Selasa, 16 Oktober 2012

Anak-anak Dalam Liturgi

Liturgi sebenarnya merupakan kegiatan bersama untuk kepentingan banyak orang. Kegiatan ini meliputi seluruh kehidupan tetapi berpuncak dan bersumber dalam perayaan. Berarti dalam perayaan-perayaan liturgis umat beriman (anak-anak) bertemu dengan Tuhan (Bapa, Putera, dan Roh Kudus) sebagai puncak dan sumber serta pusat kehidupan manusia.

Sejauh mana anak-anak memahami liturgi sebagai kegiatan bersama? Umumnya anak-anak suka berkumpul bersama dengan teman-teman (dalam perayaan kelompok anak-anak), tetapi dalam perayaan (Ekaristi) umat, sering anak-anak tidak merasa terlibat sungguh-sungguh. Sejauh mana anak-anak memiliki kesadaran akan hadirnya Bapa, Putera dan Roh Kudus dalam perayaan dan mau berkomunikasi dengan Allah secara pribadi? Mungkin secara bersama lebih mungkin.

Ada kesan bahwa anak-anak lebih ingat diri dan kepentingannya, dan kurang altruistis. Tetapi ada banyak cerita sukses yang mengungkapkan bahwa anak-anak bisa memberi contoh sikap altruistis dan sangat sosial. Ini sikap dasar yang sangat liturgis yang perlu dikembangkan dalam diri anak-anak.

Relasi dengan Bapa, Putera dan Roh Kudus sebagai pusat kehidupan serta para kudus pelindung juga perlu ditumbuhkan dalam diri anak-anak yang lebih cenderung memusatkan segala sesuatu pada dirinya sendiri.

HAK ANAK DALAM LITURGI
Dalam liturgi, anak-anak (bagian dari umat) mempunyai hak untuk merayakan liturgi sebagaimana mestinya sehingga mereka dapat mengalaminya sebagai perayaan keselamatan. Untuk itu anaka-anak mempunyai hak untuk:
* MENDAPAT PERHATIAN
* MENDAPAT RUANG – TEMPAT
* MENDAPAT KESEMPATAN
untuk mengambil bagian dalam perayaan-perayaan.

TANTANGAN-TANTANGAN YANG DIHADAPI
Dari Luar

= Imam, pemimpin, petugas khusus lain:
* mengabaikan anak-anak,
* tidak trampil menarik perhatian anak-anak (dengan kata-kata dan sikap)

= Umat:
* acuh terhadap anak-anak,
* membiarkan saja anak-anak melakukan apa yang disukai,
* jengkel, kecewa dan menegur dengan keras.

= Ruang – tempat:
* tak ada ruang yang sesuai atau memadai bagi anak-anak sehingga menyulitkan mereka untuk melihat dan mengalami apa yang sedang terjadi dalam perayaan.

= Kesempatan:
* tidak disediakan kesempatan,
* kesempatan yang disediakan tidak dimanfaatkan dengan baik untuk/oleh anak-anak.

Dalam diri anak-anak
= Cepat beralih perhatian
= Cepat bereaksi: tertawa, menangis, berteriak
= Mudah bergerak dan bereaksi
= Cenderung ingat diri

NAMUN anak-anak pada umunya dapat dengan mudah:
* ditarik perhatiannya dengan berbagai cara
* diarahkan untuk beraksi
* menjadi tenang
* diajak untuk memperhatikan orang lain dan kepentingan bersama
* ambil bagian dalam kebersamaan (meniru) dan kegembiraan yang tulus.

JALAN KELUAR:
1. Mengerti dan menerima anak-anak apa adanya, kemampuan dan kelemahannya.
2. Memberi perhatian, sapaan, bimbingan, teguran lebih dengan sikap dan kehadiran bukan dengan teriakan emosional.
3. Memberi/menyediakan ruang-tempat yang memadai agar anak-anak dapat dengan mudah menyaksikan dan mengalami perayaan.
4. Memberi/menyediakan kesempatan dalam perayaan agar mereka juga aktif mengambil bagian secara bersama atau dalam kelompok.

MEMANFAATKAN KESEMPATAN DALAM LITURGI
1. Liturgi Pembaptisan: diperhatikan/disapa sebagai anak-anak yang sudah dipabtis (dalam kata pengantar, homili); diberi kesempatan untuk bergembira karena ada baptisan baru (mungkin ada yang mewakili anak-anak untuk menyalami/mencium anak baptisan baru atau menyanyi bersama sebagai tanda syukur atas anugerah sebagai anak Allah).
2. Sakramen Pengakuan: Ibadat Tobat bisa dibuat secara khusus untuk anak-anak; dalam ibadat bersama, anak-anak dapat dilibatkan untuk pemeriksaan batin dan pengakuan. Perlu pendekatan khusus buat anak-anak agar mereka tidak takut menerima sakramen pengakuan.
3. Liturgi Ekaristi (Rm Harimanto)
4. Liturgi Penguatan: Setelah pengurapan anak-anak dapat diberi kesempatan untuk mengungkapkan syukur dan kegembiraan dengan cara yang tepat. Tempat yang memudahkan anak-anak menyaksikan dan mengalami perayaan krisma.
5. Liturgi Tahbisan, Liturgi Perkawinan: idem.
6. Liturgi Pengurapan Orang Sakit: Anak-anak disapa untuk memelihara kesehatan.
Tempat yang memudahkan anak-anak menyaksikan kegiatan liturgisnya.

BAHASA DAN SIKAP
Bahasa Daerah dan bahasa Indonesia. Masing-masingnnya mempunyai nilai bila dipakai dalam liturgi. Baik kalau anak-anak juga diajar menggunakan bahasa daerah dalam doa-doa secara spontan, tidak hanya bahasa Indonesia. Sikap liturgis mudah diajarkan pada anak-anak. Mereka mudah mengikuti contoh yang baik dari orang dewasa.

Sumber : http://romopatris.blogspot.com/2011/08/tentang-gereja-dan-adat-istiadat.html

baca selanjutnya...

Jumat, 12 Oktober 2012

Busana Asisten Imam

Bagaimana model jubah Asisten Imam yang benar? Atau tepatnya, seperti apa busana yang harusnya dikenakan Asisten Imam atau Pro Diakon yang nama resminya adalah Pelayan Komuni Tak Lazim? Bagaimana aturan gereja Katolik mengenai hal ini? Di beberapa gereja yang sempat saya kunjungi ada praktik-praktik yang sudah baik dan benar, tapi ada pula yang menyalahi aturan liturgi atau menyimpang dari tradisi gereja Katolik.

Pedoman Umum Misale Romawi menyebut bahwa "Busana liturgis yang lazim digunakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka dikenakan amik sebelum alba. ..." (PUMR 336) Lebih lanjut ditulis "Akolit, lektor dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gereja yang bersangkutan." (PUMR 339)

Di atas adalah pasal-pasal yang membolehkan Pelayan Komuni Tak Lazim pakai alba. Saya perlu garis bawahi di sini, membolehkan, bukan mengharuskan. Lho, jadi Asisten Imam tidak harus pakai alba? Jawabnya tidak, bahkan tidak harus pakai busana liturgis apapun. Busana awam sehari-hari pun juga boleh. Memang, di Vatikan nggak ada Pelayan Komuni Tak Lazim (karena jumlah imam yang bisa bantu bagi komuni sudah lebih dari cukup); dalam kasus ini Vatikan nggak bisa kita jadikan acuan. Yang jelas, di Vatikan Lektor nggak pakai busana liturgis apapun. Lektor yang adalah awam, ya berbusana awam, sopan dan rapi. Di Amerika Serikat, Pelayan Komuni Tak Lazim dan Lektor pun berbusana awam biasa. Kesimpulannya, sekali lagi tidak harus pakai busana liturgis apapun, tapi seandainya toh mau pakai, bisa pakai alba.

Di foto paling atas, para pelayan komuni tak lazim di Katedral Hati Kudus Yesus Surabaya memakai alba model Roma, dengan ploi/lipit (lipatan), dan dikencangkan dengan singel. Mungkin lebih jelas lagi di foto yang hanya seorang AI ini. Longgar sekali memang alba ini, di bagian bawah kelilingnya 3 meter. Itu yang bikin indah. Oh ya, alba ini nggak semahal yang dibayangkan orang. Berikut singelnya harganya nggak lebih dari Rp 180.000. Silakan klik di foto untuk memperbesar.

Masih ada lagi yang bisa disimpulkan dari aturan di atas. Yang pertama, amik, alba dan singel bukanlah monopoli imam. Amik, alba dan singel adalah busana semua pelayan liturgi, tertahbis (uskup, imam dan diakon) maupun tidak (awam). Yang kedua, sekiranya dipandang perlu untuk menggunakan busana lain (selain alba), adalah konferensi uskup yang berhak memutuskannya (bukan seorang uskup, sekalipun untuk wilayahnya sendiri). Yang ketiga, yang benar adalah alba, bukan jubah.

Apa sebenarnya beda alba dengan jubah? Kita semua pernah melihat imam atau uskup pakai jubah. Biasanya jubah dibuat dari bahan yang relatif lebih tebal jika dibandingkan dengan alba. Harusnya jubah klerus dibuat dari wol atau bahan yang setara mutunya (Ut Sive Sollicite 1969). Pada bagian badan atas sampai dengan pinggang, jubah tidak longgar, pas di badan. Alba biasanya dibuat dari bahan yang relatif lebih tipis dari jubah dan berukuran besar (longgar) dari atas sampai ke bawah, makanya perlu diikat dengan singel. Alba selalu berwarna putih, jubah tidak. Bahkan, menurut tradisi katolik jubah warna putih sebenarnya merupakan privilese paus. Kalau mau tahu lebih detil boleh baca artikel saya tentang Busana Imam ini.

Yang terakhir yang mau saya sampaikan, kalau mau pakai busana liturgis ya pakailah alba dan singel (plus amik, kalau perlu). Itu aja. Jangan ditambah apa-apa lagi, kawatirnya malah jadi salah. Coba lihat Busana AI di foto sebelah ini. Yang pertama, ini adalah jubah, bukan alba, jadi kurang tepat. Lalu, ada tambahan asesoris salib dada. Ini juga kurang tepat dan bahkan menyalahi aturan busana gereja Katolik, karena salib dada (cruce pectoralis), model apapun, merupakan privilese uskup. Kalau mau tahu lebih detil juga, boleh baca artikel saya yang lain tentang Busana Uskup.

Sumber : http://tradisikatolik.blogspot.com/search/label/Lektor

baca selanjutnya...

Minggu, 07 Oktober 2012

Info Buku: EVANGELIARIUM

Buku Evangeliarium memuat perikop-perikop Injil yang diwartakan dalam perayaan liturgi pada hari Minggu, Hari Raya, Pesta Tuhan dan Hari Khusus, serta dalam Perayaan dan Misa misa Ritual, seperti Liturgi Inisiasi, Liturgi Tahbisan, Penerimaan Calon untuk Diakon dan Imamat, Pelantikan Pelayan Liturgi, Liturgi Orang Sakit, Liturgi Perkawinan, Pemberkatan Abas dan Abdis, Pengudusan Perawan dan Pengikraran Kaul, serta Pemberkatan Gereja, Altar, Piala dan Patena.

Dalam perayaan-perayaan Liturgi meriah, khususnya dalam Perayaan Ekaristi, Evangeliarium diberi penghormatan sangat khusus, misalnya diarak dengan sedikit diangkat pada saat perarakan masuk, didupai, dicium setelah pewartaan Injil dan Uskup memberkati Umat dengan buku ini dalam bentuk tanda salib besar.

Peranan simbolis.

Sesuai dengan keluhuran martabat dan peranan simbolis dari buku liturgis resmi Bahasa Indonesia untuk Ritus Latin ini, maka Evangeliarium disusun dengan baik dan dicetak dalam bentuk yang besar, indah dan menawan.

Spesifikasi buku Evangeliarium yang dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, antara lain sebagai berikut:

Ukuran buku 24 cm x 34 cm, 780 halaman, beratnya sekitar @ 5 kg. Agar buku ini dapat disimpan dengan baik, setelah digunakan, disertakan juga Box Sleeve (kotak penyimpan).

Promulgasi Presidium KWI

Dalam Surat Promulgasi KWI yang ditanda tangani oleh Mgr. M.D Situmorang OFMCap (Ketua KWI) dan Mgr. Johannes Pujasumarta (Sekretaris Jendral KWI), menyebutkan bahwa pada awal Pekan Suci, Minggu Palma, 17 April 2011, buku Evangeliarium ini mulai diberlakukan secara resmi untuk digunakan dalam perayaan liturgi di keuskupan-keuskupan di seluruh Indonesia. Gereja Katedral, Gereja Paroki, Kapel-kapel Seminari dan Biara diharapkan memiliki dan menggunakan buku liturgi Evangeliarium ini. Tata cara penggunaan buku Evangeliarium dijelaskan pada bagian awal buku ini.

Tentang Evangeliarum

Kehadiran Kristus secara khusus dinyatakan dalam pembacaan Injil. Dalam bentuk simbolis pesan ilahi mau dinyatakan secara publik, resmi dan agung. Maka, ada suatu ritus yang mendahului Bacaan Injil. Ritus ini disebut Ritus Perarakan Buku Bacaan Injil.

Istilah latin untuk Buku Bacaan Injil ialah Evangeliarium, yaitu suatu buku khusus yang berisi bacaan-bacaan dari Injil dan berfungsi sebagai buku liturgis. Bacaan-bacaan itu sudah dipilih dan diedit untuk keperluan Liturgi Sabda, sesuai dengan Tata Bacaan Misa. Biasanya, Kitab Injil itu berhias dan tampak anggun, karena Buku ini juga merupakan simbol Kristus yang hadir dalam perayaan liturgi.

Lectionarium adalah Buku Bacaan Misa yang berupa kumpulan bacaan-bacaan litugis untuk Perayaan Ekaristi, termasuk Injilnya juga. Jadi, yang diarak bukan Lectionarium tetapi Evangeliarium dalam prosesi masuk pada Ritus Pembuka.

Dalam perarakan masuk, sambil membawa Kitab Injil (Evangeliarium) yang sedikit diangkat, diakon (bukan prodiakon) berjalan di depan imam atau di sampingnya. Setibanya di depan altar, diakon langsung menempatkan Evangeliarium di tempatnya, sesudah itu ia bersama imam mencium altar.

Kalau dalam perayaan Ekaristi dipakai dupa, waktu bait pengantar Injil dilagukan, diakon membantu imam mengisi pendupaan. Kemudian ia membungkuk khidmat di depan imam dan meminta berkat, sesudah itu diakon membungkuk mengambil Kitab Injil yang sedikit diangkat. Para putra altar yang membawa pendupaan serta lilin berjalan di depan diakon. Sesampainya di mimbar, diakon sambil membuka tangan, memberi salam kepada umat untuk mewartakan injil. Setelah selesai mewartakan Injil, diakon membawa Kitab Injil ke tempat lain yang telah disediakan yang anggun dan serasi (bukan di altar).

Sumber : http://santoantonius.blogspot.com/2011/04/buku-liturgi-evangeliarium.html

baca selanjutnya...

Jumat, 05 Oktober 2012

Sikap-Sikap Liturgi

Berlutut
Bertekuk lutut berarti memperkecil diri dihadapan Allah. Orang yang sombong selalu mengangkat kepalanya dan menegakkan badannya, merasa lebih tinggi, lebih hebat daripada orang lain. Sebaliknya, orang rendah hati senantiasa menyadari bahwa dirinya amat kecil di hadapan Tuhan. Maka ia berlutut.

Tunduk Kepala
Menundukkan kepala dan membungkuk merupakan cara-cara menghormati seseorang. Membungkuk adalah tanda penghormatan yang lebih besar. Di altar kita tidak hanya menundukan kepala, tetapi sungguh membungkuk untuk merendahkan diri.

Berdiri
Pada permulaan Misa, bila imam bersama dengan misdinar datang ke altar, umat berdiri. Sikap berdiri itu merupakan tanda hormat kepada imam yang mewakili Kristus. Berdiri yang baik adalah berdiri tegak dengan kedua kaki dan tidak bersandar pada apapun.

Duduk
Duduk adalah sikap yang tenang. Duduk adalah sikap orang sedang memikirkan atau mendengarkan sesuatu. Misalnya duduk mendengarkan khotbah, sikap ini menolong kita agar mendengarkan dengan penuh perhatian dan merenungkan apa yang baru didengarnya.

Berjalan
Kita berjalan, kalau kita ingin menuju suatu tempat untuk melakukan sesuatu. Sama halnya di gereja. Tetapi di gereja tidak pernah tergesa-gesa. Untuk Tuhan kita selalu mempunyai waktu seluas-luasnya. Misdinar yang berjalan tergesa-gesa seperti orang gugup, tidak dapat menciptakan suasana tenang dan khidmat.

Mengatup tangan
Dari pagi hingga malam hari kita terus-terusan memakai tangan untuk segala macam keperluan. Tangan kita selalu sibuk. Tetapi bila kita mengatup tangan, kita menjadi tenang. Hentikan kesibukan. Kita dapat memusatkan pikiran, dengan menyadari bahwa Kristus bersama dengan kita. Kita berani menyerahkan jiwa dan raga kepadaNya, biarlah Dia yang menjaga dan memelihara kita.

Berdoa dengan tangan terentang
Dalam misa kita dapat melihat imam beberapa kali merentangkan tangan, yaitu bila mengucapkan doa. Berdoa dengan tangan terentang adalah suatu sikap doa yang sudah dipakai sejak abad-abad pertama. Dengan sikap itu kita menyatakan penyerahan kita kepada kehendak Bapa. Sikap itu mengingatkan kita kepada Yesus yang rela merentangkan tangannya di atas kayu salib. Maka selayaknya kita mengikuti sikap itu, ketika sedang menyanyikan / berdoa Bapa Kami.

Membuat Tanda Salib
Dengan membuat tanda salib kita mengenangkan pembaptisan kita “Demi nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus”, tanda salib merupakan tanda iman kita. Tanda itu kita gunakan untuk memulai dan mengakhiri doa yang kita panjatkan. Ada pula tanda salib kecil yang biasa kita lakukan dengan ibu jari tiga kali ketika Bacaan Injil.

Adapun kata-katanya adalah “InjilMu kuterima dengan budi, kuakui dengan mulutku dan kusimpan dalam hatiku”

Mengecup
Mengecup adalah tanda untuk menyatakan bahwa kita mencintai seseorang atau sesuatu. Ibadat Ekaristi dirayakan di altar, bahkan Tubuh dan Dara Kristus diletakan di altar. Maka pada awal dan akhir Misa, imam selalu mengecup altar. Itu sebagai tanda bahwa ia menyatakan rasa cinta dan hormatnya bagi altar sebagai tempat kehadiran Kristus.

Bersalaman
Orang bersalam-salaman dengan banyak cara. Dalam Misa, sebelum komuni, imam kadang-kadang mengajak umat untuk bersalaman (Salam Damai). Hal itu dilakukan dengan berjabat tangan. Kita mau hidup rukun dengan Tuhan, berarti kita mau hidup rukun dengan sesama kita.

Menepuk dada
Menepuk dada adalah tanda penyesalan. Kita lakukan ketika mengatakan “Saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa” dalam doa : saya mengaku. Juga pada mengakhiri doa Anak Domba Allah dengan kata “Kasihanilah kami” kita melakukannya dengan mengepal tangan kanan dan memukul ke dada.

Bersila
Bersila adalah sikap duduk dengan melipat dan menyilangkan kaki. Sikap doa khas Timur ini, yang tersebar di seluruh Asia Selatan dan Timur, dari India sampai ke Jepang, adalah amat baik untuk dipakai dalam perayaan liturgi juga. Pada saat-saat tertentu misdinar dapat memakai sikap ini.

Sembah
Sembah juga dikenal di banyaj negara Asia sebagai pernyataan hormat dan penyembahan. Alangkah baiknya bila kita pakai, untuk menyembah Sakramen Mahakudus.

Sumber http://misdinarkramat.wordpress.com/2011/01/29/sikap-sikap-liturgi/

baca selanjutnya...

Selasa, 02 Oktober 2012

Doa-doa Harian

Bapak kita Santo Fransiskus dari Assisi mengajak kita agar senantiasa berdoa: memuji dan memuliakan Tuhan, menyembah dan bersyukur kepada-Nya, memohon ampun dan berkat-Nya di mana pun kita berada. Berikut ini adalah doa-doa yang dapat kita pakai setiap hari, sendiri maupun bersama dalam keluarga. Dapat juga ditularkan kepada orang lain.

1. Doa Kami Menyembah Engkau
(doa sederhana ini diucapkan ketika memulai setiap ibadat)

Kami menyembah Engkau, Tuhan Yesus Kristus, di sini dan di semua Gereja-Mu di seluruh dunia, dan kami memuji Engkau, sebab Engkau telah menebus dunia dengan salib-Mu yang suci.

2. Doa Salib
(untuk mengenang sengsara Tuhan diucapkan sambil berlutut, tangan diangkat, telapak tangan terbuka):
1 x Bapa Kami
1 x Salam Maria
1 x Kemuliaan
(diulang sebanyak 5 kali, doa ini dapat dibuka dan ditutup dengan doa “Kami Menyembah Engkau….” seperti di atas)

3. Ofisi Ilahi/Ibadat Harian
(doa ini diucapkan secara lisan. Dapat diucapkan di tempat mana pun, sesuai dengan kesibukan masing-masing; dapat juga diucapkan dalam hati, bila keadaan tidak memungkinkan):

Ibadat Pagi/Laudes
(antara pkl 05:00 - pkl 07:00)
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”
I x Aku Percaya, 5 x Bapa Kami, dan 1 Kemuliaan
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”

Ibadat Siang
(antara pkl 09.00 - pkl 16.00. Doa ini dapat diucapkan dalam tiga kesempatan, yakni):
Antara jam 09.00 - jam 10.00 (Tertia)
An tam jam 11.00 - jam 12.00 (Sexta)
Antara jam 14.00 - jam 15.00 (Nona)
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”
1 x Aku Percaya, 7 x Bapa Kami, dan 1 x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”

Ibadat Sore/Vesperae
(antara pkl. 17.00 - pkl 20.00)
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”
1 x Aku Percaya, 12 x Bapa Kami, dan 1 x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”

Ibadat Penutup/Completorium
(menjelang tidur atau setelah pkl. 21.00)
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”
1 x Aku Percaya, 7 x Bapa Kami, dan 1x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”

Ibadat Bacaan:
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”
1 x Aku Percaya, 24 x Bapa Kami, dan 1 x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”

4. Doa Waktu Melayat
(atau kapan saja, untuk orang yang meninggal):
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”
7 x Bapa Kami
Tuhan berilah dia (mereka) istirahat yang kekal
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”

5. Doa mohon ampun atas dosa-dosa
(diucapkan setiap hari)
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”
3 x Bapa Kami
Tanda Salib
Doa “Kami Menyembah Engkau….”

dikirim oleh: Alfons S. Suhardi, OFM
Dikutip dari : http://ofm.or.id/doa-doa-harian/

baca selanjutnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP