Prodiakon sebagai Pelayan Luar Biasa Komuni
Membagikan Komuni Suci: Pelayan Luar Biasa Komuni
oleh: Romo William P. Saunders *
Dalam laporan mengenai kunjungan Bapa Suci Yohanes Paulus II ke Austria, saya membaca komentar mengenai keterlibatan kaum awan dalam bermacam ragam pelayanan dan bagaimana Vatikan mengeluarkan pernyataan mengenainya. Sebagai seorang Katolik senior, saya selalu mempertanyakan keterlibatan kaum awam dalam membantu membagikan komuni suci. Bagaimanakah sebenarnya keterlibatan kaum awam dalam hal ini?
~ seorang pembaca di Alexandria
Pada tanggal 13 November 1997, delapan lembaga Vatikan, dengan persetujuan Bapa Suci, menerbitkan suatu pedoman yang berjudul "Beberapa Pertanyaan mengenai Kerjasama Umat Beriman Tak Tertahbis dalam Pelayanan Imam." Pedoman ini membahas peran serta umat beriman: dalam pelayanan Sabda, termasuk menyampaikan khotbah; dalam perayaan-perayaan liturgis, termasuk membagikan komuni suci dan menghantar komuni suci apabila imam berhalangan dalam pelayanan orang sakit. Sesungguhnya, motivasi dari diterbitkannya pedoman ini adalah untuk mengatasi penyimpangan- penyimpangan tertentu yang muncul dalam bidang-bidang ini. Di samping itu, Gereja hendak mengajukan kembali perbedaan antara peran `imamat jabatan' dari para klerus tertahbis, dan peran `imamat umum' dari semua orang yang telah dibaptis.
Dalam menjawab pertanyaan ini, kita akan membatasi pembahasan kita pada peran Pelayan Ekaristi. Di sini, patut kita camkan dua prinsip pokok: Pertama, anugerah paling berharga yang dipercayakan Kristus kepada Gereja-Nya adalah Ekaristi yang Mahakudus, Sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Ekaristi, seperti dimaklumkan Konsili Vatikan II, adalah pusat dan puncak sembah sujud kita sebagai orang Katolik. Kedua, pastor paroki hendaknya memastikan bahwa Ekaristi Mahakudus adalah sungguh pusat kehidupan paroki dan bahwa umat beriman dihidupi melalui perayaan-perayaan khidmad semua sakramen, teristimewa melalui penerimaan Sakramen Ekaristi Mahakudus dan Sakramen Tobat sesering mungkin (Kanon 528, No. 2).
Berdasarkan pemahaman di atas, maka istilah "Pelayan Ekaristi" hanya dapat diberikan pada seorang imam. Para imamlah yang harus menerimakan komuni kepada kaum awam di antara umat beriman pada saat perayaan Misa. Sebab itu, seperti dimaklumkan Kitab Hukum Kanonik, "Pelayan biasa komuni suci adalah uskup, imam dan diakon." (No. 910.1). Di samping para pelayan tertahbis, dikenal juga pelayan luar biasa komuni suci. "Pelayan luar biasa komuni suci adalah akolit atau orang beriman lain yang ditugaskan sesuai ketentuan" (No. 910.2) untuk membantu membagikan komuni suci kepada umat beriman.
Pada tanggal 25 Maret 2004, Kongregasi untuk Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen bekerjasama dengan Kongregasi untuk Ajaran Iman, menerbitkan instruksi "Redemptionis Sacramentum" (= Sakramen Penebusan) di mana dibahas lebih lanjut mengenai para pelayan luar biasa (= tak lazim) komuni suci yang diperkenankan membantu imam hanya dalam batasan-batasan tertentu:
[1] bila jumlah orang beriman yang ingin menyambut komuni begitu besar, sehingga perayaan Misa itu akan terlalu lama (teristimewa sejak dilonggarkannya "hukum puasa" yang lama);
[2] bila imam berhalangan karena kesehatan, usia lanjut, atau alasan lain yang wajar;
[3] bila sejumlah mereka yang sakit dan harus tinggal di rumah di berbagai tempat (rumah-rumah sakit, rumah-rumah perawatan, atau rumah-rumah pribadi) membutuhkan pelayanan agar dapat menerima komuni suci secara teratur.
Karena alasan-alasan di atas, Vatikan memperkenankan Uskup untuk menunjuk "seorang yang pantas" untuk keadaan-keadaan khusus atau untuk suatu jangka waktu tertentu guna membantu para pelayan biasa untuk membagikan komuni suci.
Penunjukkan para pelayan luar biasa komuni suci dan hak istimewa untuk membagikan komuni suci diberikan demi kebaikan umat beriman dan hanya dalam kasus-kasus yang mendesak. Para calon pelayan luar biasa komuni suci wajib diberi pengarahan yang pantas dan wajib mengamalkan hidup Kristiani yang saleh. Mereka harus memiliki devosi mendalam kepada Ekaristi Kudus dan menjadi teladan dalam kesalehan dan sembah sujud. Para pelayan luar biasa komuni suci wajib memiliki cinta yang luar biasa kepada Ekaristi Kudus dan kepada Gereja, Tubuh Kristus.
Di keuskupan kami, seorang yang ditunjuk haruslah seorang dewasa berusia sekurang-kurangnya 21 tahun. Calon wajib mengikuti pengarahan yang diadakan oleh Komisi Liturgi. Setelah mendapatkan rekomendasi dari pastor, Uskup melantik para pelayan luar biasa komuni suci untuk suatu periode selama tiga tahun, yang sesudahnya dapat diperpanjang. Tetapi, pelantikan ini hanya berlaku bagi pelayanan di dalam suatu paroki tertentu.
Namun demikian, diperingatkan pula dalam instruksi akan bahaya penyelewengan hak istimewa ini hingga mengaburkan peran imamat jabatan. Para pelayan luar biasa adalah sungguh "luar biasa" dan bukan "biasa". Mereka hanya diperkenankan membagikan komuni suci sesuai dengan ketentuan di atas. Di samping itu, praktek-praktek tertentu hendaknya dibatasi: para pelayan luar biasa komuni suci tidak dapat menerimakan komuni suci kepada diri mereka sendiri atau selain dari umat beriman seolah mereka adalah konselebran dalam perayaan Misa, dan mereka tidak diperkenankan membagikan komuni suci apabila jumlah pelayan tertahbis mencukupi untuk membagikan komuni suci.
Dalam pelayanan imamat saya sendiri, saya melihat perlunya keterlibatan awam sebagai pelayan luar biasa komuni suci, teristimewa dalam mengunjungi orang-orang sakit, mereka yang harus tinggal di rumah, dan yang berada di tempat-tempat perawatan. Oleh karena bantuan mereka, umat beriman dapat menerima komuni suci lebih sering. Namun demikian, pelayanan para pelayan luar biasa ini tidak menghindarkan imam dari mengunjungi mereka yang sakit, teristimewa dalam melayani Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Lagipula, saya telah diperkaya oleh devosi dan kasih dari sebagian para pelayan luar biasa ini kepada Sakramen Mahakudus. Saya mengenal beberapa pelayan luar biasa yang pada mulanya menolak ketika diminta untuk melaksanakan pelayanan ini karena mereka merasa "tidak layak" - suatu tanda kerendahan hati. Dan, saya melihat banyak dari antara mereka yang dengan setia mengambil resiko dalam segala macam cuaca buruk demi mengunjungi umat yang ada dalam pelayanan mereka.
Sebaliknya, saya juga melihat penyelewengan- penyelewengan. Beberapa tahun lalu, saya memimpin Sakramen Pernikahan sepupu saya, mempelai laki-laki. Imam, yang berasal dari keuskupan utara dan yang juga adalah sahabat keluarga mempelai perempuan, berkonselebrasi bersama saya. Imam itu beranggapan bahwa akan "mengesankan" jika mempelai perempuan dan mempelai laki-laki saling menerimakan komuni suci. Saya menolak. Tetapi katanya, "Semua majalah-majalah liturgis populer menyarankan hal ini." Saya mengatakan, "Tetapi, Gereja tidak."
Imam hendak menyelewengkan hak istimewa dan memerosotkan hak istimewa yang sakral ini menjadi sesuatu yang murahan.
Suatu ketika saya ditugaskan ke sebuah paroki kecil yang memiliki tiga imam aktif dan seorang diakon. Tidak ada kebutuhan akan adanya asisten dalam membagikan komuni suci dalam Misa. Para pelayan Ekaristi mengunjungi rumah-rumah sakit dan juga rumah-rumah perawatan setempat. Setelah Misa, seorang perempuan dari Massachusetts bertanya, "Mengapakah tidak ada awam yang membantu membagikan komuni?" Setelah saya menjawab, ia berkata sambil beranjak pergi, "Vatikan II memberikan hak kepada kami untuk itu." Vatikan II tidak memberikan hak ini kepada siapa pun. Sebagai seorang imam tertahbis, saya pun tidak memiliki hak" untuk membagikan komuni suci; melainkan ini merupakan suatu hak istimewa yang dideligasikan oleh Uskup.
Sebab itu, walau awam dapat berperan sebagai pelayan luar biasa komuni suci, dan sungguh memberikan pelayanan yang berharga bagi paroki, namun kita harus tetap tunduk pada norma-norma Gereja. Norma-norma ditetapkan Gereja demi menjamin penghormatan serta proteksi terhadap Sakramen Mahakudus.
* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : "Straight Answers: Distribution of Communion: A Privilege, Not a Right" by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1998 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald. Com disesuaikan dengan : "Redemptionis Sacramentum" dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen; diterbitkan oleh Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia
Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald." (http://www.indocell.net/yesaya/id711.htm)