataan bahwa Ia sungguh hadir dalam sakramen, sama seperti Ia sungguh hadir di surga. Dan karenanya, mempercayai kebenaran ini patut dipuji secara istimewa” (In IV Sent., dist. X, P. I, art. un., qu. I). Dalam kuasa Tuhan yang menyatakan Diri-Nya kepada kita, dengan iman kita mempercayai apa yang tidak dapat ditangkap oleh indera manusia (bdk Katekismus no. 1381).
6. Apakah roti dan anggur yang telah dikonsekrir “hanyalah sekedar lambang”?
Dalam bahasa sehari-hari, kita menyebut “lambang” sebagai sesuatu yang menunjuk sesuatu yang lain yang lebih tinggi, seringkali menunjuk beberapa fakta sekaligus. Roti dan anggur yang telah dikonsekrir menjadi Tubuh dan Darah Kristus bukan sekedar lambang belaka, karena roti dan anggur sungguh telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Seperti yang ditulis oleh St. Yohanes dari Damaskus: “Roti dan anggur bukan melambangkan Tubuh dan Darah Kristus - Sama sekali tidak! - melainkan sungguh Tubuh Kristus yang Kudus, oleh sebab Kristus Sendiri mengatakan: 'Inilah Tubuh-Ku'; dan bukannya 'Ini melambangkan Tubuh-Ku' melainkan 'Tubuh-Ku,' dan bukan 'melambangkan Darah-Ku' melainkan 'Darah-Ku'” (The Orthodox Faith, IV [PG 94, 1148-49]).
Namun demikian, pada saat yang sama, amatlah penting untuk memahami bahwa Tubuh dan Darah Kristus ada di tengah kita dalam Ekaristi secara sakramental. Dengan kata lain, Kristus hadir dalam rupa roti dan anggur, bukan dalam wujud-Nya yang sebenarnya. Kita tidak dapat mengandaikan dapat memahami segala alasan dibalik karya Allah. Tetapi, Tuhan mempergunakan lambang-lambang yang sesuai dengan makan roti dan minum anggur pada tingkat yang lazim untuk menerangkan arti akan apa yang telah dipenuhi dalam Ekaristi melalui Yesus Kristus.
Ada berbagai macam cara di mana lambang makan roti dan minum anggur mengungkapkan makna Ekaristi. Sebagai contoh, seperti makanan jasmani memberikan makanan bagi tubuh, demikian juga makanan ekaristi memberikan makanan rohani. Di samping itu, hal makan bersama membangkitkan rasa kebersamaan di antara orang-orang yang ambil bagian di dalamnya; dalam Ekaristi, Anak-anak Allah makan bersama dalam perjamuan yang menghantar mereka ke dalam persekutuan, bukan hanya di antara sesama mereka, tetapi juga dengan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Demikianlah, seperti dikatakan St. Paulus, roti yang satu, yang dibagikan di antara banyak orang dalam perjamuan Ekaristi, merupakan tanda persekutuan di antara mereka yang telah dipanggil oleh Roh Kudus sebagai satu tubuh, yaitu Tubuh Kristus (1Kor 10:17). Contoh lain, biji-biji gandum dan buah-buah anggur harus dipanen dan melalui suatu proses penggilingan atau pemerasan sebelum mereka dilebur menjadi satu dalam roti dan anggur. Oleh sebab itu, roti dan anggur menunjukkan, baik persekutuan di antara mereka yang ikut ambil bagian dalam Tubuh Kristus maupun penderitaan yang dialami Kristus, penderitaan yang harus pula dipikul oleh para pengikut-Nya. Masih banyak lagi yang dapat dikatakan tentang bermacam cara bagaimana makan roti dan minum anggur melambangkan apa yang Tuhan lakukan bagi kita melalui Kristus, sebab lambang-lambang mengandung banyak arti dan konotasi.
7. Apakah roti dan anggur yang telah dikonsekrasikan sudah bukan lagi Tubuh dan Darah Kristus ketika perayaan Misa berakhir?
Tidak. Selama Perayaan Ekaristi, roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dan akan tetap demikian. Tubuh dan Darah tidak akan kembali menjadi roti dan anggur, sebab mereka memang sudah bukan lagi roti dan anggur. Sebab itu, tidak ada alasan untuk kembali pada keadaan “normal” mereka setelah perayaan Misa berakhir. Sekali substansi telah sungguh berubah, kehadiran Tubuh dan Darah Kristus terus “berlangsung selama rupa Ekaristi ada” (Katekismus no. 1377). Terhadap mereka yang bersikukuh bahwa roti yang telah dikonsekrir dalam Ekaristi tidak lagi memiliki kuasa pengudusan apabila disisakan hingga hari berikutnya, St. Sirilus dari Alexandria menjawab, “Kristus tidak berubah, demikian juga Tubuh-Nya yang kudus tidak berubah, kuasa konsekrasi dan rahmat-Nya yang memberi hidup tetap abadi di dalamnya.” (Surat 83, kepada Calosyrius, Uskup Arsinoe [PG 76, 1076]). Gereja mengajarkan bahwa Kristus tetap hadir dalam rupa roti dan anggur selama rupa roti dan anggur tetap (Katekismus no. 1377).
8. Mengapa sebagian hosti yang telah dikonsekrir disimpan setelah perayaan Misa berakhir?
Meskipun mungkin untuk menyantap semua roti yang telah dikonsekrir dalam perayaan Misa, sebagian biasanya disimpan dalam tabernakel. Tubuh Kristus dalam rupa roti yang disimpan atau “dicadangkan” setelah perayaan Misa berkahir, biasanya disebut sebagai “Sakramen Mahakudus.” Ada beberapa alasan pastoral mengenai penyimpanan Sakramen Mahakudus. Pertama-tama, Sakramen Mahakudus digunakan untuk pelayanan kepada mereka yang menghadapi ajal (Viaticum), sakit, dan mereka yang, oleh karena alasan tertentu yang dapat diterima Gereja, tidak dapat hadir dalam Perayaan Ekaristi. Kedua, Tubuh Kristus dalam rupa roti disembah pada saat ditahtakan, seperti dalam Adorasi Sakramen Mahakudus, yaitu ketika Sakramen Mahakudus diarak dalam suatu prosesi Ekaristi, atau ketika ditempatkan dalam tabernakel, di mana umat dapat berdoa secara pribadi. Devosi-devosi seperti di atas berdasarkan pada kenyataan bahwa Kristus Sendiri hadir dalam rupa roti. Banyak orang kudus terkenal dalam Gereja Katolik, seperti St. Yohanes Neumann, St. Elizabeth Ann Seton, St. Katharina Drexel, dan Beato Damianus dari Molokai, mempraktekkan devosi pribadi yang mendalam kepada Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.
9. Bagaimanakah sikap hormat yang layak bagi Tubuh dan Darah Kristus?
Tubuh dan Darah Kristus yang hadir dalam rupa roti dan anggur diperlakukan dengan sangat hormat, baik selama maupun sesudah Perayaan Ekaristi (bdk. Mysterium Fidei, no. 56-61). Sebagai contoh, “Tabernakel, di mana disimpan Ekaristi mahakudus, hendaknya terletak pada suatu bagian gereja atau ruang ibadat yang utama, tampak, dihias pantas, layak untuk doa” (Kitab Hukum Kanonik, Kan. 938 - §2). Menurut tradisi Gereja Latin, umat harus genuflect (berlutut dengan satu kaki) di depan tabernakel di mana disimpan Sakramen Mahakudus. Di Gereja-gereja Katolik Timur, menurut tradisi, umat membuat tanda salib dan membungkuk dengan hormat. Gerakan-gerakan liturgi dari kedua tradisi, baik Gereja Timur maupun Barat, mengungkapkan sikap hormat serta sembah sujud. Sudah sepantasnya bagi umat untuk saling bertegur sapa di halaman gereja, tetapi tidaklah pantas berbicara keras atau ribut dalam Gereja oleh karena kehadiran Kristus dalam tabernakel. Juga, Gereja mewajibkan semua orang untuk berpuasa sebelum menerima Tubuh dan Darah Kristus sebagai ungkapan rasa hormat dan permenungan (kecuali jika tidak diperbolehkan karena menderita suatu penyakit tertentu). Dalam Gereja Latin, umat wajib berpuasa sekurang-kurangnya satu jam; jemaat Gereja-gereja Katolik Timur juga harus mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan gereja mereka.
10. Jika seseorang tanpa mengimani makan dan minum roti dan anggur yang telah dikonsekrir, apakah ia juga menerima Tubuh dan darah Kristus?
Jika “menerima” diartikan “menyantap”, maka jawabannya adalah ya, sebab yang disantapnya adalah Tubuh dan Darah Kristus. Jika “menerima” diartikan “menerima Tubuh dan Darah Kristus dengan sadar dan rela, guna memperoleh manfaat rohani,” maka jawabannya adalah tidak. Kurangnya iman dari pihak orang yang menyantap dan meminum Tubuh dan Darah Kristus tidak dapat mengubah kenyataan bahwa roti dan anggur itu adalah Tubuh dan Darah Kristus, namun demikian kurangnya iman menghalangi yang bersangkutan menerima manfaat rohani, yaitu persatuan dengan Kristus. Menerima Tubuh dan Darah Kristus secara demikian adalah sia-sia, jika dilakukan dengan tahu dan sadar, akan mengakibatkan dosa sakrilegi (1Kor 11:29). Menerima Sakramen Mahakudus bukanlah obat otomatis. Jika kita tidak menghendaki persatuan dengan Kristus, Tuhan tidak hendak memaksakannya kepada kita. Kita harus dengan iman menerima tawaran Tuhan untuk bersatu dengan Kristus dan dengan Roh Kudus, serta bekerja sama dengan rahmat Tuhan agar hati serta pikiran kita diubah dan iman serta cinta kita kepada Tuhan ditambah.
11. Jika seorang beriman tahu dan sadar bahwa ia telah melakukan dosa berat, tetapi tetap makan dan minum roti dan anggur yang telah dikonsekrir, apakah ia tetap menerima Tubuh dan Darah Kristus?
Ya. Tingkah laku atau karakter orang tersebut tidak dapat mengubah kenyataan akan roti dan anggur yang telah dikonsekrir sebagai Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian, pertanyaan di atas terutama bukan tentang Kehadiran Nyata, tetapi tentang bagaimana dosa mempengaruhi hubungan seseorang dengan Tuhan. Sebelum maju untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus dalam Komuni Kudus, kita harus mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan dan dengan Tubuh Mistik-Nya, Gereja - yaitu, dalam keadaan rahmat, bebas dari segala dosa berat. Sementara dosa merusak, dan bahkan dapat memutuskan hubungan tersebut, Sakramen Tobat dapat memulihkan hubungan itu kembali. St. Paulus mengatakan kepada kita bahwa “barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.” (1Kor 11:27-28). Siapa saja yang sadar telah melakukan suatu dosa berat, harus terlebih dahulu memulihkan hubungannya dengan Tuhan melalui Sakramen Tobat sebelum menerima Tubuh dan Darah Kristus, kecuali jika ada suatu alasan yang sangat kuat untuk melakukannya sementara tidak ada kesempatan untuk mengaku dosa. Dalam hal demikian, yang bersangkutan harus sadar akan kewajiban untuk melakukan tobat sempurna, yaitu penyesalan yang “berasal dari cinta kepada Allah, yang dicintai di atas segala sesuatu” (Katekismus no. 1452). Tobat sempurna harus disertai niat yang teguh untuk sesegera mungkin melakukan pengakuan sakramental.
12. Apakah kita menerima seluruh Kristus apabila kita menerima Komuni Kudus dalam satu rupa saja?
Apakah kita menerima seluruh Kristus apabila kita menerima Komuni Kudus dalam satu rupa saja? Ya. Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita, hadir seluruhnya dalam rupa baik roti maupun anggur dalam Ekaristi. Lagipula, Kristus hadir seluruhnya dalam serpihan terkecil Hosti yang telah dikonsekrir ataupun dalam tetesan terkecil Darah-Nya yang Mahamulia. Namun demikian, adalah lebih sempurna jika menerima Kristus dalam dua rupa dalam perayaan Ekaristi. Menerima Komuni Kudus dengan cara demikian menjadikan Ekaristi tampak lebih sempurna sebagai suatu perjamuan, suatu perjamuan yang adalah mencicipi perjamuan yang kelak akan dirayakan bersama Kristus pada akhir jaman yaitu ketika Kerajaan Allah telah dinyatakan dalam kepenuhannya (bdk Eucharisticum Mysterium, no. 32).
13. Apakah Kristus hadir selama Perayaan Ekaristi dengan cara-cara yang lain di samping kehadiran-Nya yang nyata dalam Sakramen Mahakudus?
Ya. Kristus hadir selama Perayaan Ekaristi dalam berbagai macam cara. Ia hadir dalam diri imam yang mempersembahkan kurban Misa. Menurut Konstitusi tentang Liturgi Kudus dalam Konsili Vatikan II, Kristus hadir dalam Sabda-Nya “sebab Ia Sendiri-lah yang berbicara ketika Kitab Suci dibacakan di Gereja.” Kristus juga hadir dalam persekutuan umat sementara mereka berdoa dan mengidungkan pujian, “oleh sebab Ia telah berjanji 'di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.' (Mat 18:20)” (Sacrosanctum Concilium, no. 7). Lagipula, Kristus juga hadir dalam sakramen-sakramen lainnya; misalnya, “ketika seseorang membaptis, sungguh Kristus Sendiri-lah yang membaptis” (ibid.).
Kita membicarakan kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur sebagai “nyata” guna mempertegas sifat khas kehadiran-Nya. Apa yang tampak sebagai roti dan anggur dalam substansi yang sesungguhnya adalah Tubuh dan Darah Kristus. Seluruh Kristus hadir, Tuhan dan manusia, Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an. Sementara kehadiran Kristus dalam berbagai cara lain selama perayaan Ekaristi tidaklah nyata, kehadiran-Nya dalam Ekaristi melebihi kehadiran-Nya dalam cara-cara yang lain itu. “Kehadiran-Nya ini disebut 'nyata' bukan berarti bahwa kehadiran-Nya dalam bentuk lain tidak 'nyata', melainkan secara komparatif ia diutamakan, karena ia bersifat substansial; karena di dalamnya hadirlah Kristus yang utuh, Allah dan manusia." (Mysterium Fidei, no. 39).
14. Mengapa kita mengatakan “Tubuh Kristus” memiliki lebih dari satu arti?
Pertama, Tubuh Kristus menunjuk pada tubuh manusiawi Yesus Kristus, yang adalah Sabda Allah yang menjadi manusia. Dalam Perayaan Ekaristi, roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Sebagai manusia, Yesus Kristus memiliki tubuh manusiawi, tubuh yang bangkit dan dimuliakan, yang dalam Ekaristi ditawarkan kepada kita dalam rupa roti dan anggur.
Kedua, seperti yang diajarkan St. Paulus dalam surat-suratnya, dengan menggunakan analogi tubuh manusia, Gereja adalah Tubuh Kristus, di mana para anggotanya dipersatukan dengan Kristus sebagai Kepala (1 Kor 10:16-17, 12:12-31; Rom 12:4-8). Kenyataan ini seringkali disebut sebagai Tubuh Mistik Kristus. Mereka semua yang dipersatukan dengan Kristus, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dipersatukan sebagai satu Tubuh dalam Kristus. Persekutuan ini bukanlah persekutuan yang dapat dilihat dengan mata manusia, oleh sebab persekututan mistik ini merupakan karya kuasa Roh Kudus.
Tubuh Mistik Kristus dan Tubuh Kristus dalam Ekaristi tak dapat dipisahkan. Dengan Sakramen Baptis kita masuk dalam Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja, dan dengan menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi, kita diperkokoh dan dibangun dalam Tubuh Mistik Kristus. Pusat kehidupan Gereja adalah Perayaan Ekaristi; umat beriman sebagai pribadi ditopang sebagai anggota Gereja, anggota Tubuh Mistik Kristus, dengan menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi. Bermain kata dengan kedua arti “Tubuh Kristus” ini, St. Agustinus mengatakan kepada mereka yang hendak menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi: “Jadilah apa yang kamu lihat, dan terimalah dirimu" (Khotbah 272). Dalam khotbahnya yang lain ia mengatakan, “Jika kamu menerima dengan pantas, kamu adalah apa yang kamu terima.” (Khotbah 227).
Karya Roh Kudus dalam Perayaan Ekaristi adalah dua kali lipat dalam hubungannya dengan arti ganda “Tubuh Kristus.” Di satu pihak, melalui kuasa Roh Kudus-lah Kristus yang bangkit dan persembahan kurban-Nya dihadirkan. Dalam Doa Syukur Agung, imam memohon kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus turun atas persembahan roti dan anggur agar mengubahnya menjadi Tubuh dan Darah Kristus (doa yang dikenal sebagai epiklese). Di lain pihak, pada saat yang sama, imam juga memohon kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus turun atas seluruh umat sehingga “mereka yang ambil bagian dalam Ekaristi menjadi satu tubuh dan satu roh” (Katekismus no. 1353). Melalui Roh Kudus-lah rahmat Tubuh Kristus Ekaristi dicurahkan atas kita dan melalui Roh Kudus pula kita dipersatukan dengan Kristus dan dipersatukan satu sama lainnya sebagai Tubuh Mistik Kristus.
Dengan demikian kita dapat melihat bahwa Perayaan Ekaristi tidak saja mempersatukan kita dengan Tuhan sebagai pribadi-pribadi yang terpisah satu sama lainnya. Melainkan, kita dipersatukan dengan Kristus dan dengan segenap anggota Tubuh Mistik-Nya. Dengan demikian, Perayaan Ekaristi haruslah menambah cinta kita kepada sesama serta mengingatkan kita akan tanggung jawab kita satu sama lain. Terlebih lagi, sebagai anggota Tubuh Mistik-Nya, kita mempunyai kewajiban untuk menghadirkan Kristus dan membawa Kristus ke dalam dunia. Kita mempunyai tanggung jawab untuk membagikan Kabar Gembira Kristus, tidak hanya melalui kata-kata kita, melainkan juga melalui penghayatan iman kita dalam hidup sehari-hari. Kita juga mempunyai tanggung jawab untuk melawan segala kekuatan dunia yang menentang Injil, termasuk segala bentuk ketidakadilan. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan kepada kita: “Ekaristi mewajibkan kita terhadap kaum miskin. Supaya dengan ketulusan hati menerima tubuh dan darah Kristus yang diserahkan untuk kita, kita juga harus mengakui Kristus di dalam orang-orang termiskin, saudara-saudara-Nya.” (no. 1397).
15. Mengapa kita menyebut kehadiran Kristus dalam Ekaristi sebagai suatu “misteri”?
Kata “misteri” pada umumnya digunakan untuk menunjuk pada sesuatu yang melampaui pengertian akal budi manusia. Namun demikian, dalam Kitab Suci, “misteri” memiliki arti yang lebih mendalam dan lebih istimewa, oleh sebab kata tersebut menunjuk pada aspek rencana karya keselamatan Tuhan bagi manusia, yang telah dimulai tetapi hanya akan berakhir pada akhir jaman. Dalam jaman Israel kuno, melalui Roh Kudus, Tuhan menyingkapkan kepada para nabi sebagian dari rahasia atas apa yang akan Ia lakukan bagi keselamatan umat-Nya. Demikian juga, melalui pewartaan dan ajaran Yesus, misteri “Kerajaan Allah” disingkapkan kepada para murid-Nya (Mrk 4:11-12). St. Paulus menjelaskan bahwa misteri Allah melampaui pengertian manusiawi kita atau bahkan tampak sebagai kebodohan, tetapi artinya akan dinyatakan kepada Umat Allah melalui Yesus Kristus dan Roh Kudus (bdk 1 Kor 1:18-25, 2:6-10; Rom 16:25-27; Why 10:7).
Ekaristi merupakan suatu misteri karena Ekaristi ambil bagian dalam misteri Yesus Kristus dan karya keselamatan Allah bagi manusia melalui Kristus. Kita tidak perlu heran apabila ada bagian-bagian Ekaristi yang tidak mudah dipahami, sebab rencana Tuhan bagi dunia telah berulang kali melampaui dugaan serta pengertian manusia (bdk Yoh 6:60-66). Sebagai contoh, bahkan para murid pada mulanya tidak mengerti mengapa Mesias harus dijatuhi hukuman mati dan kemudian bangkit dari antara orang mati (bdk Mrk 8:31-33, 9:31-32, 10:32-34; Mat 16:21-23, 17:22-23, 20:17-19; Luk 9:22, 9:43-45, 18:31-34). Lagipula, setiap kali kita berbicara tentang Tuhan, kita perlu ingat bahwa konsep-konsep manusiawi kita tidak akan pernah mampu memahami Tuhan sepenuhnya. Kita tidak boleh membatasi Tuhan sebatas pengertian kita, melainkan membiarkan pengertian kita yang diperluas di luar batas-batas normalnya oleh pernyataan Tuhan.
Kesimpulan
Dengan Kehadiran Nyata-Nya dalam Ekaristi, Kristus memenuhi janji-Nya untuk “menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20). Seperti ditulis St. Thomas Aquinas, “Adalah hukum persahabatan bahwa seorang sahabat harus hidup berdampingan … Kristus tidak meninggalkan kita sendiri tanpa kehadiran jasmaninya dalam ziarah kita ini, tetapi Ia mempersatukan kita ke dalam Diri-Nya Sendiri dalam sakramen ini dalam rupa Tubuh dan Darah-Nya” (Summa Theologiae, III q. 75, a. 1). Dengan rahmat kehadiran Kristus di antara kita, Gereja sungguh terberkati. Seperti yang dikatakan Yesus kepada para murid-Nya, perihal kehadiran-Nya di antara mereka, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.” (Mat 13:17). Dalam Ekaristi, Gereja sekaligus menerima karunia Yesus Kristus dan mengucap syukur kepada Tuhan atas rahmat yang luar biasa itu. Ucapan syukur ini adalah satu-satunya tanggapan yang layak, oleh sebab melalui karunia Diri-Nya Sendiri dalam Perayaan Ekaristi dalam rupa anggur dan roti, Kristus menganugerahkan kepada kita karunia kehidupan kekal.
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.... Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:53-57)
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
Naskah ini dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya