Sabtu, 10 Maret 2012

Spiritualitas dan Liturgi Tri Hari Suci

Print Friendly and PDF

Gereja merayakan misteri terbesar penebusan manusia setiap tahun pada trihari yang berlangsung dari : Misa Perjamuan Malam Terakhir pada Kamis Putih sampai dengan ibadat sore Minggu Paskah. Disebut “Trihari Paskah”, karena di dalamnya dipentaskan dan diwujudkan misteri Paskah, artinya, peralihan Tuhan dari dunia ini kepada Bapa (bdk FPPC. 37).

Pada kedua pertama hari-hari ini (Jumat Agung dan Sabtu Paskah) adalah puasa suci; Gereja berpuasa, menurut tradisi kuno, “karena mempelainya diambil daripadanya". Sehingga Gereja dengan hati gembira dan terbuka mencapai sukacita Kebangkitan Tuhan (bdk FPPC. 39).

(bdk FPPC. Art 42) Nyanyian-nyanyian (Umat, imam dan petugas lainnya) dalam perayaan Pekan Suci, khususnya Trihari Suci, amat bermakna antara lain :
– Doa permohonan pada Jumat Agung; eventual juga seruan diakon dan jawaban umat;
– Nyanyian pengangkatan dan penghormatan salib;
– Aklamasi prosesi Lilin Paskah dan Madah Paskah, aleluya sesudah bacaan, litani dan aklamasi pemberkatan air baptis.
– Nyanyian pada pemberkatan dan prosesi Palma dan masuk ke gereja;
– Nyanyian prosesi dengan minyak-minyak suci;
– Nyanyian prosesi persembahan dalam Misa Perjamuan Malam Terakhir Kamis Putih dan Madah untuk pemindahan Sakramen Mahakudus;
– Tanggapan atas mazmur tanggapan dalam perayaan Malam Paskah dan nyanyian untuk pemercikan air suci.
– Pantaslah juga Kisah Sengsara,
– Madah Paskah
– pemberkatan air baptis disertai lagu yang mempermudah menyanyikan teks-teks itu.

Teks liturgi nyanyian umat janganlah mudah diabaikan. Dalam pada itu hendaknya selalu ada kesempatan partisipasi umat.
Demikian pula di mana kurang peserta, putra altar atau penyanyi, perayaan Trihari Suci jangan diadakan, dan kaum beriman hendaknya bergabung pada jemaat lebih besar.

A. KAMIS PUTIH

Liturgi pada Kamis Putih terbagi dua :
– Liturgi Pagi Hari : Misa Krisma
– Liturgi Malam Hari : Perjamuan Malam terakhir Yesus (Penetapan Ekaristi, Imamat Perjanjian Baru dan Pembasuhan kaki)

1. LITURGI PAGI HARI : MISA KRISMA

* Pada Kamis Putih pagi tidak ada misa pagi di gereja-gereja Paroki. Satu-satunya misa diadakan di Katedral keuskupan oleh uskup bersama para imam sekeuskupannya.
* Dalam Misa Konselebrasi ini uskup memberkati minyak suci, oleh karena itu disebut Misa Krisma
* Dalam misa ini ditampakkan dengan jelas kesatuan imam dan uskup dalam satu imamat Kristus – karenanya sedapat mungkin semua imam mengambil bagian dalam misa ini dan menerima komuni dalam dua rupa.
* Dalam misa ini para imam membaharui janji imamat mereka.
* Kaum beriman juga diundang untuk hadir dalam Misa ini dan menyambut Ekaristi.
* Karena alasan tertentu, Misa krisma bisa diajukan pada hari lain, yang harus dekat dengan Paskah. Namun minyak Krisma dan katekumen yang akan dipakai pada Malam Paskah haruslah dipakai dari Misa Krisma tersebut (bdk FPPC 35)
* Misa Krisma dirayakan hanya satu kali karena maknanya bagi kehidupan keuskupan; harus di katedral (atau karena alasan pastoral bisa di gereja lain yang penting) – bdk FPPC 36

Ada tiga macam minyak suci yang diberkati pada hari kamis Putih itu :

a. Minyak Krisma :
* secara liturgis mempunyai derajat paling tinggi sebab melambangkan pengurapan RK. Dahulu disimpan dengan lampu bernyala di depannya. Daya lambang krisma terletak pada baunya yang harum mewangi sebagai lambang RK yang memenuhi segala sesuatu
* Bahan baku : balsam halus dan mahal dicampur dengan zaitun. Dengan minyak ini, orang Kristen diurapi menjadi “imamat yang rajawi” (1Prt 2:9).
* Minyak Krisma dipakai : pengurapan setelah baptis, sakramen Krisma (penguatan), pengurapan pentahbisan Uskup, pemberkatan Gereja, Altar, Lonceng gereja dan Piala Misa.

b. Minyak Orang sakit :
Sebagai makna simbolik pengurapan sebagai pengobatan

c. Minyak Katekumen :
* Dipakai untuk pengurapan sebelum permandian, pengurapan tangan imam yang baru ditahbiskan dan utuk pemberkatan air baptis, gedung gereja dan altar.
* Makna simbolisnya berasal dari duania atletik dimana otot para atlet digosok dengan minyak agar lincah dan kuat

2. LITURGI MALAM HARI : Misa Perjamuan Malam Terakhir Kamis Putih

* Dengan Misa petang Kamis Putih “Gereja mengawali Trihari Suci Paskah dan memperingati Perjamuan Malam Terakhir; pada malam Kristus dikhianati, karena cinta akan orang-orangnya yang di dunia, la mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur kepada Bapa dan para Rasul sebagai makanan dan minuman dan menugaskan mereka serta para penggantinya dalam imamat, juga mempersembahkannya sebagai kurban“ (bdk FPPC. 44)

* Perhatian sepenuhnya harus diberikan kepada misteri-misteri yang peringatannya dirayakan dalam Misa ini:
– Pengadaan Ekaristi dan Imamat
– Serta perintah kasih persaudaraan

* Itulah yang juga harus menjadi bahan homili hari ini.
* Misa Perjamuan Malam Terakhir dirayakan petang hari, pada waktu yang paling sesuai untuk partisipasi seluruh jemaat. Semua imam dapat berkonselebrasi dalam Misa petang. (bdk FPPC. 46)
* Bila dituntut keadaan pastoral, Ordinaris wilayah dapat memperkenankan Misa petang kedua di gereja-gereja dan kapel-kapel umum. Bagi kaum beriman yang tak dapat mengambil bagian dalam Misa petang, ia dapat, bila perlu, memperkenankan Misa juga pagi hari.
* Misa demikian itu tak pernah boleh diperkenankan untuk orang perorangan atau kelompok-kelompok kecil atau mempengaruhi partisipasi Misa utama petang hari.
* Menurut tradisi kuno Gereja pada hari ini semua Misa tanpa jemaat dilarang. (bdk FPPC 47)
* Saat “Gloria” dinyanyikan, lonceng-lonceng dibunyikan, bila lazim, dan setelah itu hening sampai Gloria di malam Paskah. Selama waktu itu juga orgel dan alat musik lain hanya boleh dipakai untuk mendukung nyanyian. (bdk FPPC 50)
* Bacaan pertama diambil dari salah satu teks tertua mengenai Ekaristi, yaitu 1 Kor 11:20-32; sedangkan bacaan Injil dari Injil Yohanes tentang Yesus membasuh kaki para muridNya
* Setelah Injil dibacakan, perintah Yesus “maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu” langsung diperagakan dalam liturgi: imam membasuh kaki 12 pria-pria yang terpilih; maksudnya ialah untuk menunjukkan semangat pelayanan dan kasih Kristus yang datang, “tidak untuk dilayani, melainkan untuk melayani”. Kebiasan ini hendaknya dipertahankan dan maksudnya diterangkan kepada kaum beriman. (bdk FPPC 51)
* Jika Doa Syukur Agung I yang dipakai (kanon Romawi) maka setelah kata-kata “pada hari sebelum Ia menderita ….” disisipkan kata-kata berikut : “yaitu pada hari ini”. Ungkapan ini dimaksudkan untuk mencegah pikiran melayang ke masa lampau (peristiwa yang telah lalu) sebab perbuatan penyelamatan yang kita rayakan dalam liturgi itu hadir sekarang ini !
* Sebelum perayaan tabernakel harus kosong sama sekali. Hosti untuk komuni kaum beriman harus dikonsekrir dalam perayaan kurban ini. Jumlah hosti yang harus dikonsekrir harus cukup juga untuk komuni pada Jumat Agung (bdk FPPC 48)
* Untuk menyimpan Sakramen Mahakudus harus dipersiapkan kapel dan dihias dengan pantas yang mengundang untuk doa dan meditasi; dianjurkan suatu kesederhanaan yang sesuai dengan hari-hari ini, sedangkan semua penyelewengan harus dihindari. Bila tabernakel berada dalam kapel tersendiri yang terpisah dari ruang utama gereja, dianjurkan menyediakan tempat penyimpanan dan penyembahan di situ. (bdk FPPC 49)
* Amat layaklah pada hari ini para diakon, akolit atau pembantu komuni menyambut komuni langsung dari altar, pada saat komuni, untuk kemudian membawanya kepada orang sakit, agar mereka ini lebih erat dihubungkan dengan Gereja yang merayakan (bdk FPPC 53).
* Setelah doa penutup diadakan prosesi. Sakramen Mahakudus dibawa ke tempat penyimpanan; pembawa salib terdepan, diikuti pembawa Jilin dan dupa; Madah “Pange lingua” atau nyanyian ekaristis lain dinyanyikan. Pemindahan Sakramen Mahakudus tidak dilaksanakan, bila keesokan harinya pada Jumat Agung tidak diadakan perayaan Sengsara dan Wafat Kristus (bdk FPPC 54).
* Imam membawa hosti dalam sibori dengan memakai kain bernama VELUM (har = layar, kk = menutupi/menudungi). VELUM adalah simbol penghormatan dan rasa respek yg besar… yg dalam hal ini ditujukkan kepada Sakramen Mahakudus.
* Karena rasa hormat maka Sakramen Mahakudus tidak dipegang langsung dengan tangan melainkan dengan cara mengalas tangan dengan VELUM.
* Sikap pada saat ada Sakramen Maha Kudus ditahtakan (Eksposition), biasanya berlutut dengan kedua kaki sebagai ungkapan sikap menyembah. Tradisi ini berdasar tradisi sejak Perjanjian Lama, di mana setiap kali Allah menampakkan DiriNya, entah dalam rupa tiang awan, Api yang bernyala, gulungan awan di gunung Sinai, dsb, bangsa Israel terbiasa untuk berlutut dengan mukanya sampai ke tanah (bdk …). Bahkan dulu ada pandangan di kalangan orang Israel bahwa memandang ‘wajah Allah’ adalah hal yang terlarang dan tidak pantas, bahkan bisa menyebabkan kematian (bdk ….)
* Kita melakukannya dengan kedua kaki berlutut/bertelut di hadapan Sakramen Mahakudus yang menjadi tanda kehadiran Allah secara nyata dan berhadapan langsung dengan kita(secara kasat mata). Itulah kiranya sikap badan kita yang sepantasnya; karena berlutut itu juga berarti tanda menyerah, mengakui kekerdilan kita dan kelemahan kita di hadapan Allah, juga sekaligus ungkapan kita yang mengharapkan kemurahan belaskasih Allah yang hadir secara kelihatan bagi umatNya.
* Sikap ini bisa kita bandingkan secara sederhana dengan sikap kita sendiri terhadap atasan atau pimpinan atau orang yang lebih tinggi dari kita. Kadang tanpa sadar, dalam pembicaraan lewat telpon pun kita membungkuk-bungkukkan diri sebagai sikap hormat.
* Bukankah terhadap Tuhan junjungan kita kita lebih sepatutnya lagi merendahkan diri lewat sikap dan bahasa tubuh yang sepantasnya??
* Setelah Misa altar ditutupi. Salib-salib bila mungkin diselubungi dengan kain merah atau ungu, bila tidak sudah terjadi Sabtu sebelum Minggu Prapaskah ke 5. Di depan gambar para Kudus tak boleh dinyalakan Jilin. (bdk FPPC. 57)
* Sakramen Mahakudus ditempatkan dalam tabernakel yang kemudian ditutup. Pentakhtaan dengan monstrans tak diperkenankan. (bdk FPPC 55).
* Tempat penyimpanan tak boleh berbentuk “makam suci”; hendaknya juga dihindari ungkapan “makam suci”; tempat penyimpanan tidak dimaksudkan untuk menunjukkan pemakaman Tuhan, melainkan untuk menyimpan hosti suci untuk komuni pada Jumat Agung.
* Kaum beriman hendaknya diajak untuk setelah Misa Kamis Putih mengadakan adorasi malam di hadapan Sakramen Mahakudus dalam gereja. Dalam pada itu dapat dibacakan sebagian dari Injil Yohanes (bab 13-17). Adorasi ini setelah tengah malam tanpa upacara, karena hari Sengsara Tuhan sudah mulai (bdk FPPC. 56).
* Saat ini adalah saat pergumulan Yesus di taman zaitun. “tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan aku?” (Mat 26:40). Jadi inti tuguran adalah berjaga-jaga denganNya.

B. JUMAT AGUNG

* Pada hari ini, waktu Kristus, domba kurban kita dikurbankan. Saat ini, Gereja merenungkan sengsara Tuhan dan Mempelainya dan menyembah Salib-Nya; dalam pada itu ia merenungkan asal-usulnya dari luka sisi Kristus yang wafat pada salib dan berdoa bagi keselamatan seluruh dunia. (bdk FPPC 58)
* Menurut tradisi kuno pada hari ini Gereja tidak merayakan Ekaristi; komuni suci dibagikan kepada kaum beriman hanya selama perayaan Sengsara dan Wafat Kristus, tetapi mereka yang sakit yang tak dapat mengikuti perayaan ini, dapat menerimanya pada setiap saat. (bdk FPPC 59)
* Jumat Agung ini seluruh Gereja harus dijalani sebagai hari tobat, dan puasa serta pantang wajib (bdk FPPC. 60). Perayaan sakramen-sakramen pada hari ini juga dilarang keras, kecuali sakramen tobat dan orang sakit. Pemakaman diadakan tanpa nyanyian, orgel dan lonceng. (bdk FPPC. 61).
* Perayaan Sengsara dan Wafat Kristus diadakan siang menjelang jam 15.00. Karena alasan pastoral dapat ditentukan waktu lain, yang memudahkan umat berkumpul, misalnya langsung setelah siang atau petang, tetapi tidak sesudah jam 21 .00. (bdk FPPC 63).
* Tata perayaan Sengsara dan Wafat Kristus yang berasal dari tradisi kuno Gereja, (yakni: ibadat Sabda, penghormatan salib, perayaan komuni) harus diadakan dengan tepat dan setia, dan tak boleh diubah sesukanya (bdk FPPC 64)

Liturgi Jumat Agung :
1. Perarakan masuk – hening – di depan altar imam tiarap – umat berlutut : doa dalam keheningan
2. Doa kolekta (pembuka)
3. Liturgi Sabda – Kisah Sengsara Tuhan Yesus
4. Doa umat meriah
5. Perarakan Salib sambil membuka selubung salib – Penyembahan Salib
6. Bapa kami – komuni
7. Doa post-komuni
8. Berkat meriah

1. Perarakan Masuk hingga Oratio Collecta
* Imam dan asistennya pergi dengan diam ke altar, tanpa nyanyian. Bila perlu diadakan pengantar, yang diadakan sebelum imam masuk.
* Imam dan asistennya tunduk di depan altar dan menelungkupkan diri. Ritus ini khas bagi Jumat Agung dan hendaknya dipertahankan, baik karena sikap rendah hati pantas bagi manusia”, maupun mengungkapkan kedukaan Gereja.
* Kaum beriman berdiri selama masuknya imam dan setelahnya berlutut dan hening sejenak dalam doa. (bdk FPPC 65)
* Hari Jumat Agung bukan hari biasa melainkan hari dimana kita mengenangkan : Kemanusiaan Yesus yang dihancurkan total nya oleh dosa dan kelemahan kita.
* Dengan berdoa hening sambil bertiarap, Imam mengungkapkan kehadiran Kristus yang “nothing”, bahkan ‘tak ada rupa padaNya’. Dan dalam doa itu sikap Imam yang biasanya sebagai pemimpin agung dalam Ekaristi juga perlu menghadirkan dirinya sebagai ‘nothing’, supaya lebih membantu menghadirkan gambar wajah Allah yang tersalib dan wafat dalam kesengsaraan Yesus di salib.

2. Liturgi Sabda
* (bdk FPPC 66) Bacaan yang tersedia harus dibacakan lengkap:
– Bacaan I : Yesaya Madah tentang Hamba Allah yang menderita “Ia ditikam karena kedurhakaan kita” (Yes 53:5)
– Bacaan II : Surat Ibrani 4:14-16; 5:7-9 “Yesus yang tetap taat dan menjadi sumber keselamatan abadi bagi semua orang yang patuh kepada-Nya”
– Kisah Sengsara menurut Yohanes dinyanyikan atau dibacakan seperti pada Minggu Palma (bdk FPPC.no.33).

* Setelah Kisah Sengsara ada homili yang diakhiri dengan keheningan doa sejenak.
Catatan : Passio pada Hari Jumat Agung (juga Minggu Palma), tidak boleh diganti dengan peragaan, dramatisasi, dll. Passio adalah Sabda Tuhan, dan untuk Hari Jumat diambil dari Injil Yohanes, maka kalau didramakan, tidak ada bedanya itu drama Injil Yohanes atau Injil Sinoptik lain.

3. Doa Umat Meriah
* (bdk FPPC 67) Doa permohonan hendaknya dilaksanakan menurut teks dan bentuk yang berasal dari tradisi kuno dengan segala intensi, karena mengacu kepada daya universal sengsara Kristus, yang tergantung pada kayu salib untuk keselamatan seluruh dunia.
* Doa Umat Meriah ini telah dikenal sejak jaman Yustinus Martir (tahun 165).

4. Perarakan dan Penyembahan Salib
* Untuk pengangkatan salib hendaknya cukup besar dan indah. Ritus ini hendaknya dibawakan dengan meriah, sesuai dengan misteri penebusan kita: baik seruan pada pengangkatan salib maupun jawaban umat harus dinyanyikan, dan keheningan penuh hormat setelah ketiga kali berlutut jangan diabaikan, sementara imam sambil berdiri menjunjung salib. (bdk FPPC 68).
* Salib harus disajikan kepada setiap orang beriman untuk dihormati, karena penghormatan pribadi adalah unsur hakiki perayaan ini; hanya bila hadir jemaat yang amat besar, ritus penghormatan bersama dapat dilaksanakan (bdk FPPC 69)
* Hanya SATU salib disediakan untuk dihormati, karena dituntut kesejatian tanda. Pada penghormatan salib dinyanyikan antifon, improperia dan madah, yang mengingatkan sejarah keselamatan dalam bentuk lirik; tetapi dapat juga diambil nyanyian lain yang sesuai (bdk FPPC 69)
* (bdk FPPC. FB. SEPUTAR LITURGI DAN PERAYAAN EKARISTI GEREJA KATOLIK INDONESIA)
* Perarakan Salib yang diselubungi kain menuju panti imam, dan selama perarakan itu imam / pemimpin upacara menyerukan aklamasi tiga kali : “Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia”. Umat menjawab dengan aklamasi : “Mari kita bersembah sujud kepadaNya”, kain selubung salib dibuka sedikit demi sedikit.
* Dalam Ekaristi bahan persembahan roti dan anggur dibawa ke meja Altar dan disiapkan. Pembukaan kain selubung salib memberi makna perubahan sebagaimana konsenkrasi roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang hadir secara substansial.
* Salib yang dalam perarakan memang bukan substasi Kristus, namun memberi simbolisasi nyata dan sempurna dari apa yang ditandakan : Salib menandakan sengsara Kristus, sebagaimana pengorbanan dan sengsara Kristus dihadirkan dalam tanda roti dan anggur menjadi Tubuh Dan Darah Kristus, tetapi dalam Ekaristi lebih menunjukkan substasi sengsara dan kebangkitan.
* Dan akhirnya ketika kain selubung selesai dibuka, salib diangkat dan ditunjukkan, kita memandang salib tempat bergantung Yesus penyelamat dunia, tubuhNya berlumuran darah, “Inilah TubuhKu …. inilah darahKu” (seraya kita memeditasikan kembali kisah sengsara Kristus).
* Inilah makna salib dalam upacara Jumat Agung, dan analogi sederhana dengan Ekaristi.
* Lalu bagaimana cara dan sikap kita untuk memberi penghormatan (menyembah) salib ini? Analoginya dalam Ekaristi adalah saat anamnese. Imam menyerukan Mysterium fidei : “Marilah menyatakan misteri iman kita”. Umat menjawab dengan seruan “wafat Kristus kita maklumkan… (mortem tuam)”
* Dalam penghormatan salib, lagu yang dinyanyikan dalam tradisi Gereja adalah Crucem tuam… yang mengingatkan kita saat kita memberi penghormatan di setiap perhentian Jalan Salib : “Kami menyembah Dikau, ya Tuhan dan bersyukur kepadaMu! Sebab dengan salibMu yang suci Engkau telah menebus dunia”.
* Dengan menghormati dan menyembah salib Kristus, kita mengungkapkan iman kita dalam tanda penebusan dan penyelamatan; sebagaimana Gereja berdoa dan mempersembahkan kepada Bapa surgawi Tubuh dan Darah PuteraNya seraya memohon anugerah Roh Kudus dalam iman dan pengharapan (doa epiklesis).
* Lagu “Improperia” dinyanyikan (har: celaan – karena dalam lagu itu Tuhan mencela umatNya yang tak tahu terima kasih): hai umatKu apa salah-Ku padamu? Jawablah Aku : kapan kau kusakiti? …………….
* Nada teks itu begitu pribadi sehingga tiada taranya di seluruh liturgi Romawi.
* Jadi penghormatan Salib mengungkapan iman, cinta dan pengharapan kita kepada Yesus Kristus; bukan sekedar kenangan bahwa Yesus sudah wafat di salib. Tindakan cinta dengan penuh iman dan pengharapan ini diungkapkan dengan cara mencium atau memberi kecupan pada salib Kristus, sebagaimana kecupan kasih sayang orang tua kepada anaknya atau kecupan cinta suami-istri.
* Dengan analogi ini (penghormatan salib dan Ekaristi), bagaimana sikap dan cara kita menghormati salib, sama dengan sikap hormat kita saat Doa syukur Agung dalam Ekaristi.

5. Bapa Kami – Komuni
* Selanjutnya, Imam menyanyikan pengantar doa Bapa Kami, yang kemudian dinyanyikan oleh semua. Salam damai tak dipakai. Komuni dilaksanakan seperti diatur dalam Buku Misa. Sementara komuni dibagikan, dapat dinyanyikan mazmur 22 (21) atau nyanyian lain yang sesuai. Setelah pembagian komuni, bejana dengan hosti yang lebih dibawa ke tempat yang disediakan di luar gereja (bdk FPPC 70)
* Setelah perayaan altar dilucuti, tetapi salib dan keempat kandelar dibiarkan. Dalam gereja dapat disediakan tempat bagi salib (misalnya di kapel, di mana pada hari Kamis Putih Sakramen Mahakudus disimpan), di mana kaum beriman menghormatinya dan mengucupnya dan meluangkan waktu untuk merenung. (bdk FPPC. 71).
* Kegiatan devosi, misalnya Jalan Salib, prosesi sengsara atau kebaktian terhadap Santa Perawan Maria yang berduka, janganlah diabaikan karena alasan pastoral, tetapi teks dan nyanyiannya hendaknya sesuai dengan liturgi. Waktu untuk kebaktian itu hendaknya ditetapkan sedemikian rupa, sehingga tak mengganggu ibadat utama, sehingga menjadi jelas bahwa perayaan liturgi jauh lebih penting daripada kebaktian itu (bdk FPPC 72)
* PERAYAAN Jumat Agung merupakan perayaan KESEDIHAN dan KEHILANGAN yg mendalam. Gereja BERDUKA (bdk FPPC. FPPC 65) dan diajak merenungkan SENGSARA Tuhan (Lih. Missale Romanum). Namun perlu ditegaskan juga bahwa hari Jumat Agung bagi kita merupakan hari kontemplasi penuh cinta akan Kristus yang mengurbankan diri untuk menyelamatkan manusia.
* Itu diwujudkan dgn: masuk/keluar imam TIDAK diiringi dgn nyanyian (Lih. FPPC 65); altar dibersihkan/dilucuti (lih. FPPC 71); patung dan salib [masih] diselubungi kain (Lih. FPPC 26) berwarna ungu atau merah (FPPC 57). Kecuali itu, pantang dan puasa diwajibkan pada hari ini (FPPC 60). Banyak bagian dalam upacara ini wajib diselingi/diakhiri dgn keheningan penuh hormat (FPPC 65, 66, 68). JIWA dari PERAYAAN Jumat Agung adalah KONTEMPLASI bukan KEMERIAHAN.

C. SABTU PASKAH

* Pada hari Sabtu Paskah Gereja tinggal di makam Tuhan, merenungkan Penderitaan, Wafat dan turun-Nya ke alam maut dan menantikan Kebangkitan-Nya dengan puasa dan doa. Amat dianjurkan, untuk merayakan ibadat bacaan dan ibadat pagi bersama jemaat (bdk FPPC.no.40). Di mana hal ini tak mungkin, hendaknya diadakan ibadat Sabda atau kebaktian yang sesuai dengan misteri hari ini. (bdk FPPC. 73).
* Sejak abad II, hari Sabtu Paskah merupakan hari pantang dan puasa yang keras, tanpa Ekaristi. Namun lama kelamaan mengalami kekaburan.
* Tahun 1955 Paus Pius XII menyatakan hari sabtu suci merupakan hari “sepi / nyepi” merenungkan misteri Yesus yang kini berada di dalam makam; umat sekalian diajak berkumpul untuk merayakan ibadat harian.
* Pada hari ini Gereja tak merayakan Kurban Misa . Komuni suci hanya dapat diberikan sebagai bekal suci. Perayaan sakramen perkawinan dan sakramen-sakramen lain, kecuali sakramen tobat dan orang sakit, tak boleh diberikan. (bdk FPPC. 75)
* Gambar Kristus – pada salib, beristirahat di makam atau turun ke alam maut – yang menjelaskan misteri Sabtu Paskah, atau juga gambar Bunda berduka, dapat dipasang dalam Gereja untuk dihormati kaum beriman (bdk FPPC. 74)
* Kaum beriman harus diajar tentang ciri Sabtu Paskah. Kebiasaan yang terkait dengan hari ini, karena dahulu waktu perayaan Paskah dimajukan, harus dikhususkan bagi malam Paskah dan Minggu Paskah. (bdk FPPC. 76)

D. Hari Raya Kebangkitan Tuhan

1. Perayaan Malam Paskah
* Malam Paskah menurut tradisi kuno adalah “malam tirakatan(vigili) bagi Tuhan” ; tirakatan yang diadakan mengenang malam kudus Tuhan bangkit dan karena itu dipandang sebagai “induk semua tirakatan”. Di malam ini Gereja menantikan, dalam doa, Kebangkitan Tuhan dan merayakannya dengan sakramen baptis, krisma dan ekaristi. (bdk FPPC 77)
* Malam Paskah adalah malam paling suci, sepanjang tahun liturgi tidak ada malam lebih suci dibandingkan malam Paskah
* Malam Paskah berarti malam menjelang Hari Raya Paskah, tepatnya malam Minggu.
* Malam Paskah disebut juga “Vigili Paskah”. Istilah “vigili” berasal dari bahasa Latin “Vigilis”, yang berarti “Berjaga-jaga, siap siaga”. Oleh karena itu, Vigili Paskah berarti berjaga bersama Yesus Kristus yang yang beralih dari kematian menuju kebangkitan.
* Sesuai dengan penghayatan iman kristiani, maka peringatan akan kemenangan Kristus atas dosa dan maut, telah dimulai pada upacara liturgi Malam Paskah. Pada Malam Paskah, Yesus melewati pintu gerbang kematian menuju kehidupan.

i. Malam Paskah sebagai Perayaan Malam
* Seluruh perayaan Malam Paskah dilaksanakan waktu malam: tak boleh diadakan sebelum gelap atau berakhir setelah fajar Minggu‘. Peraturan ini harus ditepati secara ketat. Penyelewengan dan kebiasaan yang terjadi di sana-sini, yakni merayakan Malam Paskah pada waktu biasanya diadakan Misa Sabtu sore, tak dibenarkan. (bdk FPPC. 78)
* Malam Pesta Paskah yang dijalani orang-orang Ibrani dalam menantikan peralihan Tuhan yang membebaskan mereka dari perbudakan firaun, dijadikan kenangan tahunan akan peristiwa ini adalah gambar yang mewartakan Paskah sejati Kristus, sekaligus gambar pemerdekaan sejati: “Kristus mematahkan rantai kematian dan naik dari alam maul sebagai pemenang‘(bdk FPPC. 79)
* Sejak semula Gereja menjalani Paskah tahunan, hari raya tertinggi, dalam perayaan malam. Karena Kebangkitan Kristus adalah dasar iman kita dan harapan kita; oleh baptis dan krisma kita dimasukkan ke dalam misteri Paskah: mati bersama Dia, dimakamkan bersama Dia, dibangkitkan bersama Dia dan akan berkuasa bersama Dia juga. Tirakatan ini juga ditujukan kepada penantian kedatangan Tuhan kembali (bdk FPPC 80).

ii. Struktur Perayaan Malam Paskah dan Maknanya
* (bdk FPPC 81) Malam Paskah mempunyai struktur sebagai berikut:
– Bagian 1 : Perayaan cahaya pendek dan madah Paskah
– Bagian 2 : Liturgi Sabda : Gereja Kudus merenungkan karya agung yang dilaksanakan Allah Tuhan pada umat­Nya sejak semula,
– Bagian 3 : Liturgi Babtis : sampai ia bersama anggota-anggota baru yang dilahirkan kembali dalam baptis
– Bagian 4 : Liturgi Ekaristi : dan diundang Tuhan ke meja yang disediakan-Nya bagi umat-Nya, sebagai kenangan akan wafat dan Kebangkitan-Nya, sampai ia datang kembali

* Urutan tata perayaan ini tak boleh diubah atas kuasa sendiri.

a. Bagian I : Upacara Cahaya dan Madah Paskah
* Perayaan di mulai ketika Gereja telah menjadi Gelap, tanpa cahaya lampu / lilin. Suasana gelap ini mensimbolkan keadaan manusia, sebelum kebangkitan Kristus, yang ada dalam kegelapan dosa
* Dalam upacara cahaya, imam memberkati Api Baru di luar Gereja di depan pintu gerbang utama, menandai Lilin Paskah dengan tanda salib angka tahun yang bersangkutan, menancapkan 5 biji dupa simbol luka-luka Kristus, melingkari dua abjad Yunani yakni Alpha dan Omega (Awal dan Akhir).
* Lilin Paskah harus sungguh lilin (dari malam) dan setiap tahun lilin baru; hanya boleh dipakai satu Lilin Paskah, cukup besar tetapi tak pernah boleh buatan, agar dapat menjadi tanda bagi Kristus, yang adalah cahaya dunia. (bdk FPPC 82)
* Dari lilin Paskah cahaya dibagikan kepada lilin-lilin yang dibawa semua, sementara cahaya listrik masih belum dinyalakan. (bdk FPPC 83) kita turut ambil bagian dalam Terang Kristus.
* Dengan prosesi umat memasuki gereja dan diterangi hanya oleh cahaya lilin Paskah. Seperti putra-putra Israel di malam dibimbing oleh tiang api, demikian pula orang-orang kristiani pada gilirannya mengikuti Kristus dalam kebangkitan-Nya.
* Diakon membawa Lilin Paskah tersebut (jika tidak ada diakon, berarti imam itu sendiri), tiga kali berhenti seraya menyanyikan “Lumen Christi” (Cahaya Kristus) di tengah kegelapan ruangan gereja, maka umat serentak menjawab “Deo Gratias” (Syukur kepada Allah), seraya menyalakan lilin-lilin yang dipegang dan berlutut tanda hormat ke arah lilin utama tersebut.
* Setelah tiba di panti imam, maka lampu-lampu dinyalakan, dilanjutkan dengan “Exultet” (Madah Pujian Paskah) oleh diakon atau oleh imam dalam kata-kata puitis, di dalamnya tertampung seluruh sejarah keselamatan. Bila tiada diakon, dan bukan imam sendiri yang dapat menyanyikan madah Paskah, dapat diserahkan kepada seorang penyanyi. (bdk FPPC 84)
* Exultet merupakan suatu pemakluman atau proklamasi yang meriah dan penuh hikmad tentang Paskah Kristus. Yesus Kristus telah bangkit, mengalakan dosa dan maut dan umat manusia memperoleh keselamatan.
* Berhadapan dengan peristiwa yang menyelamatkan ini kita patut bersuka cita dengan gembira. Refrein lagu exultet bisa memberi makna suka cita ini : “Bersoraklah, nyanyikan lagu gembira bagi Kristus Sang Penebus kita; bersyukurlah kepada Allah, kita bangkit bersama Kristus”.
* Semacam yel… kemenangan … berdiri dengan mengacungkan lilin bernyala di tangan sebagai tanda kemenangan…. simbol Terang Kristus.
* Maka supaya simbol Terang Kristus ini bisa bermakna, petugas yang membawakan exultet berada dekat Lilin Paskah, lampu gereja belum dihidupkan, penerangan hanya dari Terang Paskah Kristus dari nyala lilin Paskah dan nyala lilin-lilin yang ada di tangan umat…
* Nyala lilin umat harus dari lilin Paskah, bukan dinyalakan sendiri dari korek api… setelah umat berdiri dengan lilin yg bernyala di tangan baru lagu exultet.
* Sejak abad ke 4, upacara Jumat Agung telah dipisahkan dari liturgi Malam Paskah dan Hari Raya Paskah.
* Malam Paskah merupakan rangkuman dari Triduum hari ketiga, berakhirnya masa puasa, namun tercipta saat rekonsiliasi, yang memuncak pada Hari Raya Paskah. Pada waktu itu, telah ditata bentuk liturgi Malam Paskah yang dikenal dengan upacara “Lilin Paskah” sebagai simbol Cahaya Kristus yang mengalahkan dosa dan maut.
* Tradisi tersebut berlangsung sampai abad ke 14, namun upacara cahaya diadakan pada pagi hari, sehingga simboliknya menghilang dari penghayatan iman umat.
* Pada tahun 1951, abad ke 20, Paus Pius XII melalui dekritnya “Ad Vigiliam Paschalem” (tentang Vigili Paskah), tepatnya 9-Februari-1951, menetapkan bentuk upacara liturgi Malam Paskah yang dikenal hingga saat ini dalam liturgi Gereja.

b. Bagian II : Liturgi Sabda
* (bdk FPPC 85) Bacaan-bacaan dari Kitab Suci merupakan bagian kedua perayaan Malam Paskah. Di dalamnya dilukiskan karya-karya agung sejarah keselamatan yang harus direnungkan kaum beriman dengan tenang; mereka dibantu nyanyian mazmur tanggapan, keheningan meditatif dan doa-doa setelah bacaan.

* Bacaan Sabda Perayaan Malam Paskah terdiri :
– Tujuh bacaan dari Perjanjian Lama, yakni dari Taurat dan para Nabi, yang sebagian besar berasal dari tradisi kuno Timur dan Barat, tiga kutipan wajib yakni Kisah Penciptaan, Kisah Pengorbanan Ishak dan Penyeberangan Laut Merah. Sedangkan empat bacaan lainnya diambil dari kutipan Kitab Para Nabi, namun sifatnya fakultatif.
– Dua bacaan dari Perjanjian Baru, satu bacaan surat Rasul dan Injil. Untuk bacaan dari PL kisah tentang sejarah keselamatan Tuhan dgn strukturnya 4 + 3 :
– 4 teks pertama berkaitan dengan malam (kegelapan) dari kehidupan kita menuju ke terang, yakni malam kisah penciptaan, pengurbanan Abraham, malam pembebasan Israel menyeberangi Laut Merah (Paskah Israel) dan pembentukan umat pilihan Allah yg baru setelah pembuangan.
– 3 teks berikutnya berkaitan dengan pembabtisan : perjamuan (Yes 55), Kebebasan dalam Allah (Bar 3) dan menjadi anak angkat Allah (Yeh 36).
* Setiap bacaan ditanggapi umat beriman dengan bermazmur: kita menanggapi Sabda Allah dengan mazmur yg juga adalah Firman Allah sendiri; artinya kita berseru kepada Tuhan yang terlibat langsung dalam sejarah kemanusiaan, dgn bermazmur.
* Lalu setelah setiap mazmur ada doa dari pemimpin perayaan (imam) yang memaknai Sabda Allah itu dalam terang Yesus Kristus, Putera Allah.
* Jadi teks bacaan Kitab Suci PL ada 7, namun boleh dikuangai sampai 3. Tetapi syaratnya : urutan bacaan tidak boleh diubah dan kisah pembebasan bangsa Israel di Keluaran bab 14 harus tetap dibacakan.
* Demikianlah Gereja menjelaskan misteri Paskah Kristus “dengan berpangkal pada Musa clan semua Nabi”. Maka dari itu haruslah dibacakan semua bacaan, di mana mungkin, agar terpelihara ciri tirakatan yang memang memerlukan waktu yang lebih lama.
* Tetapi bila ada alasan pastoral untuk mengurangi jumlah bacaan itu, haruslah sekurang-kurangnya dipakai tiga bacaan dari Perjanjian Lama, yakni dari kitab Taurat dan Nabi-nabi; dalam pada itu harus ada bacaan dari bab ke 14 dari Kitab Keluaran dengan kantikumnya9
* (bdk FPPC 86) Arti tipologis teks-teks Perjanjian Lama berakar dalam Perjanjian Baru dan dijelaskan dalam doa yang dibawakan imam setelah setiap bacaan; kiranya dapat membantu, bila kaum beriman dengan pengantar pendek oleh imam atau diakon dihantar untuk mengerti arti tipologis itu.
* Setelah setiap bacaan dinyanyikan mazmur tanggapan, jemaat menjawab dengan refren. Pengulangan unsur-unsur itu dimaksudkan untuk mempertahankan irama yang membantu kaum beriman mengikutinya dengan batin penuh perhatian dan kesalehan. Hendaknya dengan seksama diusahakan agar mazmur jangan diganti dengan nyanyian yang kurang pantas bagi liturgi.
* (bdk FPPC 87) Setelah bacaan Perjanjian Lama lilin altar dinyalakan dan dinyanyikan gloria serta lonceng­lonceng dibunyikan; lalu diikuti doa pembukaan dan orang beralih kepada bacaan-bacaan dari Perjanjian Baru. Sebagai epistola dibacakan nasihat Rasul Paulus tentang baptis sebagai inisiasi ke dalam misteri Paskah Kristus.
* “Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab Anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus” (1 Kor 5, 7)
* Kemudian semua berdiri dan dengan meriah imam menyanyikan Aleluia, tiga kali dan setiap kali lebih tinggi, dan umat mengulanginya. Bila perlu, Alelluia dinyanyikan pemazmur atau penyanyi; umat mengulanginya sebagai sisipan antara ayat-ayat mazmur 118 (117), yang begitu sering dipakai para Rasul dalam kotbah Paskah.
* Alleluia yang semakin meninggi ini mengungkapkan rasa sukacita, damai dan pembebasan sehingga pernah diibaratkan dengasn “uluran sayap pertama kali dari burung merpati yang terbang keluar sarang”: tanda Roh Kudus yang mulai dicurahkan atas kita oleh Tuhan yang bangkit
* Pemakluman Kebangkitan Tuhan dalam Injil merupakan puncak seluruh Liturgi Sabda. Injil diikuti homili, meskipun pendek dan tak boleh diabaikan.

c. Bagian III : Liturgi Baptis
* Sesudah homili singkat, dilanjutkan dengan upacara pemberkatan air baptis dan air suci, yang diawali dengan “Litani Para Kudus”.
* Sejak dahulu orang dibaptis pada malam cahaya baru ini. Malam ini adalah malam paling cocok untuk menerima Sakramen Baptis.
* Pemberkatan air baptis dilakukan dengan mencelupkan lilin Paskah kedalam air, seraya berkata (imam) : “kami mohon ya Tuhan, semoga dengan perantaraan PuteraMu kekuatan Roh Kudus turun ke dalam bejana ini”
* Sambil memegang lilin Paskah dalam air ia berkata: “semoga semua orang yang dalam air dibaptis dikubur bersama Kristus yang wafat, diperkenankan pula hidup bersama Kristus yang bangkit”
* Jika ada katekumen yang akan dibaptis, maka diterimakan Sakramen Permandian (dan Krisma jika upacara dipimpin seorang Uskup).
* Setelah itu dilaksanakan pembaharuan janji baptis, Imam mengatakan beberapa kata pengantar. Kaum beriman sambil berdiri memegang lilin yang menyala dan menjawab atas pertanyaan yang diajukan. Lalu mereka diperciki dengan air suci.
* Demikianlah dengan tanda dan kata mereka diingatkan akan baptis yang telah mereka terima. Imam menelusuri gereja dan memerciki jemaat, sementara semua menyanyi­kan antifon; “Vidi aquam” – “Aku melihat air” atau nyanyian lain dengan ciri baptis (bdk FPPC 89).
* Pada abad ke 3 ibadat Malam Paskah berlangsung pada malam hari. Pada malam itu pula diadakan upacara pembaptisan bagi para katekumen. Teks Rom 6 tentang makna “mati dan bangkit bersama Kristus dan dua jenis perhambaan”, diwartakan dan direnungkan
* Menurut data buku “Traditio Apostolica” (Sejarah Tradisi Para Rasul), yang dikarang oleh Hippolitus, maka Malam Paskah dan upacara pembaptisan berlangsung sampai ayam berkokok, dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi pada pagi hari.

d. Bagian IV : Liturgi Ekaristi
* Perayaan ekaristi adalah bagian IV perayaan Malam Paskah dan juga puncaknya, karena ekaristi adalah sakramen Paskah, kenangan akan kurban salib Kristus, kehadiran Tuhan yang Bangkit, penyelesaian inisiasi ke dalam Gereja dan antisipasi pesta Paskah abadi (
* (bdk FPPC 91). Harus diusahakan agar perayaan ekaristi jangan cepat-cepat dan tergesa-gesa; sebaliknya, semua ritus dan perkataan harus diungkapkan dengan tegas :
– Doa permohonan yang dilaksanakan mereka yang baru dibaptis untuk pertama kalinya sebagai kaum beriman yang mewujudkan imamat rajawi
– Persiapan persembahan yang melibatkan peran mereka yang baru dibaptis,
– Doa Syukur Agung I, atau II, atau III dengan sisipan masing­masing, yang sebaiknya dinyanyikan.
– Akhirnya Komuni sebagai saat partisipasi paling mendalam pada misteri yang dirayakan. Pada komuni bila mungkin, hendaknya dinyanyikan Mazmur 118 (117) dengan antifon “Anak domba kita“

e. Beberapa Petunjuk-petunjuk Pastoral
* Perayaan Malam Paskah harus dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga memungkinkan jemaat memahami seluruh kekayaan teks clan ritus. Maka dari itu harus diperhatikan, agar semuanya penuh makna dan tepat, agar kaum beriman berperan aktif dan diusahakan agar ada cukup misdinar serta lektor dan paduan suara. (bdk FPPC 93).
* Bila jemaat-jemaat ini amat berdekatan atau terlalu kecil diharapkan berhimpun dalam satu Gereja, sehingga perayaan meriah dimungkinkan. Partisipasi kelompok­kelompok dalam perayaan bersama Malam Paskah hendaknya dikembangkan agar dengan demikian semua orang beriman mendapat pengalaman yang lebih mendalam persekutuan dalam Gereja. (bdk FPPC 94).
* (bdk FPPC 95). Bila perayaan Malam Paskah diumumkan, hendaknya dihindari memberi kesan seolah-olah itu petang Sabtu Paskah. Sebaliknya harus dikatakan bahwa perayaan Malam Paskah terjadi “pada malam Paskah” sebagai satu-satunya ibadat. Para gembala hendaknya mengajak kaum beriman untuk mengambil bagian dalam seluruh perayaan Malam Paskah
* Barang siapa tidak ikut dalam perayaan Malam Paskah namun merayakannya pada esok harinya (Minggu) tetap telah merayakan paskah. Namun inti pusat dan jantung perayaan Paskah terletak dalam malam Paskah.

2. Minggu HARI RAYA Paskah

* (bdk FPPC 97) Misa Minggu Paskah harus dirayakan dengan meriah. Sebagai tobat dianjurkan hari ini pemercikan dengan air, yang diberkati pada Malam Paskah; sementara itu dinyanyikan antifon “Vidi aquam” — “Aku melihat air” atau nyanyian lain dengan ciri baptis. Dengan air berkat ini juga tempat air pada pintu gereja diisi.
* Lilin Paskah ditempatkan di sisi mimbar atau di sisi altar; lilin itu sekurang-kurangnya pada semua perayaan liturgi agak besar dinyalakan, pada Misa, ibadat pagi atau ibadat sore, sampai dengan Minggu Pentakosta.
* Setelah itu lilin Paskah itu disimpan dengan hormat dalam kapel baptis, dan pada perayaan baptis lilin baptis dinyalakan padanya. Pada Misa Arwah pada hari pemakaman lilin Paskah hendaknya ditempatkan pada peti sebagai tanda bahwa kematian orang kristiani adalah paskah pribadinya.
* Di luar masa Paskah lilin Paskah tak boleh dinyalakan dan juga tidak tinggal yang di altar (bdk FPPC 99).
* Untuk kita renungkan :

Pada Malam Paskah,kita menantikan dan menyongsong Yesus Kristus Tuhan kita yang akan beralih dari kematian menuju kepada hidup. Kita memperoleh hidup baru lewat Air Sakramen Permandian atau Baptisan. Kita memperoleh pemahaman baru mengenai hidup lewat Terang Kristus melalui simbolik Lilin Paskah, dan dalam semangat hidup yang baru berkat cahaya Kristus yang kita terima, kita sambut Kristus yang akan bangkit pada Hari Minggu Paskah. Hari raya dari segala hari raya.

Minggu Hari Raya Paska tetap wajib bagi mereka yang telah mengikuti misa malam paskah.
* Kesimpulannya, Paskah adalah hari-raya-nya Natal (dan semua hari Minggu dan hari raya lainnya…). Mengapa bisa demikian? Karena perayaan Natal, perayaan hari Minggu, dan hari raya lainnya bersumber dari perayaan Paskah.
* Ekaristi yang merupakan SUMBER dan PUNCAK kehidupan Gereja, dirayakan sebagai pengenangan akan Kristus yang wafat, bangkit, dan kelak akan datang kembali. Misteri iman ini yang diungkapkan kembali pada setiap misa dalam anamnesis.
* Jadi sumber iman kita memang bukan pada perayaan kelahiran melainkan pada peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus.
* Kenapa Natal terkesan lebih populer dari Paskah? Jawabannya: INDUSTRI. Dan kebanyakan umat katolik sudah menjadi korban industri ini, sehingga kalau misa Natal biasanya pakai baju baru, sepatu baru, dll, sedangkan kalau misa Paskah pakai yang apa adanya.
* Saran saya untuk mengubah pandangan yang salah kaprah ini, mulailah dari yang paling sederhana, yakni menghadiri misa Paskah bersama keluarga, dan gunakan baju terbaik yang keluarga anda miliki.

Sumber : http://parokisalibsuci.org/2011/04/25/spiritualitas-liturgi-tri-hari-suci/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP