Senin, 27 Desember 2010

PRODIAKON, Pelayan Khusus di Gereja

Print Friendly and PDF

SEMANGAT pelayanan pastoral dewasa ini menuntut adanya jumlah petugas pastoral yang mencukupi. Mengingat desakan kebutuhan umat beriman akan pelayanan pastoral, maka banyak Uskup menjelang Konsili Vatikan II meminta agar kaum awam terlibat di dalam pelayanan liturgi Gereja. Itulah yang menjadi semangat pembaharu Liturgi Gereja. Akhirnya melalui Motu Proprio “Ministeria Quedam” dari Paus Paulus VI, 15 Agustus 1972, menegaskan bahwa tahbisan rendah para calon imam dihapus sehingga tinggal dua tugas pelayanan: yakni Sabda dan Altar (Lektor dan Akolit). Saat itu upacara tahbisan diganti dengan upacara pelantikan.

Dalam Liturgi pada dasarnya terdapat dua macam pelayanan yaitu pelayan tertahbis dan tidak tertahbis. Pelayan tertahbis adalah para klerus yang terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon. Sedangkan yang taktertahbis adalah para awam (non klerus) yang mengemban tugas khusus berdasarkan pelantikan liturgis, yakni Lektor dan Akolit sebagai prasyarat tahbisan dan pengangkatan untuk penugasan sementara seperti: putra-putri altar, koster, pemazmur, paduan suara, komentator, pemandu, upacara, dan petugas kolekte.

Di samping itu, masih terbuka lebar bagi kaum beriman kristiani awam, baik pria maupun wanita, untuk tugas khusus membantu imam sebagai pelayan tak lazim (minister extraordinarius) dengan penyerahan tugas lewat pemberkatan liturgis atau penugasan sementara (bdk Ministeria Quedam). Konferensi Waligereja setempat boleh memohon persetujuan Takhta Apostolik untuk menciptakan jabatan lain yang dinilainya perlu dan amat berguna bagi wilayah yang bersangkutan. Para pelayan kaum beriman kristiani awam itu bertugas membantu para klerus, namun peran mereka tidak diturunkan melalui tahbisan. Itulah yang membedakan prodiakon dengan diakon tertahbis, atau asisten imam dengan imam.

Pelayan luar biasa
Prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral merupakan pelayan luar biasa/minister extraordinarius (tak lazim) dalam pelayanan liturgi Gereja, memiliki dasar doktriner dari PUMR, No 109 (Pedoman Umum Misale Romawi) dan Redemptionis Sacramentum No 43. Dalam teks tersebut dinyatakan bahwa “Demi manfaat bagi umat setempat maupun seluruh Gereja Allah, maka dalam rangka perayaan Liturgi Suci ada di antara kaum awam yang sesuai dengan tradisi, dipercayai pelayanan-pelayanan yang dilaksanakannya dengan tepat dan dengan cara yang patut dipuji. Sangat tepatlah jika ada lebih banyak orang yang membagi di antara mereka serta melaksanakan berbagai tugas atau bagian-bagian pelayanan”. Menarik bahwa dari pelbagai sebutan pelayanan awam tersebut memiliki banyak makna seperti prodiakon (pro=untuk, ganti dan diakon= klerus), asisten imam (pembantu imam), asisten pastoral (pembantu petugas pastoral). Asisten imam dipakai sebagai hasil kesepakatan pertemuan Dewan Nasional Komisi Liturgi KWI, Mataloko, Flores, 2002. Sedangkan asisten pastoral dipakai untuk karya pelayanan tak lazim (luar biasa) diambil dari Redemptor Sacramentum Bab VII. Dengan demikian sebenarnya istilah asisten imam lebih mendekati dari pada prodiakon.

Kebutuhan umat
Dalam instruksi Redemptionis Sacramentum No 151-152, peran para prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral adalah membantu imam hanya kalau sungguh diperlukan dalam perayaan liturgi. Hanya kalau sungguh perlu, boleh diminta bantuan pelayan-pelayan tak lazim dalam perayaan liturgi. Permohonan akan bantuan yang demikian itu bukannya dimaksudkan demi menunjang partisipasi umat melainkan karena kodratnya bersifat pelengkap dan darurat (bdk Instruksi Ecclesiasi de Mysterio, 1997). Apalagi jika permohonan akan bantuan pelayan-pelayan tak lazim (luar biasa) itu berdasarkan kebutuhan umat, maka hendaknya dilipatgandakan dengan doa-doa permohonan umat agar mendesak Tuhan segera mengutus seorang imam untuk melayani jemaat serta menumbuhkan kesuburan panggilan untuk tahbisan suci (bdk RS No 151; Dewan Kepausan untuk Interpretasi Otentik CIC, jawaban atas dubium, 1 Juni 1988).
Untuk dicermati bahwa tugas membantu imam artinya membantu hanya dalam wilayah liturgi atau peribadatan. Jadi harus dibedakan dari tugas pewartaan (katekese) atau kegiatan sosio-karitatif lainnya. Membantu imam artinya: (1) Meringankan tugas imam dalam hal-hal yang boleh dilimpahkan kepada mereka menurut hukum Gereja; (2) Mengganti imam ketika imam berhalangan hadir, misalnya memimpin upacara pemakaman atau ibadat sabda hari Minggu tanpa imam.

Orang-orang yang telah ditunjuk menjadi prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral (sebagai pelayan luar biasa komuni kudus) perlu mendapat instruksi yang memadai dan harus memiliki kepribadian yang menonjol dalam pengalaman hidup Kristen, iman, dan susila. Hendaknya mereka berusaha supaya pantas bagi jabatan yang luhur ini dengan memupuk devosi kepada Ekaristi Kudus dan memperlihatkan dirinya sebagai teladan bagi umat beriman lainnya, melalui bakti dan hormatnya terhadap sakramen altar yang suci ini. Jangan sampai memilih orang yang bisa menimbulkan sandungan di kalangan umat sendiri (bdk IC, No 783).

Hanya pelengkap
Perlu mendapat perhatian bagi para imam bahwa jabatan prodiakon, asisten imam atau asisten pastoral hanya pelengkap, bukan pokok. Tugas pokok ada dalam diri imam (bdk kan. 900, §1). Sehingga tugas prodiakon atau asisten imam jangan dipergunakan untuk menurunkan (mereduksi) pelayanan asli dari para imam sedemikian rupa sehingga para imam lalai dalam merayakan Ekaristi bersama umat yang menjadi tanggungjawab mereka.

Ataupun melalaikan karitas pastoral dalam Gereja di saat umat membutuhkan kehadiran seorang imam seperti dalam saat umat sakit atau pembaptisan anak-anak, atau perayaan perkawinan, atau pemakaman orang meninggal. Semuanya itu tugas inti para imam dan didampingi para diakon. Karena itu, tidak boleh terjadi bahwa di Paroki-Paroki para imam menukar pelayanan pastoral dengan para prodiakon atau asisten imam, karena dengan itu mengaburkan tugas khas masing-masing (bdk RS, 152).

Tugas Pokok Prodiakon

1. Pelayan khusus untuk menerimakan Komuni Kudus.
Para waligereja setempat berwenangan mengizinkan orang-orang yang pantas dan dipilih secara pribadi selaku pelayan khusus untuk suatu kesempatan atau jangka waktu tertentu (bdk Dokumen Immensae Caritatis, 1973). Alasan perlunya petugas pelayan luar biasa, pertama adalah karena dalam perayaan Ekaristi jumlah umat yang besar atau halangan yang menimpa pemimpin perayaan Ekaristi. Kedua, adalah di luar perayaan Ekaristi: karena jarak tempat yang jauh, terutama untuk viaticum (komuni bekal suci); rumah sakit, panti jompo. Tujuannya: agar umat beriman yang sedang diliputi rahmat dan dengan hasrat yang tulus serta penuh bakti ingin mengambil bagian dalam perjamuan kudus, tidak kehilangan kesempatan untuk menikmati bantuan serta penghiburan sakramental (bdk IC, 776).

2. Pelayan khusus untuk pemakaman.
Keputusan KWI tahun 1972 menyatakan bahwa upacara-upacara di sekitar pemakaman sebaiknya dipimpin oleh seorang imam. Tetapi bila tidak mungkin, semua Upacara boleh juga dipimpin oleh seorang lain, kecuali Liturgi Ekaristi. Memang benar bahwa pada dasarnya upacara pemakaman bukanlah ritus sacerdotal, tak harus dipimpin oleh imam. Hanya tentu para imam yang diserahkan tugas mewartakan kabar gembira sepantasnya membawakan penghiburan bagi yang berduka.

3. Memimpin Ibadat Sabda dan Ibadat Tobat.
Ibadat tobat yang dimaksudkan di sini dibedakan dalam tiga bentuk: Ibadat Sabda menjelang Hari Raya; Ibadat Tobat dalam masa Adven dan Prapaskah; dan Ibadat Sabda Hari Minggu tanpa imam. Dalam pedoman umumnya dikatakan tentang penugasan ini kepada kaum awam pria maupun wanita atas dasar Pembaptisan dan Krisma mereka. Cara hidup mereka hendaknya selaras dengan Injil.

Sumber : http://www.seminarikwi.org/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP