Minggu, 27 Maret 2011

Sejarah Terbentuknya Prodiakon Paroki

Bertambahnya jumlah umat katolik yang begitu pesat dari tahun ke tahun tidak sebanding dengan jumlah imam. Kurangnya tenaga imam sangat dirasakan saat perayaan ekaristi pada hari minggu, baik untuk membagikan komuni kepada umat maupun untuk kegiatan-kegiatan liturgi lainnya.

Memperhatikan dan mencermati keadaan demikian, maka tahun 1966 Yustinus Kardinal Darmayuwana (pada waktu itu Uskup Agung Semarang) mengajukan permohonan ijin ke Roma melalui Propaganda Fide. Konggregasi untuk Penyebaran Iman, agar Uskup diperkenankan menunjuk beberapa pelayan awam yang dinilai pantas untuk membantu Imam membagikan komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi.

Konggregasi Propaganda Fide menanggapi secara positif permohonan itu dan memberi ijin ad experimentum (=untuk percobaan) selama 1 (satu) tahun, dan apabila dirasa perlu dan berjalan dengan baik ijin dapat diperpanjang. Dalam perjalanan waktu dirasakan bahwa para pembantu imam ini semakin besar peranannya, sehingga Propaganda Fide memberi ijin untuk melanjutkan bentuk pelayanan ini dan hal tersebut berlaku hingga sekarang.

Pada mulanya para awam yang dipilih dan bersedia membantu imam ini dinamakan “Diakon Awam”. Kata “diakon” bukan jabatan mulia, melainkan jabatan yang hina. Tetapi pada jaman para rasul, istilah itu diangkat artinya, kata diakonos mendapat arti baru.

Diakon diangkat menjadi suatu jabatan yang mulia, karena yang dilayani adalah Tubuh Kristus, yaitu jemaat. “Diakon Awam” adalah awam yang menerima tugas dari Uskup, bukan “expotestate ordinis” atau “jurisdictionis” (berkat kuasa tahbisan atau hukum), melainkan berkat anugerah istimewa gereja melalui Konggregasi Propaganda Fide.

Akhir tahun 1983, nama “Diakon Awam” digandi menjadi “Diakon Paroki”, karena dirasakan bahwa istilah “Diakon Awam” kurang tepat. Pengertian “diakon” lebih tepat dikenakan kepada seseorang yang telah ditahbiskan (=tertahbis) dan karena tahbisannya itu ia bukan lagi seorang “awam”. Dia termasuk klerus. Dalam istilah “Diakon Paroki” kecuali kata “Awam” dihilangkan, juga jangkauan tugasnya dirinci jelas. Diakon Paroki bukan Diakon Tertahbis, tetapi diharapkan dapat menjalankan tugas yang sebenarnya menjadi tugas Diakon Tertahbis. Kalau Diakon Tertahbis bersifaf kekal dan universal, maka diakon paroki bersifat sementara dalam menjalankan tugasnya dan bertugas dalam lingkup paroki tertentu. Masa tugas umumnya tiga tahun dan dapat diperpanjang.

Dalam rapat Konsultores Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 5-6 Agustus 1985 di Girisonta diputuskan bahwa istilah “Diakon Paroki” diubah menjadi “Prodiakon Paroki”. Istilah Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki diangkat oleh Uskup atas usul Pastor Paroki untuk menerimakan komuni, memimpin upacara pemakaman, dan lain-lain. Dalam menjalankan tugasnya, Prodiakon Paroki tergantung pada pastor paroki. Dalam perkembangan waktu nampak jelas bahwa kehadiran Prodiakon Paroki sangat diperlukan oleh gereja dan dapat diterima oleh umat dengan baik.

Di Keuskupan Agung Jakarta pembentukan Prodiakon Paroki direstui bahkan dianjurkan oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, karena didasari manfaat dan kegunaannya. Kebijaksanaan ini dilanjutkan oleh Uskup Agung Jakarta yang sekarang, Yulius Kardinal Darmaatmadja, sehingga semakin banyak paroki yang memiliki Prodiakon Paroki.

Komisi Liturgi Keuskupan Malang
Sumber : http://keuskupan-malang.web.id/?p=3222

baca selanjutnya...

Sabtu, 19 Maret 2011

Macam-macam istilah Misa

Pertanyaan:
Pada laman terbaru, ada pembahasan tentang Misa Jumat Pertama, Wah judul yang pas dengan apa yang frans pengen tahu, yakni tentang Misa Jumat pertama.
Terima kasih buat admin, yang sudah memjawab dengan jelas.

Selain Misa Jumat pertama, ada beberapa misa yang ingin frans ketahui lebih banyak.
yakni pemahaman dari
1.Misa hari minggu,
2.Misa salve
3.Misa harian pagi
4.misa sabtu sore

Kiranya admin bisa beri perbedaan di antara Misa di atas, karena berdasarkan obrolan dengan teman2-sobat muda, kadang mereka merasa cukup bila sudah mengikuti misa pada jumat pertama, dan mengindahkan Misa minggu (karena berpendapat misa intinya adalah penerimaan komuni saja, jadi dengan jarak hari yang dekat) ini pula terjadi bila pada sabtu malam di adakan Misa syukur di rumah keluarga.
jadi bisa di bilang penerimaan Komuni jadi alasan dalam Misa Minggu dan lainnya. mohon pemahamannya.

Tentang Misa salve juga mohon di terangkan, karena minggu ini (23/1), pastor paroki kami menunda misa salve sampai batas waktu yang belum pasti di adakan, hal ini karena umat yang hadir sedikit (di gereja pukul 18.00, tiap jumat terakhir bulan berjalan). Menurut frans selain di adakan pada sore hari dan masih pada hari kerja, tapi yang paling mendasar ialah umat belum tanya banyak dengan misa salve. jadi mohon di sarikan di laman ini.

Kiranya mohon di sarikan juga pemahaman tentang Misa Minggu yang di adakan pada sabtu sore. Walaupun di buat dengan alasan agar umat bisa mempunyai alternatif dalam mengikuti misa, namun masih juga ada obrolan tentang ketidaklayaknya, misa sabtu sore. atau memang tak boleh ada misa minggu selain pada hari minggu ?

Bila berkenan, jawaban ini merupakan postingan yang akan frans sarikan di laman blog OMK Paroki yang frans kelola, dimana menjadi sumber alternatif rujukan akan pertanyaan seputar orang muda yang kian kritis tt pemahaman katolik.
Tentunya akan di tampilkan sumber artkel dari katolisitas.org.

salam
frans, di jayapura, papua

Jawaban:

Shalom Frans Benedict,

Berikut ini adalah sekilas keterangan tentang bermacam istilah Misa:

1. Misa hari Minggu
Seperti namanya, maka Misa Hari Minggu adalah Misa/ perayaan Ekaristi yang diadakan pada hari Minggu. Umat Kristiani merayakan hari Tuhan pada hari Minggu, karena mengikuti teladan para rasul yang mengadakan ibadah Hari Tuhan tersebut pada hari Minggu [hari pertama di dalam minggu] untuk memperingati hari kebangkitan Kristus.

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 1166 “Berdasarkan tradisi para Rasul yang berasal mula pada hari kebangkitan Kristus sendiri, Gereja merayakan misteri Paska sekali seminggu, pada hari yang tepat sekali disebut Hari Tuhan atau Hari Minggu” (Sacrosanctum Concilium 106). Hari kebangkitan Tuhan adalah serentak “hari pertama dalam minggu”, mengenangkan hari pertama ciptaan, dan “hari kedelapan” di mana Kristus sesudah “istirahat”-Nya pada Sabtu agung menerbitkan hari “yang Tuhan janjikan”, “hari yang tidak mengenal malam” (Liturgi Bisantin). “Perjamuan Tuhan” adalah sentrumnya, karena di sana seluruh persekutuan umat beriman menemui Tuhan yang telah bangkit, yang mengundang mereka ke pesta pedamuan-Nya (Bdk. Yoh 21:12; Luk 24:9b)….

KGK 1167 Benarlah bahwa hari Minggu adalah hari, di mana umat beriman berkumpul untuk perayaan liturgi, “untuk mendengarkan Sabda Allah dan ikut serta dalam perayaan Ekaristi, dan dengan demikian mengenangkan sengsara, kebangkitan dan kemuliaan Tuhan Yesus, serta mengucap syukur kepada Allah, yang melahirkan mereka kembali ke dalam pengharapan yang hidup berkat kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati” (Sacrosanctum Concilium 106).

KGK 1193 Hari Minggu, “hari Tuhan” adalah hari perayaan Ekaristi yang utama, karena ia adalah hari kebangkitan. Ia adalah hari perhimpunan liturgi, hari keluarga Kristen, hari kegembiraan dan hari senggang. Ia adalail “inti dan dasar seluruh tahun liturgi” (SC 106).

KGK 2175 Hari Minggu jelas berbeda dari hari Sabat, sebagai gantinya ia – dalam memenuhi perintah hari Sabat – dirayakan oleh orang Kristen setiap minggu pada hari sesudah hari Sabat. Dalam Paska Kristus, hari Minggu memenuhi arti rohani dari hari Sabat Yahudi dan memberitakan istirahat manusia abadi di dalam Allah. Tatanan hukum mempersiapkan misteri Kristus dan ritus-ritusnya menunjukkan lebih dahulu kehidupan Kristus (Bdk. 1Kor 10:11)….

KGK 2177 Perayaan hari Minggu yakni hari Tuhan dan Ekaristi-Nya merupakan pusat kehidupan Gereja. “Hari Minggu di mana dirayakan misteri Paska dari tradisi apostolik, harus dipertahankan sebagai hari pesta wajib yang paling pertama di seluruh Gereja” (CIC, can. 1246, 1)….

KGK 2042 Perintah pertama (“Engkau harus mengikuti misa kudus dengan khidmat pada hari Minggu dan hari raya“) menuntut umat beriman supaya mengambil bagian dalam Ekaristi, manakala persekutuan Kristen berkumpul pada hari peringatan kebangkitan Tuhan (Bdk. CIC, cann. 1246-1248; CCEO, can. 881, 1.2.4)

Maka mengikuti Misa Kudus dengan khidmat pada hari Minggu merupakan perintah pertama Gereja, yang mengambil dasar dari perintah Allah yang utama, yaitu agar kita menyembah dan mengasihi Tuhan Allah kita dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita (lih Kel 20:3-5). Sebagai ungkapan kasih ini, kita diberi perintah oleh Allah untuk menguduskan hari Tuhan (lih. Kel 20:8-11); seperti yang telah dicontohkan oleh para rasul dan jemaat Kristen awal merayakan hari Tuhan pada hari Minggu (Kis 20:7; 1 Kor 16:2). Selanjutnya, maka perayaan hari Tuhan bagi umat Kristen adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari pertama di dalam minggu, dan bukan hari terakhir dalam minggu (bukan Sabat, karena Rasul Paulus mengatakan bahwa hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Kol 2:16; lih. Gal 4:9-10; Rom 14:5). Dengan kebangkitan Kristus, maka hari Tuhan tidak semata dihayati sebagai hari Tuhan beristirahat, namun lebih kepada hari penciptaan baru, di mana manusia yang telah mengimani Kristus diubah oleh Allah menjadi manusia baru. Selanjutnya tentang hal ini sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

“Menghadiri Misa Kudus pada hari Minggu dan pada hari- hari perayaan dan beristirahat dari pekerjaan yang berat” adalah perintah pertama dari kelima perintah Gereja. Pada hari Minggu diadakan perjamuan Ekaristi yang utama, karena diadakan bertepatan dengan hari kebangkitan Kristus.

2. Misa Sabtu Sore
Misa Sabtu Sore umum sering diartikan sebagai ‘Anticipated Mass‘, atau Misa Antisipasi perayaan Misa pada hari Minggu. Namun sebenarnya, menurut General Norms of the Liturgical Year and the Calendar, dikatakan demikian:

#3. “The liturgical day runs from midnight to midnight, but the observance of Sunday and solemnities begins with the evening of the preceding day.”

(terjemahannya)

#3. “Hari liturgis dihitung dari tengah malam ke tengah malam, tetapi pemenuhan kewajiban pada Minggu dan Hari Raya dimulai dari sore hari sebelum hari tersebut.”

Paus Benediktus http://www.adoremus.org/SacramentumCaritatis.html mengatakan, “… mengenali Sabtu sore, dimulai dari doa Vespers yang pertama, adalah sudah merupakan bagian dari Minggu, dan waktu di mana kewajiban hari Minggu dapat dilakukan…”

Maka kebijaksanaan Gereja Katolik untuk mengadakan Misa Sabtu Sore untuk pemenuhan kewajiban menguduskan hari Tuhan adalah untuk memberi kesempatan kepada umat yang karena alasan tertentu/ genting tidak dapat memenuhi kewajiban untuk mengikuti Misa pada hari Minggu. Namun jangan sampai kemudahan ini dijadikan alasan, bahwa ‘karena malas bangun pagi pada hari Minggu, maka saya memilih untuk ikut misa Sabtu sore’; padahal pada hari Minggu-nya ia tidak mempunyai halangan yang mendesak. Jika ini motivasinya, maka sesungguhnya orang tersebut memiliki sikap batin yang keliru untuk memenuhi perintah Allah dalam menguduskan hari Tuhan. Sebab dalam menguduskan hari Tuhan, sudah selayaknya kita mempersembahkan dan mengorbankan waktu dan diri kita seutuhnya kepada Tuhan dalam kesatuan dengan Gereja-Nya dalam perayaan Ekaristi.

3. Misa Harian
Misa harian tetap merupakan perayaan Ekaristi yang mempunyai efek yang sama dengan Misa yang dilakukan pada hari Minggu ataupun hari- hari lainnya, karena kurban yang dihadirkan adalah sama, yaitu kurban Kristus. Namun demikian, mengikuti misa harian tidak dapat menggantikan kewajiban mengikuti Misa pada hari Minggu, karena hari Minggu adalah hari Tuhan, di mana semua orang Kristen diajak untuk menguduskan hari itu dengan merenungkan pengorbanan Kristus dan kebangkitan-Nya yang menebus dosa- dosa umat manusia.

Mengikuti Misa Harian dan menerima Ekaristi setiap hari merupakan hal yang sangat indah yang dapat dilakukan oleh setiap umat Katolik. Mengapa? Karena dengan menerima Kristus sendiri setiap hari kita akan dipimpin olehNya untuk bertumbuh di dalam iman, pengharapan dan kasih. Jadi jika seseorang ingin bertumbuh secara rohani, selain ia perlu berdoa dan merenungkan Sabda Tuhan, ia dapat menimba kekuatan dari Kristus sendiri, yang hadir dalam Ekaristi Kudus.

Katekismus mengajarkan:

KGK 1389 Gereja mewajibkan umat beriman, “menghadiri ibadat ilahi pada hari Minggu dan hari raya” (OE 15) dan sesudah mempersiapkan diri melalui Sakramen Pengakuan, sekurang-kurangnya satu kali setahun menerima komuni suci, sedapat mungkin dalam masa Paska (bdk. CIC, can. 920). Tetapi Gereja menganjurkan dengan tegas kepada umat beriman, supaya menerima komuni suci pada hari Minggu dan hari raya atau lebih sering lagi, malahan setiap hari.

4. Misa Salve
Terus terang saya kurang memahami istilah ini. Apakah ini Misa didahului/ dilanjutkan dengan doa Salve Regina, ataukah Misa dilanjutkan dengan Benediction/ Adorasi Sakramen Mahakudus?

Sementara kita menunggu jawaban dari Romo Boli, inilah jawaban yang dapat kami berikan:

Jika maksudnya Misa diikuti doa Salve Regina, silakan anda membaca tanya jawab di link ini, silakan klik. Jika maksudnya Misa yang diikuti oleh Benediction/ Adorasi sakramen Maha Kudus: Sebenarnya setelah menerima Komuni kudus, kita selayaknya meresapkan kehadiran Tuhan Yesus sendiri di dalam tubuh kita, sehingga dalam konteks ini, kita pertama- tama harus menyembah Kristus yang telah kita sambut dan menyatu dalam tubuh kita. Katekismus mengajarkan kehadiran Kristus dalam Ekaristi dimulai pada saat konsekrasi dan bertahan sampai wujud Ekaristi masih ada di dalam tubuh kita (lihat KGK 1377). Maka diperkirakan kehadiran Yesus dalam rupa Ekaristi di dalam tubuh kita bertahan selama sekitar 10 menit. Pada saat itu, sebaiknya kita menyembah Tuhan Yesus yang sungguh hadir dalam diri kita.

Dengan demikian, Benediction/ penyembahan dan berkat sakramen Mahakudus di altar dapat dilakukan setelah Misa Kudus, namun tidak langsung setelah Komuni, karena saat setelah Komuni seharusnya diberikan untuk tiap- tiap orang secara pribadi untuk menyembah Tuhan Yesus yang hadir secara khusus dalam rupa Ekaristi di dalam tubuhnya.

Demikian sekilas pengertian tentang bermacam istilah Misa, semoga berguna. Silakan anda mengutip tulisan ini untuk diedarkan di kalangan OMK paroki anda, dengan menyebutkan sumbernya, yaitu www.katolisitas.org. Sampaikan salam hangat kami kepada saudara/saudari seiman di Papua.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Dikutip dari : http://katolisitas.org/2011/02/15/macam-macam-istilah-misa/

baca selanjutnya...

Kamis, 17 Maret 2011

Makna Perarakan Dalam Liturgi

Pengantar
Salah satu gerak liturgi yang paling umum dilakukan dalam ibadat adalah berjalan. Berjalan merupakan gerakan manusia yang sangat elementer. Boleh dikatakan berjalan adalah gerak natural yang selalu ada dalam setiap perayaan. Dalam paper ini, akan dibahas mengenai gerak berjalan dalam liturgi yang lebih mengarah pada perarakan (prosesi).

Perarakan berarti gerak beberapa atau banyak orang dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Gerak yang dimaksud bukanlah gerak sembarangan, tetapi bergerak dengan teratur dari satu tempat ke tempat lain dalam liturgi, yang biasanya diiringi dengan nyanyian. Berjalan dilakukan dengan badan dan kepala yang tegak, tenang dan agung. Berjalan juga bisa dipahami sebagai ungkapan kesiapsediaan kita menanggapi tawaran kasih karunia Allah yang selalu ada di hadapan kita.

Perarakan dan Makna Teologi
Perarakan (prosesi) adalah satu elemen yang ada dalam seluruh perayaan, yang kita temukan hampir dalam setiap bentuk ibadah keagamaan. Menurut para ahli, prosesi adalah sebuah praktek liturgi kuno yang diadopsi dari perarakan kerajaan duniawi, namun ide berjalan dan berdoa mendahului Kekristenan dan mungkin juga pawai kerajaan Eropa, juga ada di Amerika. Dalam tradisi kuno Babilonia, Hindu, Yunani dan Romawi melakukan prosesi yang penuh doa, dan tradisi Amerika asli juga berjalan ke tempat yang suci dengan ritual khusus. Akan tetapi, prosesi lebih erat dihubungkan dengan kekristenan, satu agama yang mengadaptasi praktek tersebut dari tradisi Romawi.

Gambaran biblis yang utama diambil dari Kitab Keluaran, yaitu perarakan bangsa Israel yang keluar dari Mesir melewati Laut Merah menuju ke tanah terjanji. Dari tempat perhambaan ke tempat kebebasan, terlepas dari penindasan dan penderitaan dan masuk ke “tanah yang penuh dengan susu dan madu”. Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel menjadi umat Allah, dan status itu sungguh-sungguh suatu rahmat Allah. Bangsa Israel yang dipilih Allah menjadi umat-Nya mengungkapkan kontinuitasnya dengan Kekristenan.

Hubungan antara Misteri Israel dengan Misteri Gereja hanya dapat digambarkan dalam perspektif sejarah keselamatan. Peristiwa keluaran menjelaskan kepada kita pemahaman atas pembaptisan sebagai sebuah pencucian dengan air yang membersihkan kita dari dosa dan maut (tempat perhambaan) dan membawa kita masuk pada hidup kebangkitan (tanah terjanji). Perarakan liturgis Katolik melambangkan perjalanan kehidupan kita kepada mati dan kemudian menuju hidup yang kekal, dari dosa kepada pengampunan dan hidup baru. Ekaristi digambarkan sebagai “manna dari surga” sebagai makanan selama perjalanan bangsa Israel di padang gurun ke tanah terjanji. Sakramen-sakramen Gereja merayakan rahmat Allah atas perjalanan peziarahan iman kita menuju rumah Bapa.
Dalam Perjanjian Lama, prosesi biasanya diiringi dengan nyanyian, seperti tampak dalam Mazmur mengenai Keluaran, dan juga dalam perarakan peziarahan tahunan masuk Bait Allah di Yerusalem. Yerusalem surgawi ialah gambaran hari terakhir dari tujuan iman kita. Kemudian prosesi mengingatkan kita bahwa hidup kita adalah sebuah peziarahan menuju tujuan terakhir kita. Kita sekarang berada dalam perjalanan rohani dari hidup kita di dunia ini menuju rumah Bapa dalam kerajaan Surga.

Perarakan dalam Liturgi
Dalam liturgi ada banyak perarakan yang dilaksanakan. Dalam Perayaan Ekaristi dikenal empat prosesi utama: perarakan masuk, perarakan Injil, perarakan persembahan, dan perarakan Komuni Suci. Dan dalam liturgi khusus sering ada perarakan yang dilakukan secara meriah, seperti perarakan pada waktu pekan suci yaitu perarakan palma pada Minggu Palma, perarakan Sakramen Mahakudus sesudah Ekaristi pada Kamis Putih, perarakan Lilin Paskah pada malam Paskah.

1. Perarakan Masuk
Perarakan Masuk adalah perarakan memasuki ruang ibadat yang melibatkan rombongan pemimpin ibadat dan para pembantunya. Perarakan ini dilaksanakan dari sakristi atau tempat lain ke ruang ibadat. Sedangkan perarakan masuk meriah sering diselenggarakan pada hari raya. Dalam perarakan ini para putra altar membawa pendupaan, salib dan lilin. Pada perarakan ini biasanya diiringi dengan nyanyian pembuka. Pada Minggu Palma yang dimaksud dengan perarakan meriah adalah perarakan panjang dari tempat pemberkatan daun palma ke gereja. Perarakan ini diikuti seluruh umat yang membawa daun palma. Sepanjang perarakan ini umat melambungkan nyanyian-nyanyian pujian bagi Kristus yang datang dalam nama Tuhan.

2. Perarakan Injil
Dalam perayaan Ekaristi sering juga dilaksanakan perarakan Injil. Sebelum Injil dibacakan, Injil diarak ke tempat pewartaan. Umat menyanyikan Alleluia atau Bait Pengantar Injil. Perarakan ini melibatkan diakon atau imam dan sejumlah putra altar.

3. Perarakan Persembahan
Perarakan persembahan dilakukan oleh sejumlah wakil umat yang berarak dengan membawa bahan persembahan seperti roti, anggur dan lain-lain kepada imam. Wakil-wakil umat maju sampai ke kaki ruang pemimpin dan di sana imam menyambut mereka serta menerima persembahan itu. Perarakan persembahan merupakan ungkapan partisipasi personal dalam kurban Yesus Kristus. Perarakan persembahan juga mengingatkan bahwa Ekaristi adalah kurban dari semua umat yang hadir.

4. Perarakan Komuni
Dalam perarakan komuni, umat yang hendak menyambut komuni suci berbaris dengan teratur. Umat yang menerima komuni adalah mereka yang telah menyambut komuni pertama dan biasa juga anak-anak yang ikut berbaris menerima berkat dari pelayan yang membagikan komuni suci.

5. Perarakan Sakramen Mahakudus
Perarakan ini dilaksanakan setelah Perayaan Ekaristi pada Kamis Putih. Imam Selebran membawa Komuni Suci dari altar dan putra altar mendupai sakramen sepanjang perarakan itu. Kemudian imam mentahtakannya di tempat yang telah disediakan, dan umat datang untuk berdoa di hadapan sakramen Mahakudus.

6. Perarakan Lilin Paskah
Perarakan ini dimulai dengan liturgi cahaya di luar gereja. Kemudian lilin dinyalakan dari api unggun, dan dari lilin itu lilin-lilin yang lain juga dinyalakan. Perarakan dilakukan dengan lilin di depan dan diikuti oleh umat, memasuki gereja. Ini melambangkan umat Israel baru yang berjalan dan diterangi oleh cahaya Kristus yang telah bangkit.

Penutup
Berjalan merupakan gerakan manusia yang amat elementer. Prosesi ini bukanlah suatu pertunjukan atau parade. Secara liturgis berjalan menjadi ungkapan hakikat umat Allah yang sedang berziarah dan berjalan menuju tanah Yerusalem surgawi, tanah terjanji, tanah air sejati. Prosesi dilaksanakan secara bersama oleh seluruh atau sekelompok umat. Dalam bingkai kebersamaan ini tampaklah dimensi kebersamaan umat Allah yang sedang berziarah.

Daftar Pustaka
Codd, Kevin A. I am a Pilgrim on the Earth: The Pilgrim Way dalam Worship, Vol. 84, No. 2. March 2010, Collegeville: Order Saint of Benedict, 2010, hlm. 154-170.
Martasudjita, M. Pengantar Liturgi, Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Maryanto, Ernest. Kamus Liturgi Sederhana, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hlm. 171-172.
Sipayung, Kornelus. The Idea of Pilgrim Church in the Works of George Henry Tavard (Tesis), Roma: Pontifical Gregoriana University Faculty of Theology, 2004.

Dikutip dari : http://andosipayung.wordpress.com/2010/07/09/perarakan-dalam-liturgi/

baca selanjutnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP