Misteri dan Keharuan Jumat Pertama
Semoga kisah nyata ini semakin menguatkan iman dan harapan kita kepada Dia yang maha sempurna dalam segala rancanganNya. Rancangan dan kuasa Tuhan adalah yang terbaik dan tepat sampai ke detik-detiknya. Jangan lagi kita meragukan hal itu.
Jum’at, 4 Juli 2003. Hari ini adalah the Fourth of July, hari ultah kemerdekaan Amerika yang ke 227. Hari ini saya pergi ke kota San Jose karena ajakan makan siang dari temen saya. Sehabis makan siang di Eastridge mall (kota San Jose) bersama temen saya sdri P dan temen cowoknya S yang baru datang dari Indo 2 hari lalu, sudah jam 3 sore. Setelah makan mereka lalu berangkat ke kota San Francisco karena malamnya mereka akan nonton kembang api dari atas kapal. Supaya mereka bisa lebih privacy, saya memang memilih tidak ikut.
Saya sendiri sebetulnya jarang datang ke kota San Jose ini, maka kemudian saya masih sempatkan jalan-2 sendiri saja di dalam mall sampai sekitar jam 4. Sejak usai makan siang itu, sebetulnya perasaan saya mulai tidak enak; tepatnya saya merasa sedih. (kiranya tidak perlu saya jelaskan alasannya mengapa). Maka kemudian saya memutuskan akan mampir ke sebuah gereja yang letaknya saya tahu persis ada di jl Main street kota Milpitas.
Kota Milpitas ini memang berada di antara San Jose dan kota tempat saya tinggal yakni Fremont. Entah mengapa saya bisa begitu saja teringat ada gereja di Main Street Milpitas, padahal saya hanya pernah sekali mengikuti misa di gereja itu, yakni sekitar 7 bulan yang lalu diajak oleh P. Gerejanya adalah St.John the Baptist Catholic Church (www.sjbparish.org atau www.dsj.org/parish/stjohnbap.htm ). Saya hanya ingin masuk ke dalam gereja untuk berdoa dan menenangkan diri, itu saja. Saya berharap ada pintu gerejanya yang buka. Waktu sampai di gereja, saya parkir di tepi (ujung depan) lapangan parkir karena di situ sejuk tidak terkena panas matahari. Saya lihat ternyata pintu samping kiri gereja (yang menghadap lapangan parkir) terbuka. Waktu masuk ke gereja lewat pintu samping itu, saya jadi tahu bahwa sedang ada sekelompok lansia vietnam sedang berdoa novena dalam bahasa mereka.
Mereka sekitar 12 orang, duduk di 4 baris depan dekat altar. Saya memilih duduk di agak belakang, berdoa dan menenangkan diri. Di saat-saat tertentu ketika perasaan saya sedang sedih atau saat saya merasa perlu menenangkan diri, saya memang lebih suka memilih datang & berdoa di gereja, daripada nonton bioskop, misalnya. Setelah 20-an menit, saya keluar dari gereja dan akan pulang. Perasaan saya masih tidak karuan, tapi sudah agak lebih baik. Tapi anehnya setelah keluar dari pintu gereja, saya tiba-tiba merasa tidak ingin pulang. Seolah ada seseuatu yang menahan saya. Saya langsung duduk di kursi panjang taman yang rindang yg letaknya dekat pintu samping gereja itu, menikmati semilirnya angin di musim panas ini. Ketika 5 menit kemudian rombongan lansia vietnam itu keluar dan pintu gereja telah dikunci oleh salah seorang dari mereka, saya masih tetap duduk di kursi taman itu, dan merasa tenang sekali. Saya sudah ingin pulang, tapi seolah ada sesuatu yang menahan saya. Saya pikir sungguh tidak biasa seseorang berada di lingkungan gereja sendiri saja,..apalagi cuma duduk berlama- lama.
Waktu itu saya melihat sudah ada satu mobil warna putih yg parkirnya persis di sebelah kanan mobil saya, tapi saya tidak melihat seorangpun di lingkungan gereja, toh semua pintu gereja dikunci. Mobil itu adalah sebuah pick- up terbuka, tapi di sekeliling tepian bak mobilnya dikasih papan agak tinggi untuk menahan barang-2 di dalamnya. Entah mengapa saya masih saja duduk dan menikmati ketenangan itu bbrp waktu, sampai akhirnya saya beranjak dan memutuskan utk jalan-2 saja di sekeliling lingkungan gereja St.John the Baptist ini. Setelah memutari lingkungan sekolah st.John dan gedung paroki, saya sampai kembali ke gereja dan ingin berjalan memutarinya dari arah belakang gereja, sisi kanan terus belok ke sisi depan gereja. Apa yang saya lihat di depan pintu utama gereja yang tertutup rapat itu?. Seorang asia, usianya tampak sekitar 48 tahun (saya biasanya cukup lihai manaksir umur sso lho..). Badannya agak gemuk, kemejanya lusuh, kumal, dan jelas kotor. Sepatunya dibuka, kaos kakinya tampak kumal dan sudah tua. Dia duduk di atas peti plastik (semacam peti untuk botol-botol coca cola), dan bersandar di salah satu tiang yang paling dekat dengan pintu gereja yang tertutup rapat.
Matanya terpejam, kakinya diselonjorkan, mulutnya bergerak- gerak,..dia tampak sedang berdoa. Ternyata di tangan kiri yang disilanya itu, dia menggenggam sebuah rosario. Dia tampaknya tahu saya ada di situ, tapi dia tidak bereaksi atau menoleh sedikitpun ke arah saya. Saya begitu terhenyak mendapati ada seorang yang demikian rindu berdoa di gereja bahkan ketika semua pintu gereja sedang tertutup. Sikapnya begitu khusuk, dan bagi saya tampak bukan pertama kalinya dia mendatangi gereja ini. Dari sudut kanan gereja itu, saya duduk di atas susunan batu bata, dan jarak dia dengan saya sekitar 6 meter saja. Tidak biasanya saya memandang orang berdoa, tetapi kali ini sungguh lain.
Saya memandang dia dan dengan sabar menunggu dia selesai berdoa. Perasaan saya berkata, saya perlu bicara dengannya. Sekitar enam menit berlalu, dan ia beranjak. Dia menoleh ke saya, dan sambil senyum sedikit saya bilang ‘hi, how are you’. Jawabannya hanya “good” saja, dan ditariknya peti platik itu, dan berlalu dengan ekspresi yang dingin. Karena dia berjalan menuju lapangan parkir, seketika itulah saya sadar bahwa mobil pick-up bak terbuka itu ternyata milik dia. Tidak ada keraguan sedikitpun, saya mengikuti dia. Tapi saya agak tertinggal di belakang, sekitar 10 meter. Setelah ditarohnya (lebih tepat saya katakan dilempar) “kursi”nya ke belakang bak mobil, dia membuka pintu mobilnya dan hendak masuk. Tetapi dia tidak langsung masuk,...saya yakin sekali dia sengaja membiarkan sampai saya sampai dekat mobil juga, dengan caranya pura-pura memeriksa kembali posisi “kursi” yang dilemparnya secara sembarangan tadi.
Kemudian dia duduk di jok mobilnya lagi, pintu mobilnya dibiarkan terbuka. Dengan ucapan inggris yang terbata-bata dan sangat minim, dia menjawab sapaan saya. Dia bilang namanya Thu ni. Dia orang vietnam. Waktu saya jabat tangannya, dia sekilas tampak sungkan karena dipikirnya tangannya kotor. Waktu saya tanya anaknya berapa, dia bilang dia single dengan nada agak minder. Waktu saya tanya umurnya, dia bilang 38 (dan saya sungguh terkejut...wajahnya hampir seusia 50 tahun !). Tanpa ditanya, dia bilang dia sekarang tidak punya pekerjaan sudah setahun lebih. Katanya dia berdoa supaya Maria mendengar doanya. Tampak sekali dia sangat nervous/gugup diajak bincang-bincang dengan saya. Mungkin dipikirnya saya ini seorang pastur atau pengurus gereja itu (hehe...). Saya bilang lihat dong rosarionya, dan dia memberikannya ke tangan saya. Katanya kalung rosario itu sudah lima tahun dia punya.
Sungguh kalung yang warnya sudah agak kusam dengan biji yang agak besar, tapi salibnya agak berat juga. Saya bilang, jangan terlalu bersedih, Yesus dan Maria pasti sudah mendengar doa-doa dia. Dia terpaku hampir menangis. Dia seorang lelaki sungguh yang amat jauh dari kesan bersih dan rapi. Sangat mungkin sepertinya tidak seorangpun selama ini telah memberikan perhatian kepadanya. Badan dan pakaiannya kumal, kotor, dan agak bau. Ternyata di bak belakang mobilnya itu ada banyak sekali botol-2 bekas, kardus-2, dan karung bekas. Aroma tidak sedap tercium dari botol-2 bekas itu. Dia ternyata seorang pemulung. Dan sekarang dia mengeluh, katanya sekarang ini amat sulit ...semakin dikit botol yg dapat dia kumpulkan, katanya. Setelah menggenggam rosarionya di dada saya, saya kembalikan kepadanya. Satu hal yang saya bisa tangkap dengan jelas,..orang ini sikapnya gugup dan sangat terkesan jarang bicara dengan orang lain.
Saat itulah seorang bapak agak beruban turun dari sepedanya sekitar 3 meter dari tempat saya berdiri. Saya taksir umurnya sekitar 58 tahun. Dia berkata “you vietnamese?”. Waktu saya bilang no, dia tampak agak kecewa dan bersiap akan pergi lagi. (Sudah rahasia umum bahwa berbicara dalam bahasa inggris adalah trauma dan bikin grogi bagi banyak orang yang tidak bisa -apalagi orang itu sudah agak tua). Tapi bapak ini seolah punya masalah. Sikap ramah saya tiba- tiba muncul. Tanpa niat apapun, saya kemudian spontan balik bertanya ‘are you vietnamese?’. Dia bilang yes. Lalu saya bilang “orang ini vietnamese juga” sambil menunjuk Thu Ni. Bapak itu wajahnya berseri lalu langsung nyerocos tanya ini itu dalam bahasa vietnam. Saya tidak tahu apa omongan mereka yang cuma setengah menit itu, tapi si Thu Ni dengan agak cetus kira-2 bilang bahwa “kalau sudah lapor polisi ya sudah”. Saya tidak bisa tahu apa masalah si bapak vietnam ini.
Di saat bersamaan pula, datang sebuah mobil dan parkir di seberang parkir. Seorang agak tua (sekitar 70 tahunan) saya lihat baru turun dan berdiri saja dekat mobil itu, sedang seorang lagi dengan ragu-ragu saya lihat berjalan menyeberangi lahan parkir mendekati kami. Tampaknya dia seorang Filipina. Dia langsung nanya: “can anybody speak english”. Dia bilang ke saya bahwa bapaknya (yang berdiri di ujung sana itu) tadi pagi habis misa (Jum’at pertama) mengambil mobilnya dari lapangan parkir itu, membuka mobilnya, mengendarainya sampai great mall (sekitar 2 km jauhnya). Namun ketika hendak pulang dari mall itu, mobilnya tidak bisa distarter lagi dan kemudian dia menyadari telah MENGENDARAI MOBIL ORANG LAIN yang sama model dan warnanya !!. (Can you believe it ??). Nah, tanya dia,...apakah saya kira-kira tahu siapa pemilik mobil itu? karena mobil itu masih ditinggal di mall yang jauhnya 2 km dari situ. Saya langsung mendekati bapak vietnam yg tadi datang dengan sepeda. Saya tanya apa sebetulnya masalah dia. Berkat bantuan Thu Ni sebagai interpreter, saya dijelaskan bahwa ternyata si bapak vietnam itu baru pulang dari kantor polisi karena kehilangan mobilnya tadi pagi !!. Nah LOH !!.....saya bilang ke Thu Ni mobil bapak itu ada di Great mall, dan bapak si orang Filipina itulah yang telah salah ambil mobil !.
Thu Ni melompat dari jok mobilnya,..seperti orang yang baru menang undian. Dia tiba-tiba menjadi semangat sekali. Haha...kami berempat langsung sibuk dan ramai kayak ayam dan bebek...4 orang dengan 3 macam bahasa yang saling tidak mengerti. Tapi kesimpulannya satu: mobil bapak itu tidak dicuri melainkan seseorang telah salah ambil mobil dia. Walaupun tetap tampak bingung, si bapak vietnam kita minta meninggalkan saja sepedanya di gereja lalu dia diantar oleh si Filipina naik mobil mereka menuju lokasi Great mall, untuk mengambil mobil si bapak.
Luar biasa. Saya tiba-tiba disadarkan bahwa saya telah dipanggil Tuhan untuk berada di gereja ini, untuk moment ini. Saya telah dipakai dengan perhitungan waktu yang demikian cermat. Dalam kurun waktu tidak sampai lima menit,..Tuhan telah menyatakan maksud dan kehendakNya dengan jelas. Saya menarik napas panjang dan bersyukur dalam hati. Lapangan parkir itu sudah sepi, semuanya sudah pergi, termasuk Thu Ni. Sekarang, saya akan pulang saja. Tetapi ketika saya akan masuk mobil, saya melihat ternyata ada dua orang wanita (seorang udah tua sekali, yang seorang lainnya sekitar 45 tahun) yang tampaknya kebingungan karena melihat pintu gereja terkunci semua. Saya tergerak mendekati wanita yang lebih muda, dan saya tiba-tiba sadar kembali bahwa hari ini adalah hari Jum’at pertama; dan bertanya padanya apakah dia datang untuk ikut misa. Dia jawab ya, lalu saya tanya jam berapa misanya?. Dia bilang yang dia tahu seharusnya jam 5.30. Katanya sekarang sudah hampir 5.30 kog gerejanya tutup? dia malah tanya balik apakah saya tahu jamnya. Karena saya tadi melihat ada selembar berita paroki di tong sampah samping pintu masuk,.saya pungut dan dari situ kami tahu bahwa misanya jam 7 malam. “Ooo diganti jamnya..” katanya.
Saat itulah saya menjadi sadar bahwa Tuhan mengundang saya hadir di perjamuannya hari ini, jam 7 malam ini. Saya kembali duduk di kursi taman itu sambil menunggu misa. Saya merenungkan semuanya ini. Tuhan telah memanggil dan mengunakan saya sebagai saluran berkat untuk orang lain. Dan tidak hanya berhenti sampai di situ, ternyata sekali lagi Tuhan ingin menyapa dan mengundang saya hadir di perjamuanNya, perjamuan Ekaristi menghormati hatiNya yang kudus. Maka hati saya pun menjawab ingin hadir, saya tidak akan melewatkan undangan Tuhan Yesus Kristus hari ini. Saya masih menunggu ketika si bapak vietnam kemudian tampak kembali di gereja sekitar jam 6.40 untuk mengambil sepedanya yang digembok di pagar dekat belakang gereja. Sambil menuntun sepedanya dan berhenti persis dekat saya, dia berulang kali mengucapkan terima kasih sambil tampak keharuan di matanya.
Hanya kata “thank you” lah yang berulang diucapkannya sambil menggenggam tangan saya erat-erat. Keharuan bapak itu, ..kemudian kusadari sebetulnya adalah keharuanku juga, karena dia telah dipakai Tuhan juga, untuk mengundangku ke perjamuan Ekaristi Jum’at pertama. Saya mengikuti misa dengan hati yang penuh haru, apalagi dengan iringan lagu-2 pilihan kelompok koor yang demikian lembut, indah, dan menyentuh hati. Airmata saya mengalir saat menerima dan merasakan tubuh Kristus sembari memandang Yesus yang rela terlentang di kayu salib demi kasihNya yang begitu tak terhingga. Yesus berkata “..datanglah hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat,...Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”.
Tinggallah saya merenungkan semuanya ini dengan takjub dan penuh syukur. Dipanggilnya aku, dihibur dan dikuatkanNya hatiku,..diberikanNya kelegaan di hatiku hari ini. Tuhan menganti rasa sedihku menjadi senyuman kelegaan, dan Dia mengubah airmataku hingga terasa begitu manis. Terima kasih ya Tuhan. Tuhan, kuatkanlah pengharapan kami selalu akan Dikau, karena semua rencanaMu adalah indah dan sempurna pada waktunya. Amin.
Sumber : http://www.pondokrenungan.com/
Jum’at, 4 Juli 2003. Hari ini adalah the Fourth of July, hari ultah kemerdekaan Amerika yang ke 227. Hari ini saya pergi ke kota San Jose karena ajakan makan siang dari temen saya. Sehabis makan siang di Eastridge mall (kota San Jose) bersama temen saya sdri P dan temen cowoknya S yang baru datang dari Indo 2 hari lalu, sudah jam 3 sore. Setelah makan mereka lalu berangkat ke kota San Francisco karena malamnya mereka akan nonton kembang api dari atas kapal. Supaya mereka bisa lebih privacy, saya memang memilih tidak ikut.
Saya sendiri sebetulnya jarang datang ke kota San Jose ini, maka kemudian saya masih sempatkan jalan-2 sendiri saja di dalam mall sampai sekitar jam 4. Sejak usai makan siang itu, sebetulnya perasaan saya mulai tidak enak; tepatnya saya merasa sedih. (kiranya tidak perlu saya jelaskan alasannya mengapa). Maka kemudian saya memutuskan akan mampir ke sebuah gereja yang letaknya saya tahu persis ada di jl Main street kota Milpitas.
Kota Milpitas ini memang berada di antara San Jose dan kota tempat saya tinggal yakni Fremont. Entah mengapa saya bisa begitu saja teringat ada gereja di Main Street Milpitas, padahal saya hanya pernah sekali mengikuti misa di gereja itu, yakni sekitar 7 bulan yang lalu diajak oleh P. Gerejanya adalah St.John the Baptist Catholic Church (www.sjbparish.org atau www.dsj.org/parish/stjohnbap.htm ). Saya hanya ingin masuk ke dalam gereja untuk berdoa dan menenangkan diri, itu saja. Saya berharap ada pintu gerejanya yang buka. Waktu sampai di gereja, saya parkir di tepi (ujung depan) lapangan parkir karena di situ sejuk tidak terkena panas matahari. Saya lihat ternyata pintu samping kiri gereja (yang menghadap lapangan parkir) terbuka. Waktu masuk ke gereja lewat pintu samping itu, saya jadi tahu bahwa sedang ada sekelompok lansia vietnam sedang berdoa novena dalam bahasa mereka.
Mereka sekitar 12 orang, duduk di 4 baris depan dekat altar. Saya memilih duduk di agak belakang, berdoa dan menenangkan diri. Di saat-saat tertentu ketika perasaan saya sedang sedih atau saat saya merasa perlu menenangkan diri, saya memang lebih suka memilih datang & berdoa di gereja, daripada nonton bioskop, misalnya. Setelah 20-an menit, saya keluar dari gereja dan akan pulang. Perasaan saya masih tidak karuan, tapi sudah agak lebih baik. Tapi anehnya setelah keluar dari pintu gereja, saya tiba-tiba merasa tidak ingin pulang. Seolah ada seseuatu yang menahan saya. Saya langsung duduk di kursi panjang taman yang rindang yg letaknya dekat pintu samping gereja itu, menikmati semilirnya angin di musim panas ini. Ketika 5 menit kemudian rombongan lansia vietnam itu keluar dan pintu gereja telah dikunci oleh salah seorang dari mereka, saya masih tetap duduk di kursi taman itu, dan merasa tenang sekali. Saya sudah ingin pulang, tapi seolah ada sesuatu yang menahan saya. Saya pikir sungguh tidak biasa seseorang berada di lingkungan gereja sendiri saja,..apalagi cuma duduk berlama- lama.
Waktu itu saya melihat sudah ada satu mobil warna putih yg parkirnya persis di sebelah kanan mobil saya, tapi saya tidak melihat seorangpun di lingkungan gereja, toh semua pintu gereja dikunci. Mobil itu adalah sebuah pick- up terbuka, tapi di sekeliling tepian bak mobilnya dikasih papan agak tinggi untuk menahan barang-2 di dalamnya. Entah mengapa saya masih saja duduk dan menikmati ketenangan itu bbrp waktu, sampai akhirnya saya beranjak dan memutuskan utk jalan-2 saja di sekeliling lingkungan gereja St.John the Baptist ini. Setelah memutari lingkungan sekolah st.John dan gedung paroki, saya sampai kembali ke gereja dan ingin berjalan memutarinya dari arah belakang gereja, sisi kanan terus belok ke sisi depan gereja. Apa yang saya lihat di depan pintu utama gereja yang tertutup rapat itu?. Seorang asia, usianya tampak sekitar 48 tahun (saya biasanya cukup lihai manaksir umur sso lho..). Badannya agak gemuk, kemejanya lusuh, kumal, dan jelas kotor. Sepatunya dibuka, kaos kakinya tampak kumal dan sudah tua. Dia duduk di atas peti plastik (semacam peti untuk botol-botol coca cola), dan bersandar di salah satu tiang yang paling dekat dengan pintu gereja yang tertutup rapat.
Matanya terpejam, kakinya diselonjorkan, mulutnya bergerak- gerak,..dia tampak sedang berdoa. Ternyata di tangan kiri yang disilanya itu, dia menggenggam sebuah rosario. Dia tampaknya tahu saya ada di situ, tapi dia tidak bereaksi atau menoleh sedikitpun ke arah saya. Saya begitu terhenyak mendapati ada seorang yang demikian rindu berdoa di gereja bahkan ketika semua pintu gereja sedang tertutup. Sikapnya begitu khusuk, dan bagi saya tampak bukan pertama kalinya dia mendatangi gereja ini. Dari sudut kanan gereja itu, saya duduk di atas susunan batu bata, dan jarak dia dengan saya sekitar 6 meter saja. Tidak biasanya saya memandang orang berdoa, tetapi kali ini sungguh lain.
Saya memandang dia dan dengan sabar menunggu dia selesai berdoa. Perasaan saya berkata, saya perlu bicara dengannya. Sekitar enam menit berlalu, dan ia beranjak. Dia menoleh ke saya, dan sambil senyum sedikit saya bilang ‘hi, how are you’. Jawabannya hanya “good” saja, dan ditariknya peti platik itu, dan berlalu dengan ekspresi yang dingin. Karena dia berjalan menuju lapangan parkir, seketika itulah saya sadar bahwa mobil pick-up bak terbuka itu ternyata milik dia. Tidak ada keraguan sedikitpun, saya mengikuti dia. Tapi saya agak tertinggal di belakang, sekitar 10 meter. Setelah ditarohnya (lebih tepat saya katakan dilempar) “kursi”nya ke belakang bak mobil, dia membuka pintu mobilnya dan hendak masuk. Tetapi dia tidak langsung masuk,...saya yakin sekali dia sengaja membiarkan sampai saya sampai dekat mobil juga, dengan caranya pura-pura memeriksa kembali posisi “kursi” yang dilemparnya secara sembarangan tadi.
Kemudian dia duduk di jok mobilnya lagi, pintu mobilnya dibiarkan terbuka. Dengan ucapan inggris yang terbata-bata dan sangat minim, dia menjawab sapaan saya. Dia bilang namanya Thu ni. Dia orang vietnam. Waktu saya jabat tangannya, dia sekilas tampak sungkan karena dipikirnya tangannya kotor. Waktu saya tanya anaknya berapa, dia bilang dia single dengan nada agak minder. Waktu saya tanya umurnya, dia bilang 38 (dan saya sungguh terkejut...wajahnya hampir seusia 50 tahun !). Tanpa ditanya, dia bilang dia sekarang tidak punya pekerjaan sudah setahun lebih. Katanya dia berdoa supaya Maria mendengar doanya. Tampak sekali dia sangat nervous/gugup diajak bincang-bincang dengan saya. Mungkin dipikirnya saya ini seorang pastur atau pengurus gereja itu (hehe...). Saya bilang lihat dong rosarionya, dan dia memberikannya ke tangan saya. Katanya kalung rosario itu sudah lima tahun dia punya.
Sungguh kalung yang warnya sudah agak kusam dengan biji yang agak besar, tapi salibnya agak berat juga. Saya bilang, jangan terlalu bersedih, Yesus dan Maria pasti sudah mendengar doa-doa dia. Dia terpaku hampir menangis. Dia seorang lelaki sungguh yang amat jauh dari kesan bersih dan rapi. Sangat mungkin sepertinya tidak seorangpun selama ini telah memberikan perhatian kepadanya. Badan dan pakaiannya kumal, kotor, dan agak bau. Ternyata di bak belakang mobilnya itu ada banyak sekali botol-2 bekas, kardus-2, dan karung bekas. Aroma tidak sedap tercium dari botol-2 bekas itu. Dia ternyata seorang pemulung. Dan sekarang dia mengeluh, katanya sekarang ini amat sulit ...semakin dikit botol yg dapat dia kumpulkan, katanya. Setelah menggenggam rosarionya di dada saya, saya kembalikan kepadanya. Satu hal yang saya bisa tangkap dengan jelas,..orang ini sikapnya gugup dan sangat terkesan jarang bicara dengan orang lain.
Saat itulah seorang bapak agak beruban turun dari sepedanya sekitar 3 meter dari tempat saya berdiri. Saya taksir umurnya sekitar 58 tahun. Dia berkata “you vietnamese?”. Waktu saya bilang no, dia tampak agak kecewa dan bersiap akan pergi lagi. (Sudah rahasia umum bahwa berbicara dalam bahasa inggris adalah trauma dan bikin grogi bagi banyak orang yang tidak bisa -apalagi orang itu sudah agak tua). Tapi bapak ini seolah punya masalah. Sikap ramah saya tiba- tiba muncul. Tanpa niat apapun, saya kemudian spontan balik bertanya ‘are you vietnamese?’. Dia bilang yes. Lalu saya bilang “orang ini vietnamese juga” sambil menunjuk Thu Ni. Bapak itu wajahnya berseri lalu langsung nyerocos tanya ini itu dalam bahasa vietnam. Saya tidak tahu apa omongan mereka yang cuma setengah menit itu, tapi si Thu Ni dengan agak cetus kira-2 bilang bahwa “kalau sudah lapor polisi ya sudah”. Saya tidak bisa tahu apa masalah si bapak vietnam ini.
Di saat bersamaan pula, datang sebuah mobil dan parkir di seberang parkir. Seorang agak tua (sekitar 70 tahunan) saya lihat baru turun dan berdiri saja dekat mobil itu, sedang seorang lagi dengan ragu-ragu saya lihat berjalan menyeberangi lahan parkir mendekati kami. Tampaknya dia seorang Filipina. Dia langsung nanya: “can anybody speak english”. Dia bilang ke saya bahwa bapaknya (yang berdiri di ujung sana itu) tadi pagi habis misa (Jum’at pertama) mengambil mobilnya dari lapangan parkir itu, membuka mobilnya, mengendarainya sampai great mall (sekitar 2 km jauhnya). Namun ketika hendak pulang dari mall itu, mobilnya tidak bisa distarter lagi dan kemudian dia menyadari telah MENGENDARAI MOBIL ORANG LAIN yang sama model dan warnanya !!. (Can you believe it ??). Nah, tanya dia,...apakah saya kira-kira tahu siapa pemilik mobil itu? karena mobil itu masih ditinggal di mall yang jauhnya 2 km dari situ. Saya langsung mendekati bapak vietnam yg tadi datang dengan sepeda. Saya tanya apa sebetulnya masalah dia. Berkat bantuan Thu Ni sebagai interpreter, saya dijelaskan bahwa ternyata si bapak vietnam itu baru pulang dari kantor polisi karena kehilangan mobilnya tadi pagi !!. Nah LOH !!.....saya bilang ke Thu Ni mobil bapak itu ada di Great mall, dan bapak si orang Filipina itulah yang telah salah ambil mobil !.
Thu Ni melompat dari jok mobilnya,..seperti orang yang baru menang undian. Dia tiba-tiba menjadi semangat sekali. Haha...kami berempat langsung sibuk dan ramai kayak ayam dan bebek...4 orang dengan 3 macam bahasa yang saling tidak mengerti. Tapi kesimpulannya satu: mobil bapak itu tidak dicuri melainkan seseorang telah salah ambil mobil dia. Walaupun tetap tampak bingung, si bapak vietnam kita minta meninggalkan saja sepedanya di gereja lalu dia diantar oleh si Filipina naik mobil mereka menuju lokasi Great mall, untuk mengambil mobil si bapak.
Luar biasa. Saya tiba-tiba disadarkan bahwa saya telah dipanggil Tuhan untuk berada di gereja ini, untuk moment ini. Saya telah dipakai dengan perhitungan waktu yang demikian cermat. Dalam kurun waktu tidak sampai lima menit,..Tuhan telah menyatakan maksud dan kehendakNya dengan jelas. Saya menarik napas panjang dan bersyukur dalam hati. Lapangan parkir itu sudah sepi, semuanya sudah pergi, termasuk Thu Ni. Sekarang, saya akan pulang saja. Tetapi ketika saya akan masuk mobil, saya melihat ternyata ada dua orang wanita (seorang udah tua sekali, yang seorang lainnya sekitar 45 tahun) yang tampaknya kebingungan karena melihat pintu gereja terkunci semua. Saya tergerak mendekati wanita yang lebih muda, dan saya tiba-tiba sadar kembali bahwa hari ini adalah hari Jum’at pertama; dan bertanya padanya apakah dia datang untuk ikut misa. Dia jawab ya, lalu saya tanya jam berapa misanya?. Dia bilang yang dia tahu seharusnya jam 5.30. Katanya sekarang sudah hampir 5.30 kog gerejanya tutup? dia malah tanya balik apakah saya tahu jamnya. Karena saya tadi melihat ada selembar berita paroki di tong sampah samping pintu masuk,.saya pungut dan dari situ kami tahu bahwa misanya jam 7 malam. “Ooo diganti jamnya..” katanya.
Saat itulah saya menjadi sadar bahwa Tuhan mengundang saya hadir di perjamuannya hari ini, jam 7 malam ini. Saya kembali duduk di kursi taman itu sambil menunggu misa. Saya merenungkan semuanya ini. Tuhan telah memanggil dan mengunakan saya sebagai saluran berkat untuk orang lain. Dan tidak hanya berhenti sampai di situ, ternyata sekali lagi Tuhan ingin menyapa dan mengundang saya hadir di perjamuanNya, perjamuan Ekaristi menghormati hatiNya yang kudus. Maka hati saya pun menjawab ingin hadir, saya tidak akan melewatkan undangan Tuhan Yesus Kristus hari ini. Saya masih menunggu ketika si bapak vietnam kemudian tampak kembali di gereja sekitar jam 6.40 untuk mengambil sepedanya yang digembok di pagar dekat belakang gereja. Sambil menuntun sepedanya dan berhenti persis dekat saya, dia berulang kali mengucapkan terima kasih sambil tampak keharuan di matanya.
Hanya kata “thank you” lah yang berulang diucapkannya sambil menggenggam tangan saya erat-erat. Keharuan bapak itu, ..kemudian kusadari sebetulnya adalah keharuanku juga, karena dia telah dipakai Tuhan juga, untuk mengundangku ke perjamuan Ekaristi Jum’at pertama. Saya mengikuti misa dengan hati yang penuh haru, apalagi dengan iringan lagu-2 pilihan kelompok koor yang demikian lembut, indah, dan menyentuh hati. Airmata saya mengalir saat menerima dan merasakan tubuh Kristus sembari memandang Yesus yang rela terlentang di kayu salib demi kasihNya yang begitu tak terhingga. Yesus berkata “..datanglah hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat,...Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”.
Tinggallah saya merenungkan semuanya ini dengan takjub dan penuh syukur. Dipanggilnya aku, dihibur dan dikuatkanNya hatiku,..diberikanNya kelegaan di hatiku hari ini. Tuhan menganti rasa sedihku menjadi senyuman kelegaan, dan Dia mengubah airmataku hingga terasa begitu manis. Terima kasih ya Tuhan. Tuhan, kuatkanlah pengharapan kami selalu akan Dikau, karena semua rencanaMu adalah indah dan sempurna pada waktunya. Amin.
Sumber : http://www.pondokrenungan.com/