Jumat Agung : Memahami Tata Perayaannya
Hari Jumat Agung, hari mengenangkan wafat Tuhan Yesus Kristus di kayu salib. Pada hari Jumat Agung, Gereja tidak merayakan Ekaristi. Mengapa ? Kita tahu bahwa Ekaristi merupakan sakramen Paskah Kristus, sakramen keselamatan. Artinya dalam Ekaristi Gereja mengenangkan/merayakan wafat dan kebangkitan Kristus yang menyelamatkan manusia dari dosa dan maut. Pada hal, pada hari Jumat Agung adalah hari dimana Gereja mengenangkan Wafat Kristus. Sedangkan kebangkitanNya akan dikenangkan/dirayakan dengan meriah pada hari Paskah raya. Pada hari Jumat Agung Gereja larut dalam suasana ‘kesedihan’ karena wafat Kristus ini.
Namun demikian, tata perayaan Jumat Agung dan tata perayaan Ekaristi tidak jauh berbeda, keduanya mempunyai makna yang hampir sama. Mari kita lihat pola urutannya dengan membandingkan keterkaitannya dengan pola urutan Ekaristi.
Liturgi Jumat Agung :
Perarakan masuk– hening – di depan altar imam tiarap – umat berlutut : doa dalam keheningan
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda – Kisah Sengsara Tuhan Yesus
Doa umat meriah
Perarakan Salib sambil membuka selubung salib – Penyembahan Salib
Bapa kami – komuni
Doa post-komuni
Berkat meriah
Perayaan Ekaristi :
Perarakan masuk- pernyataan tobat
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda – Injil – homili
Doa umat
Perarakan dan persiapan persembahan – Doa syukur Agung
Bapa Kami – komuni
Doa post-komuni
Berkat dan pengutusan
Penjelasan ini memaknai poin nomor 5, karena pada bagian inilah yang merupakan hal berbeda antara liturgi Jumat Agung dengan Perayaan Ekaristi. Pada bagian ini memiliki makna yang hampir sama, sedang bagian lain memiliki makna yang sama.
Perarakan Salib yang diselubungi kain menuju panti imam, dan selama perarakan itu imam / pemimpin upacara menyerukan aklamasi tiga kali : “Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia”. Umat menjawab dengan aklamasi : “Mari kita bersembah sujud kepadaNya”, kain selubung salib dibuka sedikit demi sedikit.
Dalam Ekaristi bahan persembahan roti dan anggur dibawa ke meja Altar dan disiapkan. Pembukaan kain selubung salib memberi makna perubahan sebagaimana konsenkrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang hadir secara substansial. Salib yang dalam perarakan memang bukan substasi Kristus, namun memberi simbolisasi nyata dan sempurna dari apa yang ditandakan : Salib menandakan sengsara Kristus, sebagaimana pengorbanan dan sengsara Kristus dihadirkan dalam tanda roti dan anggur menjadi Tubuh Dan Darah Kristus, tetapi dalam Ekaristi lebih menunjukkan substansi sengsara dan kebangkitan.
Dan akhirnya ketika kain selubung selesai dibuka, salib diangkat dan ditunjukkan, kita memandang salib tempat bergantung Yesus penyelamat dunia, tubuhNya berlumuran darah, “Inilah TubuhKu …. inilah darahKu” (seraya kita memeditasikan kembali kisah sengsara Kristus).
Inilah makna salib dalam upacara Jumat Agung, dengan analogi sederhana dalam Ekaristi. Lalu bagaimana cara dan sikap kita untuk memberi penghormatan (menyembah) salib ini? Analoginya dalam Ekaristi adalah saat anamnese. Imam menyerukan Mysterium fidei : Marilah menyatakan misteri iman kita. Umat menjawab dengan seruan mortem tuam… : wafat Kristus kita maklumkan… Dalam penghormatan salib, lagu yang dinyanyikan dalam tradisi Gereja adalah Crucem tuam… yang mengingatkan kita saat kita memberi penghormatan di setiap perhentian Jalan Salib : “Kami menyembah Dikau, ya Tuhan dan bersyukur kepadaMu! Sebab dengan salibMu yang suci Engkau telah menebus dunia”. Lagu TaizĂ© : Crucem Tuam bisa membawa kita untuk memeditasikan penghormatan (penyembahan) salib ini atau lagu Crux Fidelis seperti Puji Syukur no 509.
Bagaimana cara kita menghormati Salib Kristus? Apakah dengan mencium (mengecup) atau dengan cara tabur bunga? Menghormati dan menyembah salib Kristus, kita mengungkapkan iman kita dalam tanda penebusan dan penyelamatan; sebagaimana Gereja berdoa dan mempersembahkan kepada Bapa surgawi Tubuh dan Darah PuteraNya seraya memohon anugerah Roh Kudus dalam iman dan pengharapan (doa epiklesis).
Jadi penghormatan Salib mengungkapan iman, cinta dan pengharapan kita kepada Yesus Kristus; bukan sekedar kenangan bahwa Yesus sudah wafat di salib. Tindakan cinta dengan penuh iman dan pengharapan ini diungkapkan dengan cara mencium atau memberi kecupan pada salib Kristus, sebagaimana kecupan kasih sayang orang tua kepada anaknya atau kecupan cinta suami-istri.
Mencium Salib atau Tabur Bunga?
Dengan analogi ini (penghormatan salib dan Ekaristi), bagaimana sikap dan cara kita menghormati salib, sama dengan sikap hormat kita saat Doa syukur Agung dalam Ekaristi.
Apakah boleh dengan tabur bunga? Tidak ada cara baku yang dianjurkan Gereja. Gereja bahkan memberi keleluasan kepada masing-masing Gereja lokal sesuai dengan cara-cara penghormatannya (penyembahan) yang pantas dan layak, dengan tidak menghilangkan maknanya, yaitu ungkapan iman, kasih dan pengharapan. Memang dalam buku Misa hari Minggu dan Hari Raya (terbitan Kanisius) tentang upacara Jumat Agung, dalam rubrik upacara penghormatan salib disebutkan bahwa penghormatan salib dengan cara mencium/mengecup pada kaki salib atau dengan cara menabur bunga. Jadi dalam hal ini tergantung panitia perayaan Trihari Suci dan Paskah yang memutuskan cara apa yang terbaik dengan memperhatikan makna dari perayaan Jumat Agung dan penghormatan salib Tuhan kita, Yesus Kristus.
sumber: http://www.liturgiekaristi.wordpress.com
Namun demikian, tata perayaan Jumat Agung dan tata perayaan Ekaristi tidak jauh berbeda, keduanya mempunyai makna yang hampir sama. Mari kita lihat pola urutannya dengan membandingkan keterkaitannya dengan pola urutan Ekaristi.
Liturgi Jumat Agung :
Perarakan masuk– hening – di depan altar imam tiarap – umat berlutut : doa dalam keheningan
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda – Kisah Sengsara Tuhan Yesus
Doa umat meriah
Perarakan Salib sambil membuka selubung salib – Penyembahan Salib
Bapa kami – komuni
Doa post-komuni
Berkat meriah
Perayaan Ekaristi :
Perarakan masuk- pernyataan tobat
Doa kolekta (pembuka)
Liturgi Sabda – Injil – homili
Doa umat
Perarakan dan persiapan persembahan – Doa syukur Agung
Bapa Kami – komuni
Doa post-komuni
Berkat dan pengutusan
Penjelasan ini memaknai poin nomor 5, karena pada bagian inilah yang merupakan hal berbeda antara liturgi Jumat Agung dengan Perayaan Ekaristi. Pada bagian ini memiliki makna yang hampir sama, sedang bagian lain memiliki makna yang sama.
Perarakan Salib yang diselubungi kain menuju panti imam, dan selama perarakan itu imam / pemimpin upacara menyerukan aklamasi tiga kali : “Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia”. Umat menjawab dengan aklamasi : “Mari kita bersembah sujud kepadaNya”, kain selubung salib dibuka sedikit demi sedikit.
Dalam Ekaristi bahan persembahan roti dan anggur dibawa ke meja Altar dan disiapkan. Pembukaan kain selubung salib memberi makna perubahan sebagaimana konsenkrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang hadir secara substansial. Salib yang dalam perarakan memang bukan substasi Kristus, namun memberi simbolisasi nyata dan sempurna dari apa yang ditandakan : Salib menandakan sengsara Kristus, sebagaimana pengorbanan dan sengsara Kristus dihadirkan dalam tanda roti dan anggur menjadi Tubuh Dan Darah Kristus, tetapi dalam Ekaristi lebih menunjukkan substansi sengsara dan kebangkitan.
Dan akhirnya ketika kain selubung selesai dibuka, salib diangkat dan ditunjukkan, kita memandang salib tempat bergantung Yesus penyelamat dunia, tubuhNya berlumuran darah, “Inilah TubuhKu …. inilah darahKu” (seraya kita memeditasikan kembali kisah sengsara Kristus).
Inilah makna salib dalam upacara Jumat Agung, dengan analogi sederhana dalam Ekaristi. Lalu bagaimana cara dan sikap kita untuk memberi penghormatan (menyembah) salib ini? Analoginya dalam Ekaristi adalah saat anamnese. Imam menyerukan Mysterium fidei : Marilah menyatakan misteri iman kita. Umat menjawab dengan seruan mortem tuam… : wafat Kristus kita maklumkan… Dalam penghormatan salib, lagu yang dinyanyikan dalam tradisi Gereja adalah Crucem tuam… yang mengingatkan kita saat kita memberi penghormatan di setiap perhentian Jalan Salib : “Kami menyembah Dikau, ya Tuhan dan bersyukur kepadaMu! Sebab dengan salibMu yang suci Engkau telah menebus dunia”. Lagu TaizĂ© : Crucem Tuam bisa membawa kita untuk memeditasikan penghormatan (penyembahan) salib ini atau lagu Crux Fidelis seperti Puji Syukur no 509.
Bagaimana cara kita menghormati Salib Kristus? Apakah dengan mencium (mengecup) atau dengan cara tabur bunga? Menghormati dan menyembah salib Kristus, kita mengungkapkan iman kita dalam tanda penebusan dan penyelamatan; sebagaimana Gereja berdoa dan mempersembahkan kepada Bapa surgawi Tubuh dan Darah PuteraNya seraya memohon anugerah Roh Kudus dalam iman dan pengharapan (doa epiklesis).
Jadi penghormatan Salib mengungkapan iman, cinta dan pengharapan kita kepada Yesus Kristus; bukan sekedar kenangan bahwa Yesus sudah wafat di salib. Tindakan cinta dengan penuh iman dan pengharapan ini diungkapkan dengan cara mencium atau memberi kecupan pada salib Kristus, sebagaimana kecupan kasih sayang orang tua kepada anaknya atau kecupan cinta suami-istri.
Mencium Salib atau Tabur Bunga?
Dengan analogi ini (penghormatan salib dan Ekaristi), bagaimana sikap dan cara kita menghormati salib, sama dengan sikap hormat kita saat Doa syukur Agung dalam Ekaristi.
Apakah boleh dengan tabur bunga? Tidak ada cara baku yang dianjurkan Gereja. Gereja bahkan memberi keleluasan kepada masing-masing Gereja lokal sesuai dengan cara-cara penghormatannya (penyembahan) yang pantas dan layak, dengan tidak menghilangkan maknanya, yaitu ungkapan iman, kasih dan pengharapan. Memang dalam buku Misa hari Minggu dan Hari Raya (terbitan Kanisius) tentang upacara Jumat Agung, dalam rubrik upacara penghormatan salib disebutkan bahwa penghormatan salib dengan cara mencium/mengecup pada kaki salib atau dengan cara menabur bunga. Jadi dalam hal ini tergantung panitia perayaan Trihari Suci dan Paskah yang memutuskan cara apa yang terbaik dengan memperhatikan makna dari perayaan Jumat Agung dan penghormatan salib Tuhan kita, Yesus Kristus.
sumber: http://www.liturgiekaristi.wordpress.com